Tiga puluh menit berlalu. Hujan tak juga kunjung reda. Hanya angin petir dan guntur yang berhenti menampakkan diri dan suara. Angin masih berhembus, tetapi tidak seribut tadi. Meskipun begitu, tetap saja membuat Davin merasakan udara dingin yang menusuk. Davin tetap terjaga. Dia yang mengawasi setiap pergerakan angin mengalihkan pandangannya pada wajah ayu Selena. Rupanya wanita itu tertidur pulas. Gadis itu tampak begitu nyaman meskipun hanya bersandar pada pundaknya. Davin yang merasakan pundaknya mulai mati rasa perlahan menggeser kepala Selena dengan sangat hati-hati. Dia membawa sebagian tubuh wanita itu kedalam pangkuannya. Davin terus menatap wajah Selena tanpa berkedip. Setiap inci dari wajah wanita itu memang mempesona. Tidak ada setitik pun cela. Dia yakin, setiap lelaki yang