Aura Persaingan

1188 Words
Setelah berhasil menghidupkan mesin mobil kembali, Davin dan Selena melanjutkan perjalanan. Keduanya terhanyut dalam pemikiran masing-masing. Selena memandangi jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan putihnya. Tiga puluh menit telah berlalu dari target yang ditentukan. Selena menghela napas sedikit kehilangan harapan. Vino pasti telah sampai lebih dulu, itulah hal yang ada di pikiran Selena. "Kamu pasti kepikiran Vino, kan? Seharusnya tadi kamu biarkan aku benerin mobilnya. Maafkan aku, ya." Davin yang dapat membaca kegundahan yang tersirat dari pancaran wajah Selena. Gadis itu menunduk, lalu memandang ke arah Davin. Vino yang kekasihnya saja tidak sepeka Davin. Lelaki di sisinya itu seakan serba tahu dengan apa yang tengah dia rasakan. Selena memutar otak, bersiap memberikan jawaban atas pertanyaan Davin. Dia tentu saja tidak bisa menyalahkan Davin dengan sesuatu yang terjadi di luar kendalinya. "Bukankah aku sudah pernah bilang, ini semua bukan kesalahanmu, jadi kamu tidak perlu merasa bersalah atas apa yang terjadi. Memangnya kamu yang ngerusakin mobil? Bukan, kan?" Selena bersikap sangat santai. Dia tidak ingin Davin terus terpojok karena kejadian ini. "Terima kasih, karena kamu sudah bisa mengerti aku. Oh ya, besok aku boleh pergi sebentar? Aku ada urusan mendadak." Vino mencari celah agar bisa pergi ke perusahaan dan menyelesaikan urusan dengan ibunya terkait dengan Pesona Corporation yang kini berada di bawah pimpinannya. "Ini hanya seperti imbal balik atas pengertian kamu ke aku, Vin. Kalau besok kamu memang harus pergi, nggak apa. Kamu jangan lupa untuk menjemputku lagi." "Siap, Tuan Putri." Davin lega, Selena mengizinkannya untuk kembali ke perusahaan. Menjalani dua pekerjaan sekaligus memang tidak semudah yang dia bayangkan, tetapi untuk memperjuangkan perasaannya, Davin rela melewati setiap kesulitan yang ada. Dia akan terus berjuang sampai titik akhir. Sampai takdir berbicara, dengan siapa Selena akan mengakhiri kesendiriannya. Mereka akhirnya memasuki area vila. Vila yang mereka akan gunakan untuk menginap adalah milik adik ayah Selena. Karena Om Selena juga sama dengan Burhan, sangat menyayangi gadis itu, dia selalu memberikan akses masuk pada Selena, kapanpun dia ingin berkunjung. Saat sampai, Sera, Galang, Radit, Kesya dan Vino sedang menyiapkan tempat untuk acara barbekyu nanti malam, atau lebih tepatnya beberapa jam dari sekarang. Selena turun dari mobil, dengan mata kepalanya sendiri Davin melihat Selena merangsek ke dalam pelukan Vino. Mereka berdua seakan saling merindukan satu sama lain. Jangan ditanya, bagaimana perasaan Davin saat ini. Hatinya terasa perih. Kutukan cinta telah membuat hatinya terluka meskipun saat ini hubungannya dan Selena hanya sebatas rekan kerja. Di mata Davin, Selena tampak sangat bahagia bisa bertemu dengan Vino. Tidak hanya pelukan, Vino juga mendaratkan kecupan mesra di kening gadis itu. Ada rasa kesal dan ingin marah karena seseorang menyentuh wanita yang masih dia cintai sampai detik ini, tetapi Davin sadar diri dia tidak berhak melakukan itu. Davin hanya bisa meredam hatinya yang panas agar bisa terlihat biasa saja di hadapan Selena, Vino, dan teman-teman mereka. Setelah memantapkan hati, Davin akhirnya turun dari mobil dan membawakan koper Selena yang tadinya berada di bagasi. "Tolong masukin ke dalam vila ya, Vin. Cepetan gabung, aku mau ngenalin kamu sama pacar aku." pesan Selena saat Davin berjalan mendekat. "Baik," jawab lelaki itu singkat. Jantung Davin berdenyut, sakit. Ya, pengakuan itu begitu menyakitkan. Davin membayangkan saat itu dia juga melakukan hal yang sama terhadap Selena. Pasti Selena juga merasakan apa yang dia rasakan saat ini. Sakit hati, tetapi merasa tidak berhak untuk melarang. "Koper kamu sudah aku masukin, Selena." Davin memberikan laporan. Dia berdiri dengan jarak kurang dari satu meter dari Selena dan Davin. Vino sempat memerhatikan penampilan Davin yang apa adanya. Sialnya, lelaki itu tetap tampak lebih keren dari dirinya. Vino mulai sedikit was-was kalau Davin merebut Selena darinya. Bagaimanapun, Vino merasa kalah telak dari Davin. "Yang, kenalin ... ini Davin, sopir aku yang baru. Davin, ini pacar aku, namanya Vino." Keduanya berjabat tangan. Vino bersikap senatural mungkin, tetapi Davin bisa merasakan ada sorot mata kebencian dari Vino. Davin bisa menebak, Vino pasti merasa tersaingi olehnya. "Kalau begitu, aku bergabung dengan yang lain untuk menyiapkan tempat," Davin berbalik dan berjalan mendekat ke arah teman-teman Selena. "Woy Bro, apa kabar! Nanti malam siap minum lagi?" Radit menghampiri dan menepuk pundak lelaki itu lumayan keras. Sikap Radit membuat Davin merasa mengenal lelaki itu dalam waktu yang lama. "Baik, Dit! Asal itu membuat Selena senang, aku tentu akan melakukannya." jawab Davin tanpa sadar. "Maksud lo?" Radit mencoba mengoreksi apa yang Davin ucapkan. "Maksudnya, Selena majikan aku, apapun yang aku lakukan harus sesuai dengan apa yang dia inginkan sebagai bentuk, aku menghormatinya." Davin pikir jawaban itu cukup untuk menyamarkan perhatiannya pada Selena. "Oh gitu. Gue pikir lo ada rasa sama Selena." "Ya nggaklah, dia kan majikan aku." elak Davin. Rasa itu selalu ada di dalam hati Davin. Sejak perpisahan mereka beberapa tahun lalu, rasa itu terus menghantuinya. Davin telah berusaha cukup keras untuk melupakan Selena, tetapi tidak semudah itu. Davin semakin dihantui rasa bersalah yang sedikitpun tidak berkurang. "Nggak masalah, Bro. Selagi Selena juga suka sama lo, kalian pantas aja buat bersatu. Sudahlah, kita selesaikan saja dulu persiapan ini, ayo!" Davin bernapas lega karena pada akhirnya Radit mengakhiri pembahasan mengenai dirinya dan Selena. "Davin, bantuin gue dong. Berat, nih." Sera yang sedang mengangkat kotak berisi daging dan sosis meminta bantuan pada Davin dengan nada genit. "Apaan sih, genit banget, nggak bisa lihat cowok bening dikit." Galang merebut kotak yang ada di tangan Sera, sementara Davin hanya menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua lalu mulai membantu merapikan tempat. Sesekali Davin mencuri pandang ke arah Selena dan Vino yang tengah duduk berdua tidak jauh dari mereka. Ingin menggantikan Vino? Jelas, tetapi Davin bisa apa selain merelakan Selena bersama orang yang dicintainya? Davin menganggap ini adalah masa untuk dirinya memaknai artinya kehilangan dan juga perjuangan. Dia pernah berada di posisi Vino, pernah menjadi orang yang sangat Selena sayangi, tetapi dirinyalah yang terlalu kekanakan dan membuang kesempatan itu begitu saja. Karma berlaku, dan Davin merasa pantas untuk menerima semua ini. "Vin, lo beneran jomlo?" Sera yang tiba-tiba muncul di belakang Davin membuat lelaki itu terkejut. "Jomlo lah. Kalau punya pacar, mana bisa jadi sopir Selena?" Sera baru teringat kalau yang memberi ide pada Selena adalah dirinya. "Sayang banget cowok seganteng lo jomblo. Mau jadi cowok gue nggak?" ledek Sera. "Sori, aku nggak minat jadi pacar kedua." Davin terkekeh. "Siapa tahu kan, lo mau. Gue ini cewek yang romantis, lo pasti nggak akan bosen kalau pacaran sama gue." Sera masih berusaha menggoda Davin. "Sera, udah stop! Lo nggak bosen-bosen godain Davin." Galang menarik Sera menjauh dari Davin. Lelaki itu tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan Sera setelah ini. Pandangan matanya tertuju pada Selena. Note: Hallo para pembacaku tersayang. aku cuma mau kasih tahu kalian kalau karyaku My Hot Driver ini ekslusif hanya ada di Dreame/Innovel. Jika kalian menemukan karyaku ini di tempat lain, itu artinya kalian sedang membaca karya bajakan. Sebagai penulis asli dari n****+ ini tentu saja aku tidak pernah merelakan tindakan pembajakan tersebut begitu saja. Bagi kalian yang sedang membaca karya ini juga dilarang untuk menyebarluaskan dalam bentuk PDF/SS, karena tindakan kalian termasuk dalam kategori pembajakan dan bisa dikenakan pasal yang otomatis berurusan dengan kepolisian. Teruntuk kalian yang sudah baca My Hot Driver dari bab awal hingga tamat aku ucapkan banyak terima kasih. Salam sayang untuk kalian semua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD