Blue Butterfly

1101 Words
Seperti kupu-kupu biru yang beterbangan di taman, apakah kita ditakdirkan seperti itu? Terlihat cantik di antara kupu-kupu yang lain. =*= Lonceng penanda pelajaran berakhir sudah berbunyi. Lara tidak juga menampakkan batang hidungnya di kelas. Kedua sahabatnya mulai gusar. Bahkan Celin, meskipun dia terlihat acuh pada Lara, tapi kekhawatiran terlihat dari matanya yang berkali-kali memandang ke luar jendela kelas. "Lara beneran bolos, ya? Kira-kira dia ke mana, ya, Ay?" bisik Celin dari bangku belakang Ay. "Kirain kamu nggak khawatir ma dia." "Bukan gitu, Ay. Aku emang kesal soal Radian. Tapi seperti katamu, Lara hari ini keliatan beda. Bahkan tadi dia minjem uang kamu. Itu bukan Lara banget. Menurut kamu, Lara kenapa, ya?" "Aku nggak tau. Tapi kita bisa tanya sama orangnya nanti kalau ketemu. Yuk, beredar!" "Kita nggak nyari Lara?" "Cel, kalau orang lain yang hilang bakal susah ditemukan. Tapi kalau Lara, dia jatuh pun banyak yang bakal nolong." Celin manggut-manggut mendengar penuturan Ay. Di sekolah ini, siapa yang tidak mengenal Lara? Dari kelas satu sampai kelas tiga. Dari tukang parkir sampai penjaga kantin. Bahkan kalau kecoa dan cicak bisa berbicara, mereka bakal memberi tahu semua informasi tentang Lara dari A-Z. Kadang-kadang Celin dan Ay saja heran, bagaimana bisa orang lain lebih tahu tentang diri Lara dibanding dengan mereka sahabatnya, atau bahkan Lara sendiri. Semua tentang Lara memang fenomenal. Cewek-cewek di sekolah saja sampai bertaruh apa warna celana dalam Lara hari ini. Benar kata Ay, jika Lara terjatuh, banyak orang yang akan mengulurkan tangan padanya. Lara bukan cewek yang mudah hilang, penampilannya terlalu mencolok untuk dibilang biasa. ”Celin! Ayna! Tunggu!” Seseorang berlari sepanjang lorong kelas dua. Rambut ekor kudanya bergerak ke kiri dan ke kanan. Napasnya megap-megap ketika dia sampai di depan Celin dan Ayna. “Ada apa, Ka? Mau membujuk kita lagi supaya menerima kamu?” Suara ketus Celin menyambut kedatangan gadis itu. Rika memang sudah lama ingin bergabung dengan geng Lara yang mendapat julukan Blue Butterfly. “Forget it! Kalian pasti belum mendengar berita yang satu ini. Super heboh! Hot gossip!” Ayna menarik gadis itu ke dinding. “Sebaiknya kamu cerita. Jangan bertele-tele. Tentang siapa?” Gadis itu menarik napas dalam-dalam. Gayanya dipaksa berwibawa seolah dia utusan yang akan menyampaikan berita penting. “Ehem!” Gadis itu berdehem untuk menjernihkan tenggorokannya. “Ini tentang Lara. Dia terlihat di bukit belakang sekolah saat jam pelajaran tadi.” Celin menarik lengan gadis itu. “Kamu jangan bohong, ya, Ka! Ngapain Lara ke bukit belakang?” “Aku nggak bohong, kok. Ada yang lihat dia berjalan melintasi lapangan sebelum jam pelajaran mulai. Tapi itu belum apa-apa dibanding berita yang satu ini.” “Apa?!” tanya Celin dan Ayna bersamaan. “Ada yang melihat Lara dan Ceko berduaan di sana. Dan sepertinya mereka berciuman,” ujar gadis itu setengah berbisik. Serempak Celin dan Ayna membelalakkan mata. “Hati-hati kamu kalau nyebarin gosip, Ka. Mulutmu lebih berbahaya dari reputasi kami,” kata Celin tajam. “Aku hanya menyampaikan apa yang dibilang anak-anak. Kalian tahu sendiri, kan, berita tentang Lara cepat menyebar. Dan …, seharusnya kalian melihat wajah Ceko. Anak-anak berpikir …, Lara menampar wajahnya hingga bibirnya berdarah.” Celin melepaskan pegangannya di tangan gadis itu. Mendengar berita jika Lara pergi ke bukit belakang sekolah saja, membuat dia semakin yakin ada yang tidak beres dengan Lara hari ini. “Mending kamu cepat pergi dari hadapan kita, deh,” usir Celin. “Rika! Tunggu dulu.” Ayna menahan kepergian gadis itu. “Kabari kami jika ada desas-desus yang lain, ya.” “Sebaiknya kalian cepat temukan Lara. Jika gosipnya benar, berarti dia sedang mendekati masalah,” ujar Rika sambil berlalu dari hadapan mereka berdua. “Gimana, nih, Cel? Kamu percaya dengan berita itu?” Celin mengangkat bahu. Lara dan Ceko. Hampir tidak mungkin menyatukan mereka dengan damai. Apalagi berciuman? Bisa gempar satu kota. Sekarang saja satu sekolah sudah terlihat menggunjingkan masalah ini. Dan kalau Guru BP dengar, habislah Lara. Dia bisa masuk ke ruangan pesakitan untuk ditanyai macam-macam. Bisa ketahuan juga kalau dia membolos jam pelajaran. “Mending sekarang kita cari Lara, deh. Yuk!” ajak Celin. Menemukan Lara tidak semudah perkiraan mereka. Setiap orang yang ditanyai memberikan jawaban yang berbeda dan sok tahu. Sepertinya Lara terlihat hampir di setiap sudut sekolah. Yang benar saja! Memang dia tidak punya kegiatan lain apa, selain gentayangan ke sana kemari tanpa tujuan? Di kantin, Ayna dan Celin melihat Ceko duduk sendirian sedang menyeruput teh botol dingin. Mata setiap orang di kantin mencuri pandang ke arahnya. Tepatnya ke arah memar di sudut bibir Ceko. Mereka ingin memastikan kebenaran berita yang mereka dengar. Dan setelah melihat kondisi bibir Ceko, mereka terlihat puas dan manggut-manggut. “Pasti Ceko memaksa mencium Lara. Trus dijotos.” “Bisa juga Lara menggigit bibir Ceko.” “Nggak nyangka, ya? Lara ternyata begitu. Blue Butterfly apaan?” “Butterfly beneran, dong, ya? Kupu-kupu?” Tertawa nyinyir terdengar di sudut sekolah. Tidak sampai satu jam saja, sudah beredar gosip yang mengatakan jika sebenarnya Lara cewek yang bisa di pakai alias bisa di booking dengan tarif tinggi. Dan sekarang, karena sudah ketahuan boroknya, Lara meninggalkan sekolah untuk bersembunyi. “Lara ke mana, sih? Nggak mungkin, kan satu sekolah ini nggak ada yang melihat dia?” “Kita ke Kamar mandi, yuk!” “Kamu kebelet pipis?” “Ish! Bukan! Siapa tahu saat ini Lara sedang menangis di salah satu WC karena malu dengan keadaan yang menimpa dirinya.” “Kalau kataku, kita tanya sama Ceko saja, yuk!” “Celin! Kamu gila, ya? Aku nggak mau berhadapan sama cowok urakan itu. Lihat tampangnya! Serem!” “Dia nggak akan menggigit kita, Ay! Dia Cuma suka berantem sama anak cowok yang sok jagoan. Tapi kalau sama cewek manis kayak kita, dia pasti lumer, deh!” Celin menarik tangan Ayna hingga mereka berdua berdiri tepat di hadapan Ceko. “Ehem!” Celin berdehem berusaha menarik perhatian Ceko. Cowok itu hanya melirik sekilas lalu kembali menyedot teh botolnya pelan-pelan. “Halo! Kak, aku mau tanya sesuatu. Boleh?” Suara Celin sedikit bergetar, sementara Ayna memperhatikan sekelilingnya dan melihat jika orang-orang di kantin menghentikan aktifitas mereka tiba-tiba. Semua ingin tahu, apa yang akan terjadi antara Celin, Ayna dan Ceko. Mereka yakin, kedatangan Celin dan Ayna pasti ada hubungannya dengan Lara. “Kalian cewek-cewek cantik sebaiknya cepetan pergi dari hadapan gue. Apa kalian mau digosipin kayak temen kalian yang satunya?” “Apa yang terjadi sama Lara? Di mana dia?” Tiba-tiba Ayna punya keberanian untuk bertanya. “Gue nggak tahu.” Ceko berdiri dan bersiap meninggalkan Ayna dan Celin. “Apa benar kamu dan Lara ….” Ayna tidak melanjutkan perkataannya ketika Ceko menoleh ke arahnya dengan cepat.©
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD