bc

Labeldo & Underground World

book_age16+
151
FOLLOW
1K
READ
adventure
tragedy
no-couple
mystery
ambitious
like
intro-logo
Blurb

Labeldo, sebuah julukan yang diberikan pada seseorang yang telah berhasil melewati wilayah kesengsaraan. Konon, jumlah Labeldo di dunia ini tidak lebih dari sepuluh orang, dan di antara mereka bersepuluh, ada yang benci, syukur, malu, sombong, dan takut pada gelar mereka sendiri.

Dan cerita ini akan berfokus pada Sakugo Kiwasaki, siswa SMA yang mewarisi gelar Labeldo dari ayahnya. Sakugo tidak tahu apa-apa mengenai Labeldo atau semacamnya, selama ini, dia hidup seperti orang biasa sampai akhirnya seorang gadis menemuinya dan mengungkapkan semua itu padanya di jalan pulangnya saat sore hari.

Karena ayahnya telah meninggal, Sakugo tidak tahu harus marah pada siapa, dia benci pada julukan Labeldo di dirinya, yang lebih mengejutkannya lagi, gadis misterius itu berusaha mengajaknya untuk pergi ke wilayah kesengsaraan agar dia bisa sadar betapa hebatnya para Labeldo yang telah melewati tempat itu.

Tetap saja, Sakugo tidak mau menerima kenyataan. Dia ingin kembali hidup seperti manusia normal yang menghabiskan waktu dengan kegiatan-kegiatan biasa.

Lantas, apakah Sakugo akan terus begitu?

Penasaran?

Simak kisahnya!

chap-preview
Free preview
Labeldo - 01
Labeldo, sebuah julukan yang diberikan pada seseorang yang telah berhasil melewati wilayah kesengsaraan. Konon, jumlah Labeldo di dunia ini tidak lebih dari sepuluh orang, dan di antara mereka, ada yang benci, syukur, malu, sombong, dan takut pada gelar mereka sendiri. Dan cerita ini akan berfokus pada Sakugo Kiwasaki, siswa SMA yang mewarisi gelar Labeldo dari ayahnya. Sakugo tidak tahu apa-apa mengenai Labeldo atau semacamnya, selama ini, dia hidup seperti orang biasa sampai akhirnya seorang gadis menemuinya dan mengungkapkan semua itu padanya. Karena ayahnya telah meninggal, Sakugo tidak tahu harus marah pada siapa, dia benci pada julukan Labeldo di dirinya, yang lebih mengejutkannya lagi, gadis misterius itu berusaha mengajaknya untuk pergi ke wilayah kesengsaraan agar dia bisa sadar betapa hebatnya para Labeldo yang telah melewati tempat itu. Tetap saja, Sakugo tidak mau menerima kenyataan. Dia ingin kembali hidup seperti manusia normal yang menghabiskan waktu dengan kegiatan-kegiatan biasa. *** Jam beker berdering di atas nakas samping ranjangnya, suaranya menjerit-jerit seakan membentak manusia yang tengah terlentang di atas kasur untuk segera bangun dari mimpi busuknya. Pemuda yang memiliki rambut berwarna merah pekat itu perlahan membuka kelopak matanya dan mengucek kotoran yang menyelip di sudut-sudut matanya. Bangun dari tidurnya, dia duduk beberapa menit dengan napas bau dan menguap lebar, rambut merahnya berantakan seperti terkena setruman. Sudah mengumpulkan energi dengan melamun sesaat, dia langsung turun dari kasurnya dan berjalan sembari tangannya menggaruk-garuk pantatnya. Kakinya membawanya ke jendela kamar untuk membuka gorden yang telah bersinar dan ketika dibuka, pandangannya menyipit karena cahaya matahari yang terlalu silau telah masuk dan menyakiti penglihatannya, namun, sedikit demi sedikit, dia fokuskan tatapannya menuju dunia luar yang penuh dengan keramaian, gedung-gedung menjulang tinggi, suara-suara mobil dan motor di jalan raya meraung-raung, burung-burung yang bercicit ria beterbangan melewati jendelanya, dan terik mentari yang begitu panas telah membuat kota Amelda semakin hidup. Senyuman terpatri di wajahnya. Sakugo Kiwasaki, itulah nama pemuda yang kini sedang melihat kebisingan kota di balik jendela kamarnya. "Berisik seperti biasanya, itulah Amelda." *** Dengan mengenakan seragam sekolahnya yang terdiri dari kemeja putih yang digantungi dasi kotak-kotak berwarna hijau, dengan celana panjang yang warnanya sama seperti dasinya, Sakugo sudah siap untuk berangkat ke sekolahnya, buktinya dia sangat percaya diri memandang pantulan dirinya di cermin kamarnya. Sakugo merupakan siswa SMA, kesehariannya sebagai pelajar tidak jauh berbeda seperti pelajar-pelajar pada umumnya, dia berangkat sekolah pada pagi hari, mengikuti pelajaran di kelas, makan siang di kantin bersama temannya di siang hari, dan pulang pada sore hari. Mungkin, yang bisa membedakan Sakugo dengan siswa-siswa lain adalah jaketnya. Walaupun dia mengenakan seragam sekolahnya, Sakugo selalu menutupinya dengan jaket abu-abu yang berbulu di bagian tudungnya. Bukan karena tidak percaya diri atau apa, hanya saja, jika dia tidak memakai jaket kesayangannya itu, Sakugo merasa tidak nyaman. Itulah yang menjadi ciri khasnya di sekolah, hingga teman-temannya pun sudah hafal soal itu. Bicara tentang Sakugo, dia juga memiliki perbedaan-perbedaan lain dari teman-temannya. Salah satunya adalah hidupnya, ketika teman-teman sebayanya hidup bersama keluarga mereka masing-masing, Sakugo hidup sendirian di apartement. Ayahnya telah meninggal lima tahun yang lalu sementara ibunya pergi bekerja ke luar negeri dan sampai sekarang belum ada kabarnya. Mengenai biaya kehidupannya, wali kota sudah menanggungnya sampai Sakugo lulus SMA, setelah itu, barulah dia menanggung beban hidupnya sendiri. "Selamat pagi, Sakugo-kun!" sapa teman-temannya ketika Sakugo berjalan di koridor sekolah. Sakugo menanggapi mereka satu persatu dengan senyuman tipis khas orang yang masih mengantuk. Setelah sampai di kelasnya, Sakugo langsung tidur-tiduran di mejanya, mengabaikan sapaan dari penghuni-penghuni kelasnya. Jelas sekali, Sakugo sebenarnya malas untuk pergi ke sekolah setelah dia menikmati waktu liburannya yang panjang. Apa boleh buat, ini demi masa depannya. Jika dia tidak sungguh-sungguh belajar di sekolah, maka uang dari wali kota untuk membiayai kehidupannya pasti akan ditarik kembali karena Sakugo tidak layak untuk diberi bantuan. Itu tidak boleh terjadi, bagaimana pun juga, Sakugo tidak mau kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhannya, di samping itu, sekolahnya pun tidak mengizinkan siswa-siswanya untuk bekerja paruh waktu. Tidak ada cara lain selain berpura-pura semangat untuk sekolah agar citra dirinya di hadapan masyarakat tidak tercoreng. "Hah~ Andai saja aku ini lahir dari keluarga kaya, mungkin aku tidak perlu repot-repot pergi ke sekolah b****k ini." gumam Sakugo dengan mata terlihat sayu dan suaranya yang begitu pelan. Namun, sepelan apa pun Sakugo berkata, Rakura, gadis yang duduk di depannya selalu bisa mendengarnya. "Sakugo! Jangan bilang begitu! Tidak mensyukuri hidup adalah tindakan yang buruk," celoteh Rakura dengan menatap tajam mata Sakugo. "Ngomong-ngomong, kenapa dengan kantung matamu itu? Kau begadang lagi, ya?" Mendengar pertanyaan itu membuat Sakugo memiringkan kepalanya. "Apa maksudmu?" respon Sakugo dengan malas. "Aku tidak begadang. Seingatku aku tidur jam tiga pagi, menurutku itu normal." "Normal gundulmu!" Rakura berbalik badan ke meja Sakugo dengan berdiri dari kursinya. "Pokoknya aku tidak mau tahu! Kau tidak boleh malas-malasan sekarang! Sebagai ketua kelas, aku tidak akan mengizinkanmu bermalas-malasan!" Kedua mata Sakugo terbelalak, kurang ajar sekali ucapan Si Ketua Kelas Rakura yang melarangnya untuk bermalas-malasan hari ini. Sialan sekali, Sakugo sampai greget ingin menumpahkan kekesalannya pada gadis berambut cokelat panjang itu, tapi dia tidak bisa karena lelaki tidak boleh berkelahi dengan perempuan. Menyebalkan sekali. Terpaksa, Sakugo menegakkan kepala dan tubuhnya untuk mengikuti pelajaran seperti biasanya, walau rasa kantuk terus menyelimutinya, Sakugo tetap berusaha untuk membuka lebar-lebar matanya agar Rakura tidak menghukumnya. Semua orang di kelas sudah hafal betul sikap Rakura yang tegas pada peraturan. Apa pun yang dikatakannya mutlak dan tidak bisa diprotes. Rasanya seperti berada di neraka. *** Bel pulang bergema di sekolah, seluruh guru mengakhiri kegiatan mengajarnya untuk dilanjutkan esok hari sementara para siswa bersiap-siap untuk segera pulang, mereka membereskan barang-barangnya yang berserakan di meja masing-masing untuk dimasukkan ke dalam tas. Ketika para siswa berhamburan keluar dari kelas dengan membawa dengung obrolan yang ramai, Sakugo malah ketiduran di kelasnya sendirian. Bunyi serangga di sore hari membangunkannya dari tidur nyenyaknya, Sakugo terkejut karena kelas tiba-tiba kosong dan suasana sekolah terdengar sangat sepi, tidak salah lagi, ini sudah jam pulang sekolah. "Kenapa bocah itu tidak membangunkanku sih?" Sakugo mengomel sendirian sembari memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas, orang yang dia bicarakan adalah Rakura. "Bukankah sebagai ketua kelas, seharusnya dia membangunkan temannya yang sedang tertidur, tapi dia malah seenaknya pergi. Ggrr." Mencoba melupakan kekesalannya terhadap Rakura, Sakugo langsung menenteng tas ranselnya dan berjalan meninggalkan kelasnya, suara langkah kakinya di lapangan sekolah terdengar begitu nyaring karena keadaannya sedang sangat sepi. Bahkan hari sudah mulai gelap, Sakugo benci pulang di jam-jam begini karena sudah pasti bakal banyak berandalan yang nongkrong di gang-gang gelap yang akan dilewatinya untuk ke apartemen. Beruntungnya Sakugo pergi ke sekolah selalu dengan sepeda, mungkin dengan meningkatkan kecepatan menggoesnya, dia pasti dapat melintasi gang-gang gelap dengan aman tanpa harus takut dijadikan bahan percobaan oleh para berandalan. Wuuushh!!! Saat bokongnya sudah mendarat di jok sepeda, kedua kaki Sakugo langsung menggoes kendaraan itu dengan kencang dan sepeda itu meluncur dengan sangat cepat dan gesit, melewati tempat-tempat yang biasa ia lintasi, napasnya menderu kencang saat menyadari kalau para berandalan sudah berkumpul ria di depan gang kecil yang akan dia masuki. "Merepotkan sekali." ucap Sakugo dengan menarik napas dalam-dalam, lalu dengan kenekatan yang luar biasa, dia menerjang para manusia bodoh itu dan membiarkan sepedanya melompat tinggi, melewati kepala-kepala berandalan yang terlihat kaget dengan aksi Sakugo yang tak biasa. Ketika ban sepedanya mendarat dengan tepat, Sakugo langsung kembali menggoes kendaraan mungil itu dengan cepat agar para berandalan tidak mengejarnya. Sepuluh menit telah terlewati dan dia sudah sampai di depan pintu kamarnya, tentu saja dengan d**a yang kembang kempis, napas tak beraturan dan keringat membasahi bajunya. Yang tadi benar-benar menegangkan, bahkan dia sendiri pun tak sadar karena telah berhasil melintasi gang yang dipenuhi oleh para berandalan busuk itu. Biasanya Sakugo akan gemetar ketakutan di awal dan berakhir pulang dengan wajah babak belur, tapi sekarang tidak, dia sudah berani untuk mengabaikan mereka semua. Sebuah pencapaian yang tak terduga. Sakugo tersenyum sendiri mengingat aksi-aksi kerennya sembari lengannya membuka pintu kamar, pintu pun terbuka dan tak terduga, di dalam kamarnya, ada sosok seorang gadis berambut pirang panjang dengan kulit pucat yang sedang duduk malu-malu di atas ranjangnya. "Selamat datang, Sakugo Kiwasaki," Suara gadis itu terdengar sangat lembut. Mata Sakugo terbelalak melihat gadis asing itu menyapanya. "Aku tahu ini mengejutkan, tapi bisakah kau tunda dulu pertanyaan mengenai 'siapa aku' dan 'kenapa aku bisa ada di kamarmu' karena itu buang-buang waktu. Singkat cerita, aku datang kemari ingin memberitahumu bahwa waktumu sebagai manusia biasa sudah berakhir, sekarang kau harus belajar menerima jati dirimu yang sebenarnya, aku akan menjelaskan semuanya padamu dan setelahnya, kau harus ikut denganku menuju wilayah kesengsaraan." "H-HAAAAAAAH!?" Sakugo berteriak saking kagetnya mendengar ucapan gadis itu. BERSAMBUNG...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Wolf Alliance Series : The Path of Conquest

read
40.6K
bc

The Legend Of The Wolf Alliance

read
57.5K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
91.7K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
22.3K
bc

Wolf Alliance Series : The Gate of Sin

read
41.1K
bc

The King's Slave (Indonesia)

read
188.8K
bc

Delivery Love (Indonesia)

read
950.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook