Chapter 8 | Jangan Pernah Lepaskan Aku…

1189 Words
Chapter 8 | Jangan Pernah Lepaskan Aku… Kilas Singkat 3 Tahun Kemudian “Keluar!!” Ayn menyentuh tangan Lyn, menariknya meski Lyn menepis dengan segera. “Kau tidak dengar? Kubilang keluar!!!” Ayn menarik tangan Lyn dengan kasar. Lyn kembali menarik tangannya, hingga tanpa sadar jam yang dikenakan Ayn menggores tangan Lyn hingga berdarah. Lyn langsung berlutut di hadapan Arsene setelahnya. Dengan tangan yang penuh dengan cairan merah, Lyn menyentuh kaki Arsene. Arsene tengah mengenakan celana putih kala itu. “Arsene…” Lyn memanggil dengan suara lirih dan putus asa. “Maafkan aku…” Lyn mencengkram celana Arsene dengan kuat. “Maaf karena menjadi titik cacat dalam kehidupanmu” Lyn mendongak, dengan mata berair yang penuh luka, ia memohon pada Arsene. Mengemis belas kasihannya… “Kumohon…” Lyn menunduk, surai ikalnya menjuntai seraya kepalanya yang kehilangan tenaga. “Lyn…” Arsene berjongkok di hadapan Lyn, melirik Ayn yang juga menatap ke arah mereka berdua. Sambil menatap Ayn, Arsene menyentuh kepala Lyn dengan lembut. “Kau rela membuang kehidupan agungmu?” “Dunia barumu sebagai istriku…” “Apa kau, bersedia menukarkan seluruh hidupmu hanya untuk berada di sisiku?” Lyn mengangguk tanpa mengangkat kepalanya. Arsene tahu bahwa gadis itu masih terus menangis, dengan gigih berusaha menghentikan tangisannya. “Apa kau benci berada dalam kontrolku?” Lyn mengangkat kepalanya dan menggeleng dengan segera, menyentuh tangan Arsene dengan tangan berdarahnya—memohon dengan sungguh-sungguh pada pria itu. “Tidak apa-apa meski kau tidak menjadi satu-satunya?” Arsene bertanya lagi. Lyn diam selama beberapa waktu, merasakan sakit tanpa bergeming. “Aku hanya ingin menjadi salah satu wanitamu.” Lyn menggenggam tangan Arsene kian erat. “Kumohon…” “Jangan buang aku…” “Jangan pernah tinggalkan aku…” Arsene melepaskan genggaman Lyn, menyentuh pipinya dengan noda darah di tangannya yang mengotori wajah Lyn. “Jika kau meminta seperti itu…” “Sampai minatku hilang, kau tidak akan pernah bisa menemukan kedamaian.” “Maka bersiaplah, karena jika aku mengabulkannya, sepanjang hidupmu akan menjadi seperti itu.” Arsene menyeka air mata di pipi Lyn, cairan bening itu berganti merah karena noda di tangannya. Arsene saat ini sudah tersenyum sempurna. Lyn… Terlihat begitu cantik di matanya… “Meski kau mengatakan pada siapapun bahwa aku mengendalikanmu, mulai sekarang kau tidak boleh mendambakan kebebasan dan lepas dari kendaliku.” Lyn langsung mengangguk dengan patuh. “Karena kau setia, sayangku.” “Aku begitu suka saat kau juga penurut.” “Bahkan meski aku tidak mencintaimu…” “Lyn…” “Beri aku cinta yang kuat.” Pandangan suramnya menjadi sedikit lega saat Arsene mengatakan secara tersirat bahwa dia tidak akan membuang Lyn. Ayn mundur beberapa langkah, pandangannya menjadi kabur saat melihat semua yang terjadi. Ia melihat bagaimana Arsene memeluk Lyn dengan begitu lembut sambil mencengkram leher bagian belakangnya. Arsene melihat Ayn dan kembali menarik sudut bibirnya. “Kita menikah setelah aku mengurus perceraianku, akan bagus jika pernikahan dilakukan sebelum peresmian pembukaan pusat trauma baru. Sekarang pergilah, ada yang harus kulakukan bersama Lyn.” “Wanitaku…” Arsene mengangkat tubuh Lyn yang sudah menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Arsene. Ayn menahan Arsene yang hendak pergi sambil membawa Lyn. “Apa yang selama ini kau perbuat padanya?” Ayn bertanya tidak percaya. “Aku…” “Jangan mengharapkan hal semacam itu kulakukan untukmu!” Ayn menegaskan perkataanya. “Tentu saja tidak! Tempat ini, posisi sebagai pemujaku sejak awal adalah milik Lyn. Kau cukup duduk diam dan lakukan tugasmu sebagai istriku.” Ayn mengerjapkan matanya tidak percaya. “Kau menghancurkannya!!!” Teriak Ayn saat Arsene melewatinya. Langkah Arsene kembali terhenti dan ia menatap Lyn yang juga tengah menatapnya. “Aku menghancurkanmu hanya untuk memilikimu, apa tindakanku salah?” Arsene bertanya pada Lyn. Namun Lyn langsung menggeleng kecil dan tersenyum dengan manis. “Tidak” Arsene tersenyum sempurna mendengar jawaban Lyn. Arsene kemudian mempererat pelukannya dan kembali melanjutkan langkah. Membawa Lyn menuju kamar mereka. Arsene berhasil… Berhasil membalut Lyn dengan perlakuan dan perkataan manis, sambil mendorong dan mencekik Lyn. Mengunci Lyn untuk dirinya sendiri. “Apa yang kau perbuat selama tiga tahun ini?” Ayn bertanya dengan suara sedikit bergetar. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Padahal dari luar, keduanya terlihat normal. Terlihat cukup akur dan bahagia. Siapa sangka, hubungan mereka lebih seperti dewa dan pemujanya. Ayn berpaling, menatap keluar jendela dengan tangan mengepal kuat. “Apa yang terjadi selama tiga tahun ini?” “Apa yang kau lakukan?” “Sampai Lyn menjadi seperti itu?” “Arsene, apa yang sebenarnya kau lakukan?” Sementara itu, Arsene baru saja membaringkan Lyn di atas tempat tidurnya. Lyn terus menatap Arsene tanpa niatan mengalihkan pandangannya dari pria itu. “Matamu bengkak sayangku…” Arsene bergumam sambil mengusap mata Lyn dengan lembut. Lyn tidak menjawab dan terus menatap Arsene tanpa henti. “Kapan kita akan bercerai?” Lyn akhirnya menanyakan pertanyaan yang sudah mengganggu pikirannya. “Setelah kau kembali dari perjalanan bisnismu, lanjutkan jadwalmu sebagai relawan. Cukup berikan bantuan, dipotret beberapa kali dan kembali.” Arsene memberi instruksi, mendapati reaksi Lyn yang tidak terlihat begitu senang membuat Arsene tertawa kecil. “Kita bisa pergi berlibur ke villa dan menghabiskan waktu berdua di sana setelahnya.” Arsene menambahkan. Ia mengambil tisu basah dan menyeka wajah Lyn dengan hati-hati. “Lyn…” Lyn menyentuh tangan Arsene dan mencium tangan itu dengan lembut. “Kau sedang ketakutan.” Arsene berkomentar. “Arsene…” Lyn menaruh tangan Arsene di pipinya. “Jangan tinggalkan aku.” Arsene mengelus pipi Lyn dengan lembut dan mengangguk. “Meski kau tidak lagi menjadi istriku, aku berjanji akan menjadikanmu sebagai satu-satunya wanita bagiku.” Lyn menatap mata Arsene kian dalam. “Kau puas?” Arsene bertanya. Lyn masih menatapnya dan mengangguk setelahnya. “Sekalipun…” “Apa kau benar-benar tidak pernah mencintaiku?” Lyn kembali bertanya. Air muka Arsene berubah setelahnya. “Lyn…” “Hentikan omong kosongmu, ini perintah!” Lyn mengangguk dengan patuh tanpa penolakan. Arsene memperhatikan air muka Lyn, mengangkat tubuh itu dan membawanya ke kamar mandi. “Lagipula, kau tidak membutuhkan hal semacam itu saat aku membiarkanmu memilikiku kan?” Arsene mendudukan Lyn di meja wastafel dan mulai melepaskan pakaian Lyn dengan perlahan. “Aku akan membersihkan dirimu.” Arsene mengangkat tubuh polos Lyn dan memasukkannya ke dalam bak mandi dengan air dingin dan busa yang sudah tersedia. Lyn duduk diam saat Arsene mulai membasuh tubuhnya dan mengusap kulitnya dengan tujuan membersihkan. Ia beberapa kali mencium luka di tangan Lyn. Sentuhan lembutnya terasa begitu menyayat. Lyn masih terus menatap Arsene kala itu, Arsene yang di tatap sesekali akan melirik, tanpa memberikan respon khusus apapun. “Menjadi simpananku, apa itu melukai harga dirimu?” Arsene bertanya tanpa menghentikan kegiatannya. “Aku tidak punya itu…” Lyn menjawab. “Apa?” Arsene menatap mata Lyn dengan dalam. “Harga diri…” “Ahh, begitukah” Arsene menyentuh dagu Lyn dan mengangkatnya. Pria itu kemudian mendekat dan mengecup bibir Lyn singkat. “Lyn…” “Pisau tumpul cantikku Lyn…” “Kau tidak akan bisa lepas dari diriku selamanya…” Lyn mengangkat tangannya dan menyentuh tangan Arsene di dagunya. “Jangan pernah lepaskan aku” pinta Lyn dengan lirih. “Dengan senang hati, Lyn…” Kegelapan itu… Benarkah tidak ada akhirnya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD