PEMBALASAN 4

909 Words
“Meneer Pieter meninggal dunia. Dia ditemukan di dekat tempat Winarsih menari semalam.” “Apa?!” pekik Sumi kaget. Wajahnya pucat seketika. Lain halnya dengan Winarsih,ia hanya tersenyum kecil sambil meneruskan pekerjaannya menyapu halaman. Belum habis rasa terkejut Dahlan dan Sumi tiba-tiba beberapa serdadu Belanda datang. “Mana Winarsih?!” “Ampun Meneer,ada apa mencari anak saya?” tanya Dahlan sambil berlutut ketakutan. “Menurut keterangan, Pieter semalam pergi menemui Winarsih. Dan pagi ini dia ditemukan meninggal. Kami curiga Winarsih sudah membunuh Pieter, jika memang benar dia harus ditembak mati.” “Ampun Meneer, semalam anak saya selalu bersama saya dan Supardi. Dia semalam menari, dan setelah menari dia langsung pulang.” “Betul,Meneer. Semalam saya tidak bertemu dengan Meneer Pieter. Saya memang menunggunya datang,tapi dia tidak datang sampai pertunjukkan tari selesai,” jawab Winarsih dengan berani dan dengan tenang. Gadis itu menatap serdadu-serdadu Belanda yang datang dengan tatapan tajam. Para warga termasuk Lurah Kasani dan Toriq pun sudah berada di tempat itu. Mereka menunggu dengan berdebar-debar. Dahlan dan Sumi sudah gemetar saat melihat anak gadis mereka melangkah mendekati para serdadu Belanda itu. “Meneer,saya ini hanya gadis biasa. Saya hanya penari jaipong, sementara Meneer Pieter itu pemuda yang gagah dan juga memiliki senjata, apa kalian tidak salah jika curiga pada saya? Bagaimana seorang gadis yang lemah seperti saya bisa membunuh Meneer Pieter,” kata Winarsih dengan lembut sambil menatap para serdadu Belanda itu. Entah mengapa saat melihat Winarsih , para serdadu Belanda itu merasa sangat terpukau dan tak kuasa berbuat apa-apa. Mereka saling berbisik dan akhirnya meninggalkan tempat itu. Winarsih tersenyum dan langsung membantu kedua orangtuanya untuk berdiri kembali. ”Kang Dahlan tidak apa-apa?” tanya tetangga sebelah mereka. “Tidak,kang. Mereka tidak berbuat apapun pada keluarga saya,” jawab Dahlan. “Tidak mungkin mereka berbuat jahat kepada warga desa kita selama saya yang menjawab sebagai Lurah,” kata Kasani dengan angkuh. “Wes,bubar,bubar!” seru Toriq. “Kalau ada apa-apa. Jangan sungkan meminta bantuan pada kami, apa lagi jika menyangkut Winarsih. Putrimu ini kan kembang desa kita. Jadi, kewajibanku sebagai sebagai kepala desa untuk melindungi warganya,termasuk juga Winarsih,” kata Kasani pada Dahlan. “Terima kasih banyak,Pak Lurah,” jawab Dahlan sambil membungkukkan tubuhnya. ***. “Apa kau merasa aneh dengan kematian Pieter?” tanya Berg pada Gerard. “Aku merasa aneh. Awalnya aku curiga pada gadis itu. Tapi,kau lihat kan di d**a Gerard itu seperti bekas hantaman keras. Tidak mungkin pelakunya seorang gadis. Dan, banyak saksi yang mengatakan bahwa gadis itu semalam menari di sana,” jawab Berg. Gerard tak menjawab lagi, ia mengerutkan dahinya . “Siapa di kampung itu yang menjadi jagoan? Kita harus bisa menangkapnya. Ini adalah penghinaan kepada kita. Orang itu harus dihukum mati.” Tiba-tiba saja, bulu kuduk mereka terasa meremang dan tercium harum aroma melati dan kemenyan. “Bau melati,” kata Gerard. “Iya.” Auuuuuu… Auuuu… Auuu Tiba-tiba terdengar suara lolongan anjing membuat suasana malam itu semakin mencekam. Berg yang penasaran langsung membuka gorden, ia tersentak saat melihat seorang gadis berdiri di halaman. “Winarsih!” Gerard langsung menghampiri sepupunya itu, “Winarsih apa? Kau melihat siapa?” tanyanya. Berg menoleh, “Apa kau tidak melihat,itu a-ada…” Betapa terkejutnya Berg saat ia kembali melihat keluar jendela, Winarsih sudah tidak tampak lagi. Penasaran ia pun langsung membuka pintu dan berlari keluar diikuti oleh Gerard. “Tadi dia di sini,” kata Berg. “Dia siapa?” “Winarsih, aku jelas melihat gadis itu berdiri di sini tadi. Mana mungkin gadis itu tiba-tba saja menghilang.” “Kau hanya terlalu banyak berkhayal. Atau jangan-jangan kau sudah jatuh cinta pada wanita itu?” “Dia itu cantik. Aku masih ingat bagaimana nikmatnya saat menikmati tubuh mulusnya itu.” “Lama-lama kau bisa gila. Tidak pantas jatuh cinta pada inlander! Kalaupun kau mau mereka itu hanya pantas dijadikan simpanan.” “Hah,sudahlah! Aku mau tidur,hari ini aku lelah sekali,” kata Berg tak peduli lagi. Ia pun meninggalkan sepupunya dan segera masuk ke dalam kamarnya. ***. Entah berapa lama Berg tertidur, saat ini merasakan ada tangan yang lembut membelai dadanya dan ia juga merasa ada seseorang yang tengah menciumi bibirnya dengan lembut. Perlahan Berg membuka matanya dan ia terkejut saat melihat Winarsih tengah membelainya lembut. Berg mengusap wajahnya beberapa kali, ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa saat ini ia tidak sedang bermimpi. “Kau … Bagaimana bisa kau masuk ke dalam kamarku?” “Aku bisa kemana saja. Ke tempat manapun yang aku mau. Termasuk juga ke kamarmu.” “Tapi,di luar sana banyak yang berjaga, apa kau tidak melewati penjagaan?” “Untuk apa? Aku tidak perlu melewati itu semua. Sudahlah, bukankah kau masih ingin menikmati tubuhku ini?” Winarsih perlahan membuka pakaiannya di hadapan Berg , membuat pemuda itu menelan salivanya saat melihat tubuh mulus milik Winarti polos di hadapannya. Tak sabar,Berg pun langsung membuka pakaiannya dan memeluk tubuh Winarsih. Namun,belum sempat ia memasukkan pusaka miliknya ke bagian inti tubuh Winarsih, ia merasakan pukulan tepat di dadanya dan seketika itu juga ia langsung memuntahkan darah kental. Bukan hanya itu, tapi dari telinganya pun keluar darah kental,tanda bahwa ia terluka dalam. Tak lama tubuh itu menggelepar dan akhirnya tak bergerak lagi. Winarsih tertawa terbahak-bahak melihat tubuh yang tak lagi bernyawa itu, kemudian dalam sekejap mata ia pun menghilang dari kamar itu. Saat membuka mata ,Winarsih sudah kembali berada di dalam kamarnya. Tanpa perasaan bersalah, Winarsih pun menarik selimutnya dan langsung memejamkan matanya,beberapa saat kemudian ia pun tertidur dengan sangat pulas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD