Setelah pertemuan dengan Venus berakhir, Saga yang masih duduk termenung di balik kemudi, tiba-tiba menghela napas dalam. Pikirannya semakin berkecamuk, kala perasaan janggal terus menggelayuti, sampai-sampai ia berpikir, tidak bisa hanya duduk diam saja. Saga perlu mencari tahu tentang keberadaan mantan istrinya dan apa yang telah terjadi sejak mereka bercerai. Pria itu tiba-tiba merasa bersalah atas apa yang terjadi, sampai-sampai timbul rasa ‘harus’ bertanggung jawab terhadap Venus, usai membaca percakapan perselingkuhan pada ponsel temannya itu.
Meskipun ragu-ragu untuk menggali masa lalunya, sambil mengemudikan mobilnya kembali ke kantor, Saga menelepon seseorang yang mungkin dapat memberikan petunjuk tentang mantan istrinya. Seorang teman dekat yang sampai detik ini masih memiliki kontak dengan wanita tersebut.
“Ky, lu dimana? Gue ganggu gak? Ada yang mau gue tanyain,” tanya Saga ketika panggilan terhubung.
“Gue lagi di kantor. Ada apa? Tumben serius gini, gak biasanya,” jawab pria dari seberang telepon sana.
Saga berbicara lebih lanjut. “Lu masih suka kontakan sama Manda, gak? Atau ketemu dia gitu?”
“Manda? Mantan bini lo maksudnya?”
“Iyalah, siapa lagi! Gue gak kenal Manda-Manda yang lain.”
“Udah jarang, sih. Dianya juga lagi sibuk kayanya. Terakhir ketemu, tuh, empat bulan yang lalu kalau gak salah, waktu bini gue mau ambil jaket Bintang yang ketinggalan. Kenapa, Ga?”
“Lu tau gak, dia lagi sibuk apa sekarang?” Saga malah balik bertanya.
“Yang gue denger dari Nadien, sih, dia udah gak kerja jadi pengacara, malah beralih ke bidang seni. Hmmm ... Seni lukis kalau gak salah,” jawabnya.
Saga merasa kerutan muncul di dahinya saat mendengar itu. “Seni lukis? Padahal dia gak bisa melukis. Kok bisa dia masuk ke dunia seni lukis?”
Pria bernama Nungky itu mulai menjelaskan lebih lanjut. “Gue gak tahu awal mulanya gimana, ya, Ga. Yang jelas, dia mulai melukis sekitar satu tahun lalu, setelah diterima kerja di perusahaan seni gitu. Tapi, untuk kabar lebih rincinya, mungkin lo harus tanya langsung sama Manda. Soalnya, dia juga gak cerita lebih detail sama Nadien.”
“Perusahaan seni apa?” tanya Saga lagi.
“LJ Moon Art Galery. Punyanya Lion Jhon Grup.”
Saga hanya mengembuskan napas panjang. Kali ini benar-benar cukup lama karena semua firasatnya tidak salah. “LJ Art ... LJ ... Astaga ... Manda ....” Gumaman pria itu benar-benar terdengar sangat pelan, bahkan hampir tak terdengar.
Namun, Nungky yang cukup jelas mendengar gumaman teraebut seketika bertanya dengan nada penasaran. “Kenapa? Apa ada yang salah? Kenapa LJ Art? Apa hubungannya sama Manda?”
Sembari memutar stir ke sisi kanan, tanpa sadar Saga menggelengkan kepala. “Entahlah. Gue sendiri masih belum yakin. Masih sebatas dugaan aja.”
“Ha? Dugaan apa? Lo ada masalah lagi sama Manda? Kenapa?”
“Gue lagi nyetir. Nanti gue telepon lagi, ya.”
Tanpa menunggu jawaban apapun dari Nungky, Saga pun segera memutuskan sambungan telepon agar pria itu tidak bertanya lebih jauh lagi. Bukan karena takut, namun lebih kepada belum adanya bukti yang dia dapatkan sebagai penguat dugaan saat ini.
Apa benar Manda adalah wanita itu?
Apa benar Manda yang menjadi biang keladi hancurnya rumah tangga Venus?
Sepanjang perjalanan pulang kembali ke kantor, entah kenapa Saga merasa waktu berjalan begitu lambat dan sangat melelahkan. Pikirannya benar-benar dipenuhi oleh gambaran Venus yang terluka, dan bayangan bagaimana masalah ini bisa merusak rumah tangga sahabatnya itu. Ia merasa kesalahannya malah semakin membesar, sehingga membuat Saga begitu marah terhadap dirinya sendiri atas segala yang telah terjadi.
“Kalau sampai dugaan gue benar, mungkin Venus akan lebih terluka lagi daripada saat ini. Dan itu artinya, guelah penyebab utama atas semua yang terjadi dalam hidupnya.”
Di sisi lain, rupanya Venus tidak langsung pulang ke rumah setelah berpisah dengan Saga. Ia malah memutuskan untuk bertemu dengan salah seorang teman lamanya, Moza, yang ternyata bekerja di perusahaan yang sama dengan sang suami, Aji.
Wanita itu ingin sekali mencari tahu lebih banyak tentang apa yang sedang terjadi di kantor, dan siapa-siapa saja orang-orang yang sedang cukup dekat dengan Aji, hingga kegiatan pria itu setiap harinya selama sepuluh jam–atau lebih–berada di kantor.
“Astaga, udah lama banget, ya, kita gak ketemu,” ujar Venus memulai percakapan.
Wanita cantik berkemeja merah itu mengangguk. “Bukan lama lagi, Ven. Anak kamu aja udah delapan tahun. Malahan, terakhir kita ketemu waktu nikahan aku,” jawabnya.
Sembari menyesap kopi dalam cangkir, Venus membalas, “jadi ibu rumah tangga memang gak semudah yang dibayangin waktu dulu. Susah banget nyari waktu luang buat me time kaya begini. Ada aja kerjaan rumah yang mesti dikerjain.”
“Tapi setidaknya, kamu bisa dua puluh empat jam bareng anak, ketimbang ibu karir yang cuma bisa ketemu anak di jam-jam pulang kerja atau libur aja. Kaya aku ini.”
Venus mengangguk. “Iya, sih, itu juga salah satu alasan aku tetap bertahan jadi seorang ibu rumah tangga.”
Awalnya, Venus mencoba untuk memulai percakapan dengan pembahasan sederhana tentang kehidupan masing-masing setelah memiliki status yang berbeda. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, tepat saat Venus menanyakan perihal hubungan rumah tangga Moza, pandangan mata wanita itu tiba-tiba menangkap sosok seseorang yang sangat ia kenali berjalan masuk ke kafe tersebut.
Ya ... Aji datang, dan dia tidak datang sendirian. Wanita yang berjalan di belakangnya bahkan terlihat menggenggam tangan Aji, dan mereka sangat bahagia jika dilihat dari seulas senyum lebar Aji saat berbicara dengannya. Namun sayang, wajah wanita itu tidak nampak jlbegitu jelas karena terhalangi tubuh kekar Aji. Sehingga ia hanya bisa melihat perawakannya saja.
Marah, kecewa, dan sakit hati.
Ya, perasaan itu yang kini bergejolak dalam diri Venus ketika mendapati hal tak terduga, juga pemandangan tak mengenakan tersebut. Ia berusaha menelan ludah dengan susah payah, hendak menenangkan diri. Tetapi, kerongkongannya mendadak kering, hingga sulit untuk bekerja.
Siapa wanita itu? Kenapa dia berani sekali berpegangan tangan dengan suamiku? Apa dia si emoticon cincin? Pemilik alat test kehamilan dalam saku jas Mas Aji?
Masih bergelut dengan berbagai pertanyaan dalam diri, Venus pun memutuskan untuk tetap duduk di tempatnya, dan berpura-pura terlibat dalam percakapan dengan Moza. Sementara Moza sendiri tampak terkejut oleh kedatangan Aji dan wanita itu, hingga membuat Venus yang menyadari akan hal itu segera menatap penuh selidik.
“Kayanya kamu kenal siapa wanita yang datang sama Mas Aji barusan?” tebak Venus, namun lebih terdengar seperti sebuah pertanyaan di telinga Moza.
Wanita itu menatap iba pada temannya. “Ven ....”
“Aku baik-baik aja, kok. Cuma sedikit kecewa,” potong Venus cepat. “Jadi bener, kamu tahu siapa wanita itu?”
Walau ragu, wanita itu segera mengangguk. “Ya, dia mantan karyawan bagian administrasi di galery.”
“Mantan karyawan? Siapa namanya?”
“Clara? Ya, kalau gak salah, sih, namanya Clara. Clara Amanda,” jawabnya. “Kamu bener, Ven, baik-baik aja? Aku khawatir,” tanya Moza meyakinkan.
Mendengar jawaban dari Moza, Venus seketika tertegun. Dunianya mendadak kosong, hingga terasa sepi di tengah keramaian.
C-Clara Amanda? Apa dia Clara Amanda yang sama?
***