Aisyah mengucek pelan matanya. Baru saja pukul dua dini hari, ia mengistirahatkan tubuhnya seusai pulang dari makan malam di rumah Troy, dan sekarang jam menujukan pukul empat dini hari, Itu tandanya baru dua jam ia mengistirahatkan tubuhnya dan sebentar lagi azan subuh akan berkumandang, membangunkan manusia dari alam mimpi.
Azan pun terdengar, Aisyah segera mengambil wudu dan segera melaksanakan salat. Seusai melaksanakan salat subuh, ingin rasanya Aisyah kembali tidur, rasa kantuk menyelimut hebat di matanya. Tapi lagi-lagi rasa kantuknya harus ia tahan, mengingat hari ini ia harus melaksanakan hukuman dari pak Eko. Dan itu artinya, ia harus berangkat lebih awal.
Aisyah tersenyum, ia pun segera mengambil handuk dan bergegas mandi.
Tepat pukul enam pagi, Aisyah telah berada di atas motor Vespa miliknya, angin sepoi-sepoi menerpa pelan cadar dan jilbabnya begitu ia melajukan motornya. Gadis itu mengamati pemandangan kota yang ia lewati, jalanan masih terbilang sepi hingga Aisyah bisa melaju dengan kecepatan normal, seraya menikmati pemandangan gedung-gedung tinggi pencakar langit.
BYUR!
Tiba-tiba sebuah motor ninja besar melaju dengan kecepatan kencang melewati lubang berisi genangan air, kecepatan motor itu membuat genangan air terciprat ke arah Aisyah, tubuh gadis itu basah kuyup.
“Hi Nona, lain kali kalo lo mau ke sekolah bawa seragam yang banyak. Karna lo bakal selalu membutuhkannya,” cetus Alex tersenyum miring, dan pergi begitu saja tanpa berniat meminta maaf.
Aisyah mengelus dadanya pelan, “Ya Allah, lindungilah hamba-Mu ini,” ucap Aisyah pelan.
***
“Aisyah, sekali lagi kamu mengecewakan Bapak,” ucap pria berkaca mata tebal itu, ia berdiri di ambang gerbang sambil berkacak pinggang. Matanya menatap nanar jam yang terlilit di tangannya, “Kamu nggak liat ini udah jam berapa? Apa kamu lupa hukuman yang Bapak berikan?
“Maaf Pak." Aisyah menunduk dalam hanya kata maaf yang keluar dari mulutnya. Lidahnya keluh tak dapat memberitahu alasan sebenarnya kenapa ia bisa terlambat.
“Maaf saja tidak cukup Aisyah,” jawab pria itu dengan nada tinggi. "Bapak akan melaporkan kelakuanmu ini pada Abi mu."
Sontak Aisyah panik, wajahnya berubah kalang kabut.“Pak, maafkan saya, tolong jangan beritahu Abi. Saya tidak ingin membuat Abi cemas."
Mendengar permohonan dari murid barunya, pak Eko sedikit meluluh. “Baiklah Aisyah, tapi sekarang kamu harus membersihkan WC putri,” jeda sejenak. Dan itu artinya kamu tidak ikut pelajaran selama dua jam.” Kata pak Eko tegas, mengurungkan niat Aisyah untuk membantah perkataannya..
Dengan perasaan campur aduk ia membersihkan WC putri, hari ini untuk pertama kalinya Aisyah Salsabilla membolos pelajaran dan tidak ikut ulangan harian.
***
“Aisyah, lo dipanggil bu Dian noh di kantor,” seorang siswi berambut pendek, berdiri menatap acuh pada Aisyah.
“Di kantor?” gumam Aisyah pelan, wajahnya seketika mendung.
“Iya,” sahut siswa itu jengkel. “Lo b***k, ya?” cibir siswi itu ketus.
“Terima kasih,” jawab Aisyah, ia berterima kasih karena gadis itu mau memberitahunya meskipun caranya sedikit kasar.
“Dasar gadis aneh, dihina malah makasih,” katanya seraya pergi begitu saja.
Aisyah berjalan menyusuri koridor menuju ruangan bu Dian, ia tahu pasti beliau akan memarahinya karena telah membolos dan tidak ikut ulangan hari ini.
“Kamu ini selalu saja membuat onar, sudah berapa kali kamu membolos pelajaran saya? Sebenarnya mau kamu ini apa?” suara bu Dian menghentikan pergerakan tangan Aisyah ketika hendak menarik knop pintu. Suara dengan intonasi tinggi itu sukses membuat Aisyah semakin ragu sekaligus takut untuk melangkah masuk. Gadis itu menarik napas panjang, mencoba memberanikan diri.
Masalah tidak akan hilang dengan berlari, hadapi masalah dengan berani, hingga masalah itu merasa takut dan menghilang secara perlahan.
“Assalamualaikum,” ucap Aisyah pelan. Seketika suasana hening.
“Waalaikumsalam,” sahut bu Dian datar, “Aisyah?” tanya perempuan paruh baya itu memastikan.
Aisyah pun mengangguk pelan, “Iya, Bu.”
“Silakan masuk!” Aisyah melangkah diiring tatapan tajam dari bu Dian.
“Kalo tidak salah kamu murid baru di sini, kan?” tanyanya lagi.
“Iya, Bu.”
“Saya pikir kamu siswi berprestasi, tapi sepertinya dugaan saya salah besar. Saya sangat kecewa!” cibir bu Dian sinis. Beliau memang memiliki reputasi guru yang blak-blakan atau langsung ke intinya.
“Kamu saya skorsing selama satu semester tidak akan mengikuti pelajaran saya!”
Aisyah mendongak, matanya mulai berkaca-kaca, “Jangan Bu, Aisyah ingin belajar. Aisyah janji tidak akan bolos lagi.”
“Ini sudah final. Sekarang keluar dari ruangan saya!” bentak bu Dian.
“Bu, Aisyah mohon,” lirihnya.
“Baiklah, hari ini kamu saya maafkan, tapi sebagai hukuman karena kamu telah bolos pelajaran saya, kamu saya hukum lari keliling lapangan dua puluh kali,” bu Dian menatap iba Aisyah yang berdiri di hadapannya.
Aisyah mendongak lalu mengangguk semangat, ia tidak merasa keberatan harus lari keliling lapangan SMA Gangnam yang terkenal seluas lapangan sepak bola itu, bagi Aisyah, kesalahannya lebih besar dari hukuman yang ia terima. Ibu Dian diam-diam tersenyum, sungguh tak ia sangka di SMA Gangnam ada murid seperti Aisyah yang sopan, ramah dan santun.
“Ini tidak adi.” terdengar suara berat seorang murid yang dari tadi membelakangi Aisyah. Aisyah sepertinya mengenal suara murid pria itu, “Kenapa dia hanya lari keliling lapangan dua puluh kali sedangkan saya tiga puluh kali, padahal Ini tidak adil,” ucapnya dingin.
“Alex, jangan banyak membantah, atau semua fasilitasmu akan ditarik,” ancam bu Dian. Alex mendengkus kesal, pria tua itu membuat semua guru di sini berani mengancam dan mengintimidasi dirinya.
***
Alex yang memang berjiwa atletik telah menyelesaikan sepuluh keliling lapangan dengan sangat mudahnya, sedangkan Aisyah baru beberapa putaran, ia telah kesulitan bernapas dengan teratur.
“Wow, Alexander ternyata ganteng banget.”
“Oh, jadi dia prince di sekolah kita, cocok banget.”
“Wow, persis banget kayak prince hayalan gue.”
“Alex, i love you so much.”
“Itu cowok gue.”
“Bukan, itu calon suami gue.”
Dan masih banyak lagi pujian dari kaum hawa yang rela terbakar matahari di pinggir lapangan, hanya untuk mengagumi seorang Alex. Sedangkan Alex, ia tersenyum bangga, wajahnya yang tampan mampu membuat hati kaum hawa jungkir balik dibuatnya. Sungguh pesona Alex tiada taranya.
Tanpa sengaja mata Alex melirik ke arah Aisyah, sekilas matanya terkunci pada gadis bercadar itu. Alex memperhatikannya berlari dengan tertatih-tatih, tanpa sadar, ia memperlambat larinya, berusaha menyeimbangi gadis bercadar itu.
“Ini minum,” Alex menyodorkan sebotol air mineral pada gadis bercadar itu.
Aisyah tentu saja tidak langsung menerima pemberian Alex begitu saja, bukan karena ia curiga pada Alex, hanya saja entah kenapa alam bawah sadarnya masih belum bisa mempercayai apa yang ia lihat saat ini adalah benar. Sejak bertemu pertama kali dengan Alex, tidak pernah sedikit pun bersikap baik padanya dan lagi, reputasi buruk yang Alexander Darwin sandang. Akan sangat sulit jika tiba-tiba ia bersikap peduli terhadap sesama. Namun lagi-lagi ini urusan hati. Dengan mudah Allah mampu membolak-balikkan hati manusia.
“Ayo ambil,” seru Alex menyadarkan Aisyah, sontak tangan Aisyah langsung terjulur mengambil botol mineral itu.
“Gak ada racun,” kata Alex tajam, seolah mengetahui isi pikiran Aisyah.
“Syukron,” Aisyah tersenyum hingga membuat matanya terlihat sedikit menyipit.
“Ini bukan berarti kita berdamai,” kata Alex datar dan tajam, “gue cuman nggak mau gendong lo ke UKS kalo lo sampe pingsan. Gue gak sudi!”
**
Pukul 07.00, tepat waktu. Aisyah menghela napas lega, usai melaksanakan hukuman hari kedua membersihkan toilet dari pak Eko. Dan gadis itu langsung berlenggang menuju kelas, senyum mengembang di wajah cantiknya yang tertutup cadar. Sayangnya tidak ada yang mengetahui Aisyah tengah tersenyum lebar, hanya mata yang sedikit menyipit, yang dapat membuktikan bahwa sekarang ia tengah tersenyum. Sesampainya di depan kelas, Aisyah sedikit heran melihat pintu kelas yang tertutup rapat
“Mungkin mereka semua ke Lab,” gumam Aisyah pelan, “Kalo guru, aku harus buruan taruh tas dan langsung ke Lab,” putus Aisyah akhirnya. Gadis itu melangkah masuk
KREK ....
Pintu berdecit, bersamaan dengan itu air comberan, tepung terigu, dan tak lupa suara tawa yang langsung menggema di telinga Aisyah, gadis itu sangat kacau sekarang. Pakaian yang ia kenakan basah kuyup dan seluruh tubuhnya kotor penuh tepung. Aisyah tak menduga semua ini. Semua terjadi begitu cepat.
“Itu salah satu hukuman buat orang kayak lo,” Alex datang menghampiri Aisyah yang masih mematung di ambang pintu, ia tersenyum miring ke arah Aisyah.
Aisyah hanya diam, kemudian berjalan menuju kursinya. Matanya yang sendu menahan tangis, tapi tak terlihat karena tepung terigu yang menghiasi wajahnya.
“Ah s**l, mata itu lagi,” batin Alex kembali menjerit melihat mata biru hazel milik Aisyah yang terlihat sendu.
Alex menatap geram Aisyah yang tak memberikan respons apa pun atas ejekannya. Aisyah duduk di kursinya, matanya mulai berlinang air mata namun sekuat mungkin ia menahannya. Aisyah tidak ingin menunjukkan pada semua orang bahwa ia lemah, dengan mengeluarkan cairan bening itu dari kelopak matanya.
***
Derap langkah kaki lebar terdengar menggema ke seluruh lorong sekolah, suasana yang sepi membuat telinga seorang laki-laki itu sedikit awas, sayup-sayup ia mendengar suara isak tangis seorang gadis. Sungguh hal itu sangat mengganggu indra pendengarannya. Lelaki itu berkali-kali mendengkus kesal, merasa amat terganggu dengan suara isak tangisan yang ia dengar.
“Siapa pemilik suara itu?”
Namun segera pria itu abaikan rasa ingin tahu yang berkelebat hebat di kepalanya. Pria itu kembali melangkah, kemudian langkah kakinya kembali terhenti, suara itu semakin terdengar jelas kala ia melewati taman, rasa ingin tahu langsung memenuhi benaknya, mendorong mata cokelatnya untuk mencari siapa pemilik suara itu, dan matanya menangkap sosok gadis yang sangat familier.
Lelaki itu terkejut begitu matanya menatap seorang gadis. Gadis yang terlihat kacau, tubuhnya tidak lagi basah kuyup, tapi pakaiannya masih kotor karena tepung. Gadis itu duduk di hamparan rumput hijau sambil mendekap mulutnya sendiri dengan kedua tangannya. Matanya sembab namun masih tetap memancarkan sorot ketenangan. Sorot mata seperti menghipnotis lelaki itu dalam dimensi ingatan masa lalu.
“Ah s**l, mata indah itu lagi,” gumamnya tanpa sadar.
Lelaki itu menggeram kesal menyadari hal bodoh yang hampir dilakukannya. Ia hampir saja membiarkan dirinya kembali ke masa lalu. Berkali-kali ia menahan dirinya untuk tidak mendekat pada gadis bercadar itu, tapi sungguh ia tak sanggup menahan dirinya sendiri.
“Ini.” Sapu tangan hitam berpadu merah terjulur dari tangannya.
Mendengar suara berat dari seorang lelaki, gadis bercadar itu mendongak dan sekilas, pandangan mereka saling bertemu sebelum akhirnya ia menundukkan pandangannya.
***