Chapter 7 | Memohonlah Seperti Pisau Tumpul Cantik
Kilas Singkat 3 Tahun Kemudian
Pandangan Lyn menggelap, silau sorot lampu yang datang menghujannya menjadi alasan.
“Sebagai pewaris, apa rencana Anda dan suami Anda kedepannya?”
“Apa Anda sudah mengetahui terobosan dan langkah besar yang di ambil suami Anda?”
“Sebagai seorang penerus Nararya, bagaimana pandangan Anda mengenai krisis bencana yang terjadi? Kami dengar Anda sendiri yang akan pergi memimpin tim relawan. Apa isu itu benar?”
“Apakah Anda masih tidak bisa memegang pisau?”
Langkah Lyn terhenti, ia mengenali suara wartawan itu. Seorang pria dengan kacamata bulat berantai, dengan permata merah muda di kedua sisi kacamatanya.
Pertanyaan pria itu terlalu menusuk untuk senyuman manis yang diukir di wajahnya. Benar-benar tidak selaras.
Meski begitu, Lyn memilih mengabaikan semua pertanyaan yang datang.
Arsene bilang dia tidak perlu menjawab pertanyaan apapun dari wartawan.
Suaminya, bilang begitu…
Kehidupannya berbanding terbalik sejak ia menikahi Arsene. Lyn yang selalu hidup dalam bayangan kini menjadi pusat perhatian. Menjadi wajah baru Nararya, menjadi sosok paling diincar dalam dunia bisnis.
Mungkin…
Sebagai pintu…
“Lyn” Arsene menarik tangan Lyn dengan lembut, mengeluarkan Lyn dari kerumunan wartawan dengan menggunakan tubuhnya sebagai penghalang. Aroma Arsene, membuat Lyn memejamkan matanya, padahal hanya tiga hari tidak bertemu, tapi rasanya Lyn ingin masuk ke dalam pelukan Arsene dan berbaring tanpa melakukan apapun.
Pelukan suaminya, adalah pelukan paling hangat….
“Lyn, kemari.” Lyn menurut saat Arsene yang berhasil mengeluarkan dirinya dari kerumunan, mengarahkan dirinya memasuki ruang kerjanya di rumah sakit itu.
“Bagaimana perjalanan bisnisnya?” Arsene bertanya dengan suara lembut. Ia mengangkat tubuh Lyn dan mendudukkannya di meja dengan hati-hati.
Perjalanan bisnis…
Lyn tidak pernah membayangkan dirinya akan melakukan perjalanan bisnis atas nama Nararya. Lyn tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi orang yang lebih dipandang. Lyn tidak pernah membayangkan dirinya akan dihargai dan dihormati.
Hanya karena satu ikatan pernikahan, seluruh hidupnya berubah.
Hanya karena satu orang, semua orang berubah dalam memperlakukannya.
Karena Arsene, satu-satunya miliknya, suaminya.
Dunia Lyn, berubah sepenuhnya.
Dunianya sebagai istri Arsene, adalah dunia yang tidak pernah Lyn bayangkan.
Sebuah dunia dimana nama Lyn di agungkan, sosoknya dimuliakan dan dipandang dengan hormat.
Dunianya sebagai istri Arsene…
Tempat ini…
Adalah tempat Ayn…
Lyn merebutnya, tapi jika ia harus menjadi jalang untuk berada di pelukan Arsene.
Lyn, rela dengan semua itu…
“Arsene, suamiku…” Arsene memiringkan kepalanya dan tersenyum tipis.
“Kenapa? Ada apa dengan suara lemah itu? Aku bahkan belum melakukan apapun hem?” Arsene menyentuh surai Lyn dan melepaskan anting yang Lyn kenakan.
“Kenapa memakai yang tidak cocok untukmu?” Arsene menghapus lipstik di bibir Lyn dan mengelap jemarinya dengan kerah baju Lyn.
“Aku tidak suka warna ini.”
Arsene kini mendekat dan menghirup aroma Lyn, tersenyum saat menyadari Lyn mengenakan pewangi pilihannya.
“Lyn” Lyn tersenyum mendengarkan Arsene yang memanggilnya.
Panggilan itu, selalu membuat degup jantungnya berdebar.
“Lyn” Arsene semakin mendekat dan berbisik tepat di telinga Lyn.
“Lyn, istri cantikku…”
“Lyn…”
“Lyn milikku…”
“Iya, Arsene…”
Suara Arsene selalu membuatnya menjadi sesak.
Dari ketakutan…
Menjadi cinta buta…
Dan berakhir dengan ketakutan lagi…
Pandangan Lyn menggelap, pikirannya menguap, meninggalkan kalimat Arsene yang menyerap pada seluruh selnya.
“Kau yang membuatku memiliki sisi cacat dengan menikahi adikmu, dan sekarang kau memprotes atas tindakanku?” Suaranya terdengar dingin. Lyn seolah tidak mengenali suara itu, suara yang biasanya hangat dan memanjakannya.
Suara itu…
Suara Arsene?
Lyn tidak mengenalinya sama sekali.
“Persetan dengan semua itu b******n! Ceraikan dia! Sebagai gantinya aku akan kembali dan menikah denganmu!” Ayn berteriak.
“Begitukah?” Arsene bertanya.
“Lagipula, tempat itu sejak awal adalah milikku!” Ayn berteriak kian keras, melengking dengan suara parau yang terdengar menyakitkan.
“Terlebih, banyak batasan yang tidak bisa dilakukan pisau tumpul sepertinya. Bukankah kau pun merasa begitu? Karena itu kau tidak pernah berniat menikahinya sejak awal kan?” Arsene tidak menyangkal pertanyaan itu, seolah sepaham dengan perkataan Ayn.
“Kau menginginkan wanita yang setara denganmu sepertiku…”
“Untuk menyempurnakan hidup agungmu, harus ada sosok yang sama agungnya denganmu di sisimu…”
“Bukan gadis dengan pisau tumpul sepertinya.”
“Ceraikan dia…”
Ayn bersungguh-sungguh dengan perkataannya. Kesungguhan itu tergambar jelas dalam setiap penekanan kalimatnya.
Sementara Lyn yang mencuri dengar hanya bisa terdiam, Lyn mengepalkan tangannya dengan kuat. Takut dengan jawaban yang akan Arsene keluarkan.
“Lyn…” Arsene memanggil, gerakan kepalanya melambat–menoleh ke arah pintu tempat Lyn bersembunyi. Lyn tersentak, terkejut dan kehilangan tenaganya.
Meski begitu, kakinya melangkah masuk. Tunduk karena Arsene memanggilnya, seolah memintanya untuk masuk karena sudah mengetahui keberadaannya.
Kalimat yang lolos dari bibir Ayn begitu menyakitkan, penyangkalan yang tidak dilakukan Arsene seolah menambahkan garam pada luka basah yang Lyn derita.
Hal yang dimulai dengan salah, apa memang tidak akan berakhir baik?
“Lyn aku akan menceraikanmu…”
Lyn terdiam, kepalanya terasa berat dan nafasnya terasa tertahan. Kepalan di tangannya terlepas–kehilangan tenaga dengan pandangan yang kian buram.
“Apa…” Lyn mengangkat kepalanya, tetesan air mata sudah membanjiri kedua retina abunya. Lyn yang merasa pipinya basah akhirnya sadar akan alasan pandanganya yang menjadi buram.
“Apa kau pernah mencintaiku sekali saja?” Lyn bertanya dengan putus asa.
Arsene memiringkan kepalanya keheranan.
“Lyn…”
“Kau pikir aku peduli dan merasakan perasaan rendahan semacam itu?” Arsene menyentuh kepala Lyn dengan lembut.
“Meski begitu, waktu bersamamu, cukup menyenangkan.” Lyn menggigit bibirnya dengan keras. Rasa amis mulai terasa kala cairan merah menguasai bibirnya.
“Arsene…”
Lyn melangkah mendekat, menyentuh tangan besar yang biasa meraihnya, tangan Lyn bergetar kala itu.
“Arsene…”
Arsene melirik Lyn yang menatapnya dengan tatapan memohon. Retina biru tajam itu melihat ke bawah tanpa menurunkan dagunya.
“Kenapa?”
“Kau tidak mau kehilangan kehidupan barumu sebagai istriku?” Arsene bertanya sambil menyentuh tangan Lyn dan melepaskan tangan kecil yang terasa dingin dan bergetar itu.
“Arsene…”
Lyn memanggil lagi dengan putus asa.
Ia tidak tahu apa yang ingin dikatakannya, ia tidak mengerti dengan rasa kelu di pangkal lidahnya.
“Berhenti!!!” Ayn berteriak murka pada Lyn.
“Kumohon…” Lyn kembali menyentuh tangan Arsene, semakin putus asa.
“Lyn…”
“Jika kau tidak mengharapkan kejayaan dan kehidupan barumu yang agung sebagai istriku… Apa yang kau inginkan?” Arsene jelas memainkan suaranya. Pria itu tahu bahwa dia memegang kendali penuh pada situasi ini.
“Dirimu” Lyn menjawab tanpa jeda.
“Aku?” Arsene bertanya dengan senyuman tipis di bibirnya.
“Tapi aku tidak lagi menginginkanmu…” Arsene kembali melepaskan tangan Lyn.
“Arsene…” Lyn menatap Arsene dengan putus asa.
“Jika kau mau, berlututlah dan katakan kau ingin tetap di sisiku.”
“Dalam bentuk apapun dirimu…”
“Apa kau tetap mau berada di sisiku? Memohonlah…”
“Sebagai seorang pisau tumpul yang tidak diinginkan siapapun…”
“Memohonlah Lyn…”
“Memohonlah padaku, seperti pisau tumpul cantik.”
“Mengemislah untuk terus di sisiku…”
“Lyn…”