Perjalanan telah memakan waktu lebih dari tiga puluh menit. Mereka berdua memasuki wilayah jalan berkelok yang di sisi kiri dan kanannya dipenuhi pepohonan. Hawa sejuk mulai terasa saat Selena membuka kaca mobil. Sudah hampir dua tahun Selena tidak berkunjung ke puncak, dia melihat banyak sekali perubahan. Sesekali dia melihat pondok-pondok warga, meskipun jaraknya lumayan berjauhan.
Terakhir kali, Selena pergi ke puncak bersama Vino, kekasihnya. Namun, akhir-akhir ini Vino disibukkan dengan pekerjaan dan hampir tidak memiliki waktu untuk Selena. Sekalinya bertemu, lelaki itu meminjam sejumlah uang dengan alasan untuk memperbesar usahanya. Belakangan, Vino memang menunjukkan sebuah toko alat mobil dan motor yang lumayan besar pada Selena, oleh karena itu Selena percaya untuk meminjamkan sejumlah uang tabungannya pada Vino.
Sesekali Selena memandangi lelaki yang menyetir untuknya. Harusnya Vino yang berada di sana, bukan Davin. Hal ini membuat Selena sedikit tersadar, mulai ada kehampaan yang menerpa hubungannya dan Vino. Ada celah yang mulai membuat jarak antara dia dan lelaki itu kian jauh. Sungguh, Selena ingin mengetahui alasan sebenarnya, dia mulai tidak percaya pada Vino, benarkah lelaki itu sibuk dengan pekerjaannya?
Hari ini saja, kalau bukan karena Selena memberikan iming-iming hadiah spesial di ulang tahunnya, Vino menolak untuk menemuinya di puncak. Selena mengalah dan memelas pada Vino, hingga lelaki itu luluh dan menuruti keinginannya. Seiring waktu, gadis itu semakin kesulitan mendapatkan perhatian Vino. Lelaki itu sudah jauh berubah, semenjak usahanya sedikit lebih maju.
Sebagai seseorang yang mencintai Vino, Selena terus berusaha untuk mengerti kekasihnya itu. Baru hari ini, di sisi Davin, di mobil yang sama dengan lelaki lain, Selena menyadari kalau dirinya sangat bodoh. Dia berjuang sendirian, berusaha mengalihkan dunianya untuk Vino, sementara lelaki itu semakin tenggelam dalam dunianya sendiri. Selena tersenyum kecut, gadis itu merasa dirinya telah dibodohi.
"Apakah seorang lelaki saat sibuk akan melupakan kekasih mereka? Apakah lelaki jika sudah sibuk tidak ada waktu lagi untuk menemui pacar mereka?" gumam Selena dengan intonasi jelas, matanya melirik Davin, berharap lelaki itu mampu menjawab kegundahan hatinya.
"Kalau lelaki itu aku, tentu saja tidak. Aku akan menyisihan waktuku meskipun hanya lima menit untuk menemui wanita yang aku cintai. Setiap hari, meskipun hanya lima menit, aku harus melihat senyumannya. Karena bagiku, setelah aku jatuh hati pada seorang gadis, aku harus jatuh cinta padanya setiap hari." jawab Davin tanpa memalingkan wajahnya.
"Apakah jika itu terjadi, lelaki yang selalu sibuk sebenarnya hanya sedang berbohong? Mereka sedang mengelabui wanitanya supaya memiliki waktu leluasa untuk mendekati wanita lain?" tanya Selena lagi.
"Bisa jadi, bisa juga tidak. Mengapa kamu mendadak serius dalam hal cinta seperti sekarang? Bukankah beberapa menit yang lalu kamu masih mengatakan bahwa aku tidak pernah serius jatuh cinta pada pasangan?" Davin berusaha mengingatkan pada Selena bagaimana wanita itu mengatakan semuanya.
"Aku baru saja bodoh. Aku tersadar, sepertinya selama ini aku terlalu banyak berkorban segalanya untuk Vino. Aku selalu mengerti dia di setiap keadaan, tetapi tidak sebaliknya. Akhir-akhir ini aku tersisih. Dia tidak lagi seperti dulu. Dia hanya menemuiku saat ingin mendapatkan bantuanku. Apa itu normal?" Selena kembali mengajukan pertanyaan. Davin menghela napas.
"Selena, jangan terlalu berlebihan dalam berpikir. Belum tentu dugaanmu itu benar. Bisa jadi itu karena efek kamu kesal pada Vino atau ada sesuatu yang membuatmu mengenang dia. Jangan mengambil keputusan dengan terburu-buru, itu tidak baik. Kalau misalnya dugaanmu itu salah, nantinya hubungan kalian yang menjadi taruhan." Seandainya Davin jahat, dia pasti akan menghasut Selena untuk meninggalkan Vino dan mengambil kesempatan baik ini. Hanya saja, Davin tidak ingin curang. Dia rela melakukan segalanya untuk kebahagiaan Selena. Anggap saja, sebagai balasan kebodohannya di masa lalu.
"Hmm, semoga saja." Selena tampak pasrah. Dia juga berharap semuanya hanya buah dari pikiran kacaunya saja.
Langit perlahan mendung. Seolah awan pun ikut merasakan kegundahan hati Selena. Beberapa saat kemudian, gerimis mulai turun membasahi jalan berkelok yang tengah mereka lalui. Semakin lama, hujan semakin lebat. Mendadak mobil berhenti. Beruntung mereka berada di area yang datar.
"Yah, pakek mogok lagi. Kalau begini, bisa-bisa keduluan Vino yang sampai lokasi." keluh Selena.
"Biar aku cek sebentar, siapa tahu langsung bisa hidup. Kamu tunggu di sini." pesan Davin seraya membuka pintu mobil.
"Tapi di luar hujan, kalau kamu masuk angin gimana?" Selena tidak tega membiarkan Davin memeriksa mobil dalam keadaan hujan lebat.
"Asal kamu bisa sampai puncak tepat waktu, itu nggak masalah, Selena." Davin segera keluar dari mobil, kalimat yang baru saja diucapkan oleh Davin berhasil menyihir Selena. Gadis itu mendadak berangan, bagaimana kalau seandainya Davin yang menjadi kekasihnya.
Davin membuka kap mobil Selena dan memeriksa beberapa bagian mesin di balik sana. Selena memerhatikan dari dalam mobil dengan seksama. Pakaian Davin yang basah membuat lekuk tubuh lelaki itu tercetak jelas. Davin memang sangat seksi, Selena nyaris tidak berkedip saat memerhatikan bagian d**a dan lengan Davin yang membayang jelas.
Mendadak Selena teringat dengan payung yang tersimpan di laci dashboard. Dia segera mengambilnya dan keluar, berniat memayungi tubuh Davin meskipun telah terlanjur basah kuyup. Saat Selena berada tepat di sisi Davin, lelaki itu mengalihkan perhatian padanya. Berhentinya tetesan air yang membasahi dirinya membuat Davin sadar tentang keberadaan Selena.
"Aku sudah memintamu untuk menunggu di dalam, mengapa kamu tetap nekat keluar dari mobil? Kalau ada yang sakit diantara kita, biarlah orang itu aku. Sekarang masuklah, Selena. Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat." Dengan bibirnya yang mulai memucat karena kedinginan, Davin berusaha untuk mengusir Selena.
"Tidak, Vin. Biarkan aku di sini. Beberapa hari ini, kamu membuat hidupku lebih menyenangkan. Sesekali, aku juga ingin melakukan sesuatu untukmu." Selena tersenyum. Davin terpesona, seandainya bisa, Davin ingin sekali memeluk Selena. Sayangnya, statusnya kini tidak bisa membuatnya bisa berbuat gegabah. Dia telah dipercaya oleh Burhan untuk menjaga anaknya, bagaimana kalau sampai Selena mengadukan sikap tidak pantasnya pada Burhan, hancurlah reputasi dan rencananya.
"Baiklah kalau kamu memaksa, tetapi sebelum itu, berjanjilah kamu tidak akan sakit karena ini." Davin segera meyelesaikan tugasnya. Dia buru-buru menepis pikiran m***m yang mulai menjalar di kepala.
"Kamu harus tahu, aku suka hujan dan aku tidak mungkin sakit hanya karena terkena percikan seperti sekarang." Selena meyakinkan Davin.
Gadis itu memang sangat suka hujan. Ada kenangan indah bersama Raka yang terselip dalam setiap tetes hujan yang turun. Hal itu satu-satunya yang paling Selena rindukan bersama Raka.
"Oke, aku mencoba untuk percaya dengan kalimatmu." Davin tidak ada pilihan lain selain membiarkan Selena memegangi payung untuk melindunginya dari tetesan hujan. Hati lelaki itu sedikit berbunga karena dapat merasakan sedikit perhatian dari wanita itu.
Note:
Hallo para pembacaku tersayang. aku cuma mau kasih tahu kalian kalau karyaku My Hot Driver ini ekslusif hanya ada di Dreame/Innovel. Jika kalian menemukan karyaku ini di tempat lain, itu artinya kalian sedang membaca karya bajakan. Sebagai penulis asli dari n****+ ini tentu saja aku tidak pernah merelakan tindakan pembajakan tersebut begitu saja. Bagi kalian yang sedang membaca karya ini juga dilarang untuk menyebarluaskan dalam bentuk PDF/SS, karena tindakan kalian termasuk dalam kategori pembajakan dan bisa dikenakan pasal yang otomatis berurusan dengan kepolisian. Teruntuk kalian yang sudah baca My Hot Driver dari bab awal hingga tamat aku ucapkan banyak terima kasih. Salam sayang untuk kalian semua.