When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Ruthven sedang bersantai di ruangannya dengan menikmati segelas darah manusia. Dia mencoba gaya hidup manusia yang elegan dengan meminum wine pada gelas yang cantik, namun perbedaannya dengan manusia adalah yang dia minum bukanlah sebuah wine merah melainkan darah. Dia tersenyum-senyum membayangkan sebentar lagi hari itu akan tiba, hari dimana vampire bisa dengan bebas meminum darah manusia tanpa terikat aturan apapun. “Tuan Ruthven, kita memiliki sedikit masalah…” seorang vampire yang merupakan bawahan Ruthven datang dengan ekspresi yang ketakutan. “Ada apa?” tanyanya tanpa melihat orang itu. ‘Portal yang kita buat di rawa kematian para incubus dan succubus tiba-tiba saja hilang. Aku tidak bisa menembus portal itu,” lapornya. Portal yang ada di sana memang tidak terlalu kuat, kadang me