"Hari ini aku mau jalan-jalan ke puncak!" Selena mengejutkan Davin yang tengah mencuci mobilnya. Lelaki itu menatapnya kemudian tersenyum tipis.
"Kenapa tiba-tiba?" tanya Davin yang kembali mencuci mobil majikannya.
"Memangnya aku harus memiliki.jadwal? Ketika aku ingin pergi, pergi saja. Tidak ada yang akan peduli." Selena mengambil bangku dan duduk tidak jauh dari Davin.
"Semalam, semalam aku pasti sudah menyusahkanmu, maaf."Davin terlihat salah tingkah.
Wajah Selena justru memerah. Dia teringat bagaimana Davin mencuri ciumannya. Ya, ciuman yang sangat mahir dari seorang Davin. Selena awalnya tidak menyangka lelaki itu seperti sudah terbiasa.
"Tidak. Kamu tidak menyusahkanku. Lupakan saja masalah semalam. Kita bicarakan hari ini saja. Bagaimana?" Selena tersenyum dan memiringkan kepalanya.
Ekspresi itu mempengaruhi Davin. Di matanya, Selena memiliki daya tarik yang berbeda dibandingkan dengan gadis-gadis yang ditemuinya setelah mengakhiri hubungan asmara dengan gadis itu beberapa tahun lalu.
"Kamu tidak perlu berbohong, Selena. Aku ini sangat payah terhadap alkohol. Dulu, aku bahkan pernah tidur di pinggir rumah tetanggaku karena mabuk." Selena tertawa kecil mendengar cerita Davin.
Gadis itu memandangi lelaki yang memakai baju sederhana dihadapannya. Entah mengapa dalam keadaan seperti sekarang, Davin tetap terlihat mempesona.
"Kok bisa, sih? Memangnya teman kamu tidak mengantarmu sampai rumah?" Selena beranjak dari duduknya. Gadis itu mengambil selang dan mulai menyiram busa yang menempel di badan mobil.
"Ini tugasku, kamu tidak perlu melakukan ini." Davin berusaha merebut selang yang ada di tangan Selena, tetapi secepat kilat gadis itu mengelak.
Tanpa sengaja, Selena menyiram tubuh Davin. Hal itu tidak lantas membuat Davin menyerah. Dia tetap berusaha untuk merebut selang itu dari tangan selena.
Setelah berulang kali berusaha merebut, bukannya berhasil, Davin justru menangkap tangan Selena. Tangan keduanya saling bertautan satu sama lain. Selena yang hampir terjatuh ditahan oleh lengan kokoh lelaki itu. Keduanya bertatapan sangat dalam.
'Selena, seandainya kamu tahu bagaimana aku menahan untuk tidak mendekapmu. Bagaimana aku berusaha untuk tidak menyentuhmu, pasti kamu akan menjauhiku. Sungguh, aku tidak bisa menghianati hatiku, aku tidak pernah bisa mengalihkan perasaanku padamu. Gejolak rindu ini terus berusaha mengoyakkan kesabaranku. Selena, apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku merebutmu dari dia?' Batin Davin meronta. Tatapannya tidak beralih sedikit pun dari mata Selena yang juga menatapnya.
'Tatapan mata ini, aku merasa tidak asing. Dimana aku bertemu Davin sebelumnya? Setiap berada di dekatnya aku merasa hangat. Aku melihat ada cinta yang begitu besar di setiap helai tatapan matanya. Apakah kebersamaan kami dalam hitungan jam ini telah membuatku jatuh cinta padanya? Aku rasa, aku mulai gila. Bagaimana mungkin aku jatuh cinta dengan pria lain sedangkan aku sudah memiliki Vino?' Selena tak kalah sengit, berusaha melawan hasrat hatinya yang mulai menggebu.
"Ehm! Kalian berdua cocok. Gadis sebodoh Selena tentu juga bodoh dalam memilih pacar. Aku tidak menyangka seleramu serendah ini, Selena!" sindir Dewina.
Wanita itu telah rapi, biasanya saat berpakaian se-glamour itu, Dewina akan menemui teman-teman arisan. Penampilan Dewina dari ujung kaki hingga kepala tidak menggambarkan usianya yang telah berkepala empat.
"Ibu tidak perlu ikut campur. Selama aku bahagia, dengan siapa pun itu tidak penting. Ibu lebih baik urus urusan Ibu sendiri." sahut Selena santai.
"Tentu. Tentu saja. Untuk apa aku mengurus kamu memangnya? Kamu bukan anakku, anakku hanya Raka!" Dewina melangkah dengan angkuh, masuk ke dalam mobil dan menghempaskan pintunya sedikit keras. Mobil berwarna silver itu berlaku dari hadapan Selena dan Davin.
"Maaf, ibumu selalu memperlakukanmu seperti itu?" tanya Davin penasaran. Dia terkejut melihat cara Dewina memperlakukan Selena.
"Ibuku hanya sedang lelah. Biasanya dia baik, kok. Jangan salah paham." Selena berusaha menutupi hubungannya yang memang tidak baik.
Davin tahu, Selena sedang berbohong. Ada luka yang terlihat jelas dari sorotan matanya. Davin juga melihat bagaimana Selena berusaha menyembunyikan kesedihannya dengan berpaling dan pura-pura menyemprotkan air ke badan mobil yang masih berlumuran busa.
"Selena, jangan sungkan. Aku tahu, aku memang orang baru di dalam hidup kamu, tetapi aku ingin bisa melindungimu dari segala hal yang melukaimu, baik fisik atau pun mental. Jadi tolong, percaya padaku. Aku di bayar mahal oleh ayahmu, setidaknya jangan biarkan aku makan gaji buta." Davin hanya bisa menggunakan ayah Selena sebagai tameng untuk memperhatikan wanita yang ada di sisinya sekarang.
"Terima kasih. Aku benar-benar tidak apa. Oh ya, aku harus siapkan koper sekarang. Jangan lupa, setelah ini kita berangkat. Kamu juga harus bawa baju ganti. Kita di puncak sekitar tiga hari." Selena menyerahkan selang yang sejak tadi menjadi rebutan mereka berdua lalu melangkah masuk ke dalam rumah.
Pandangan Davin terpatri kepada Selena yang kian menjauh dari jangkauannya. Davin paham, ada beban berat yang sekarang Selena tanggung. Dia tidak akan bisa pergi dengan tenang sebelum Selena menemukan kebahagiaan.
"Beri aku satu kesempatan untuk mengukir senyuman di bibirmu, Selena. Kali ini, aku tidak akan membuatmu menangis lagi." gumam Davin sebelum akhirnya menyelesaikan pekerjaannya.
Satu jam kemudian.
Selena sudah siap dengan koper merah ukuran sedang di tangannya. Rambut gadis itu tergerai dengan kacamata coklat semi kehitaman bertengger di atas hidungnya.
Gadis itu mengenakan celana jeans, baju kaos putih panjang dengan ukuran all size yang tampak sedikit kebesaran. Itu tidak mengurangi pesona Selena. Davin yang sudah menunggu seperti biasa di depan rumah terpana dengan penampilan Selena.
"Bagaimana penampilanku?" Selena meminta pendapat Davin tentang penampilannya saat ini.
Davin memperhatikan penampilan Selena dari atas ke bawah. Meskipun sebelumnya dia sudah memerhatikan, tetapi kesempatan ini tidak boleh disia-siakan.
"Kamu, pakai apa saja juga tetap cantik." sahut Davin kemudian.
"Baiklah. Terima kasih pujiannya. Ayo berangkat." Seperti biasa, Selena masuk terlebih dahulu ke dalam mobil.
Davin tidak ada pilihan selain mengekori gadis itu. Davin yang berpakaian santai juga cukup menarik perhatian Selena. Kaos kuning panjang yang dikenakannya tampak pas di badan sehingga menampilkan beberapa tonjolan tubuh bagian atas pria itu.
Selena bisa menebak, Davin pastilah pria yang rajin berolah raga. Dia tidak mungkin bisa memiliki tubuh sebagus itu tanpa usaha.
"Mendadak ke puncak, ada acara apa?" Davin berusaha memecah kesunyian diantara mereka.
"Nggak ada acara apapun. Cuma pengen kumpul aja bareng temen-temen. Kamu jomlo ya? Kasian, nanti jadi obat nyamuk." Selena terkekeh.
"Bukannya kalau melamar kerja jadi sopir kamu emang harus jomlo, ya?" Davin mengingatkan kembali pada Selena tentang syarat menjadi sopirnya.
"Haha, ya. Aku ingin sopir yang hanya menghabiskan waktunya bersamaku." celetuk Selena seenaknya.
"Kejam juga kamu, ya. Kalau begini aku bisa jadi jomlo ngenes." keluh Davin.
"Gampang, tinggal keluar aja. Bisa pacaran, kan?" Selena tertawa kecil.
"Tidak akan semudah itu, Nona. Aku akan tetap bekerja untukmu. Meskipun harus menjadi jomlo, aku rela." jawab Davin tanpa sadar.
"Apa? Coba ulangi."
"Lupakan."
Davin segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan.sedang agar selena melupakan pertanyaannya.
Note:
Hallo para pembacaku tersayang. aku cuma mau kasih tahu kalian kalau karyaku My Hot Driver ini ekslusif hanya ada di Dreame/Innovel. Jika kalian menemukan karyaku ini di tempat lain, itu artinya kalian sedang membaca karya bajakan. Sebagai penulis asli dari n****+ ini tentu saja aku tidak pernah merelakan tindakan pembajakan tersebut begitu saja. Bagi kalian yang sedang membaca karya ini juga dilarang untuk menyebarluaskan dalam bentuk PDF/SS, karena tindakan kalian termasuk dalam kategori pembajakan dan bisa dikenakan pasal yang otomatis berurusan dengan kepolisian. Teruntuk kalian yang sudah baca My Hot Driver dari bab awal hingga tamat aku ucapkan banyak terima kasih. Salam sayang untuk kalian semua.