Nice To Meet You, Naira

1025 Words
Suasana di bandara Tjilik Riwut pagi ini sibuk seperti biasa, dengan berbagai macam tipe calon penumpang yang siap memulai perjalanannya. Beberapa lelaki dengan pakaian rapi dan tas yang tersampir di bahu, tanpa membawa koper. Beberapa rombongan keluarga yang sepertinya akan pergi berlibur, terlihat dari banyaknya handbag dan koper yang mereka bawa. Dan yang paling khas dari penumpang yang akan bepergian, entah itu di bandara, pelabuhan ataupun terminal, tentu saja ada penumpang yang membawa ransel dan menenteng kardus entah itu berisi oleh-oleh ataupun berisi makanan khas yang tidak akan mereka temui di tempat lain.  Memang jika dibandingkan dengan bandara di kota besar lainnya di Indonesia, tentu tidak sepadat itu. Namun bandara ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga lokal di Kalimantan Tengah. Di hari-hari tertentu, bandara ini menyajikan hiburan berupa permainan musik khas dari Kalimantan Tengah, lengkap dengan pemain musik yang berpakaian daerah untuk menghibur calon penumpang maupun pendatang yang menginjakkan kaki di kota ini, kota Palangkaraya. Di terminal keberangkatan, seorang gadis bekerja sebagai kasir di salah satu kafe. Naira, gadis berusia 22 tahun yang baru saja lulus kuliah jurusan ekonomi. Naira bekerja di kafe ini sejak setahun yang lalu, saat kedua orang tuanya dipenjara karena kasus pengedaran narkotika. Naira tidak memiliki pilihan untuk membiayai hidupnya selain dengan bekerja, agar kuliahnya masih tetap bisa berlanjut.  Naira bukan tidak tahu bahwa kedua orang tuanya bekerja sebagai kurir barang haram itu. Bukan sekali dua kali pula Naira mengingatkan kedua orang tuanya untuk berhenti dan mencari pekerjaan lain. Namun Naira dianggap masih kecil dan tidak mengerti bagaimana sulitnya memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Kedua orang tuanya masih bekerja seperti itu, dan satu hari mereka yang ternyata memang sudah masuk dalam DPO (daftar pencarian orang) pihak kepolisian akhirnya tertangkap saat sedang bertransaksi dengan seseorang yang ternyata adalah pihak kepolisian yang menyamar sebagai pembeli. Akhirnya ketika pengadilan memutuskan kedua orang tuanya bersalah dan harus dipenjara, Naira menghidupi dirinya seorang diri, karena memang dia adalah anak tunggal.  “Selamat pagi, dengan saya Naira. Boleh saya catat pesanannya?” sapa Naira ramah dengan wajah ceria pada customer-nya. “Cappuccino hangat, less sugar.” ucap lelaki dengan wajah tampan itu. Naira bisa menilai bahwa customer-nya ini akan bepergian untuk urusan bisnis. Terlihat dari penampilannya yang rapi dengan kemeja abu-abu model slimfit lengan panjang yang digulung hingga siku, dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam. Di bahu kirinya tergantung tas yang mungkin hanya muat untuk laptop kecil atau ipad. Jangan lupakan wangi dari parfum yang bahkan dari aromanya saja sudah ketahuan itu parfum mahal. Wanginya berbeda dengan parfum oplosan yang biasa dijual per mili liter seperti yang sering dibeli Naira. “Baik… Maaf, atas nama siapa? Dine in atau take away?” tanya Naira setelah dia kembali menemukan kesadarannya karena sepertinya dia sempat melamun sesaat karena terpesona dengan lelaki di depannya ini. “Rian. Take away. Saya boarding setengah jam lagi. Tolong cepat ya.” pinta lelaki itu dengan sopan sembari tersenyum dan menyerahkan selembar uang seratus ribu pada Naira. “Okay… Silahkan ditunggu sebentar, Kak Rian.” Adrian hanya tersenyum mendengar Naira memanggilnya dengan sebutan Kak, karena merasa dirinya terlalu tua untuk dipanggil seperti itu.  Beberapa menit kemudian, saat pesanan siap, Naira memanggil. “Cappuccino, atas nama Kak Rian.” seru Naira sembari menyerahkan cappuccino beserta struk pembelian dan juga uang kembaliannya. Namun ternyata Adrian hanya mengambil gelas kopinya saja. “Maaf, Kak. Kembaliannya…” panggil Naira. Adrian menoleh pada Naira dan kembali mendekat ke meja kasir. “Buat kamu aja. Nice to meet you, Naira. Sampai jumpa lagi.” seru Adrian sambil mengangkat gelas kopinya dan berlalu melangkahkan kakinya menuju ruang tunggu keberangkatan.  Naira terdiam memandangi beberapa lembar uang di depannya. Naira memang sudah sering mendapatkan tip dari customernya. Hanya saja kali ini, terasa berbeda. Entah kenapa.  ---  Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul tiga sore. Sudah saatnya pergantian shift dan dia bisa pulang untuk segera beristirahat. Naira melepaskan apronnya, lalu meletakkannya di loker. “Kak, aku pulang ya…” seru Naira pada Amita, rekan kerjanya. Amita mengangguk, “Hati-hati di jalan ya, Ra. Bye…” Naira melangkahkan kakinya, berjalan menuju parkiran sepeda motor. Kemudian dia memacu sepeda motornya dengan cepat, karena hari terlihat gelap akibat mendung. Hari ini dia tidak membawa jas hujan karena jas hujan miliknya masih dijemur, karena kemarin juga turun hujan. Dia tidak ingin jatuh sakit karena kehujanan. Maka dengan cepat dia memacu sepeda motornya agar cepat sampai di rumah. Rumah kontrakan yang dulu ditinggalinya bersama kedua orang tuanya, dan kini hanya dirinya sendirian di rumah yang tidak terlalu besar ini.  Terkadang ada rasa sedih yang hinggap di dalam hatinya, namun semua itu dengan segera ditepisnya. Naira tidak ingin larut dalam kesedihan, hingga membuat dirinya lupa diri dan menjadi tidak produktif. Baginya, tidak ada waktu untuk bersedih. Dia harus selalu tegar menjalani hidupnya, bekerja dan membiayai semua keperluannya seorang diri. Membayar kontrakan, tagihan listrik, tagihan pdam, cicilan sepeda motor dan keperluan lainnya. Disaat gadis lain seusianya yang baru saja lulus kuliah dan sedang menikmati masa-masa menjadi pencari kerja yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya, Naira harus puas dengan pekerjaannya saat ini. Karena baginya, jika ingin mendapatkan uang dan tetap dapat melanjutkan hidup, dia tidak boleh terlalu memilih-milih dalam mencari kerja. Buktinya saat ini dia bisa lulus kuliah meskipun setahun terakhir harus dilewatinya dengan susah payah karena harus membiayai kuliahnya sendiri.  Bekerja di area bandara terkadang membuat Naira berkhayal bisa bepergian dengan mudah ke berbagai tempat. Ingin rasanya dia menjelajahi kota lain selain kota kelahirannya ini. Berjalan-jalan di kota yang tidak pernah dikunjungi sebelumnya. Atau menginjakkan kaki di pantai dan berkejar-kejaran dengan ombak. Atau mendaki gunung yang tidak bisa dia temui di kota kelahirannya ini. Atau mencicipi aneka kuliner dari kota lain yang tentunya sangat beragam jenisnya. Hei, Indonesia memiliki ribuan pulau dan kamu hanya menginjakkan kaki di pulau Kalimantan ini saja? Kalimantan sendiri memiliki lima provinsi dan kamu sudah menginjakkan kakimu dimana saja? Tidak ada, hanya disini. Apa daya, untuk membayar segala hal dan memenuhi kebutuhan hidupnya saja dia harus berhemat, apalagi untuk bisa berlibur seperti orang lain. Lelah dengan segala pemikirannya, akhirnya Naira terlelap dan terbang ke alam mimpinya. Diiringi suara hujan dan petir yang sesekali terdengar memekakkan telinga, namun tidak mengganggu tidur gadis ini. Dia masih terlelap dengan wajah tersenyum menikmati indahnya berkelana di alam mimpi. 17 Nov 2020 23.53 WIB
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD