Aku segera mengunci pintu setelah melihat Angga pergi berlalu meninggalkan studio bersama dengan Kayla. Mobil Angga ditingga di studio sementara Angga menggunakan mobil Kayla untuk mengantar Kayla pulang. Pada awalnya Angga emosi dengan kehadiran Kayla di studio. Angga ingin meninggalkan studio begitu saja saat Kayla terlalu banyak bertanya pada Angga.
"Kamu mau kemana Angga ?" Kayla menarik tangan Angga agar tidak pergi.
"Aku mau pulang. Aku capek. Urusanku dengan Kanaya sudah selesai. Jadi kamu lanjut aja ngobrol dengan Kanaya." Kata Angga.
"Angga tunggu! Jangan pulang dulu." Kayla mendekat dan merangkul tangan Angga.
Aku menundukkan pandanganku saat melihat Kayla bertingkah semanja itu pada Angga. Meski di depanku Angga terilihat risih dan berusaha melepas pegangan tangan Kayla tapi tetap saja membuatku merasa sedikit cemburu.
"Kamu disini dulu saja, sama aku dan Kanaya. Setelah itu anter aku pulang ya." Kata Kayla.
"Kamu bawa mobil sendiri kan ?" Tanya Angga.
"Ayolah sayang. Kita udah lama juga lho gak jalan bareng, biasanya kamu sering ajak aku keluar bahkan jemput aku ke rumah sakit, tapi sekarang udah ga pernah lagi. Tidak kangen kah kamu sama aku ?" Tanya Kayla, kali ini kepalanya dia sandarkan di bahu Angga.
Angga melihat ke arahku. Netra kami bertemu. Sesaat kami bertiga sama-sama diam tanpa ada kata. Sampai aku berniat untuk meninggalkan mereka berdua untuk kedapur. Aku mengambil oleh-oleh yang dibawa oleh Kanaya dan kedapur untuk membukanya sambil menghindari Kayla dan Kanaya.
"Nay ..." Angga memelukku dari belakang.
"Angga! Apa yang kamu lakukan ?" Aku kaget dan melepas pelukan Angga.
"Ada Kayla di depan. Kenapa kamu malah kesini ?" Tanyaku lagi.
"Aku akan mengantar Kayla pulang, nanti malam aku kembali." Kata Angga sambil beranjak keluar dapur.
Aku membuang nafas dengan kasar. Seperti inikah rasanya menyembunyikan sesuatu dari saudara sendiri ? Seperti inikah rasanya mencintai orang yang sama ? Aku berjalan menuju ruang tengah dimana Angga dan Kayla duduk.
"Sudah sampai mana proyek kalian ?" Tanya Kayla begitu aku datang dengan membawa martabak telor dan manis yang sudah kupindah ke piring.
"Rencananya besok baru mulai. Aku maunya konsep benar harus tertata rapi. Jadi aku sering-sering ketemu Kanaya buat projek ini." Jelas Angga.
"Oh gitu. Nay kamu kalo kesusahan atau butuh sesuatu bilang sama aku aja, nanti biar aku yang bantu." Kata Kayla.
"Iya Kay, siap. Oiya tadi ada apaan tumbenan sih kesini ?"
"Pengen mampir aja Nay, ngelihat perkembangan usaha perempuan aku satu-satunya ini." Kata Kayla sambil mengusap rambutku.
"Aku baik Kay, aman deh. Kalau kenapa-napa aku hubungin kamu."
"Aku bawain vitamin nih buat kamu Nay, biar kamu ga kecapean kalau tenaga kamu terforsir. Kamu kan sekarang sibuk banget."
Ya Tuhan seperhatian dan sesayang itu Kayla padaku, aku melihat Angga yang hanya berdiam diri sambil sibuk memaikan ipadnya tanpa melihat ke arah kami sedikitpun. Aku merasa bersalah pada Kayla dengan menghianatinya seperti ini. Aku adik yang begitu dia sayangi tega menjadi benalu dalam hubungannya dengan Angga.
"Nay, kapan-kapan jalan bareng berempat yuk sama Sabrang." Kata Kayla.
Angga langsung berdehem mendengar ajakan Kayla padaku. Dia langsung meletakkan ipadnya di meja dan memandang tajam ke arahku.
"Kenapa sayang ? Kamu udah aku ceritain kan soal Sabrang ? Kapan-kapan kita jalan berempat seru lho."
"Aku sibuk." Jawab Angga dengan ketusnya.
"Luangin waktu sebentar saja, sesekali aja. Kan nanti kalau Naya jodohnya sama Sabrang juga kalian bakal jadi ipar kan ?"
"Belum tentu juga aku menjadi jodohmu kan Kay ?" Tanya Angga yang langsung membuat wajah ceria Kayla menjadi muram.
Mataku membulat mendengar Angga berkata setajam itu untuk Kayla. Siapapun itu, dimanapun perempuan yang mendengar kata-kata seperti itu dari kekasihnya atau dari pria yang dia cintai pasti akan merasa terluka dan sakit hati.
"Angga maksud kamu apa ?" Tanya Kayla dengan nada lembut tapi penuh penekanan.
"Kayla ayok pulang. Besok aku harus berangkat pagi karena ada meeting. Kamu masih ada perlu tidak dengan Kanaya ?" Tanya Angga sambil beranjak dari sofa.
"Oh yaudah ayuk pulang. Nay aku pulang dulu, kapan-kapan aku mampir lagi ya, ini vitamin jangan lupa diminum ya."
"Ini martabak ga dibawa pulang ? Buat ayah bunda sama Kevin ?"
"Gak usah, nanti aja aku beli dijalan, kamu makan itu habisin. Jangan kurus-kurus, makan yang banyak jaga kesehatan."
"Iya Kay, bawel ih."
"Aku duluan ya, jangan kaget ya soal Angga. Dia emang ketus banget beberapa minggu ini. Semoga kamu gak kapok ya kerjasama sama dia nanti ?" Bisik Kayla saat kami sudah berdiri di depan studio.
Aku mengangguk mendengar kata-kata Kayla. Selanjutnya dia memasuki mobil. Sementara Angga sudah memasuki mobil sedari tadi tanpa menoleh sedikitpun kepadaku. Aku menutup pintu begitu melihat mobil Kayla melaju dengan kencangnya.
Aku merebahkan diriku di ranjang. Tak lupa aku menyalakan aromatherapi berwangi bunga lili untuk wawangian kamarku. Aku memejamkan mataku sambil mengingat segala hal yang terjadi. AKu kembali merasa bersalah atas penghianatanku pada Kayla. Rasanya tidak adil bagi Kayla jika dia yang harus menanggung kebohongan ini sendiri. Wanita baik dan pintar seperti Kayla tidak layak jika harus kembali disakiti oleh pria dan kini ditambah lagi olehku adik kandungnya sendiri. Lalu apa bedanya aku dengan Abdi jika begini ?
Kami saling beradu dalam sebuah ciuman. Kami saling meraup bibir seolah sudah lama tidak tersentuh. Bahkan Angga tidak sekalipun memberiku waktu untuk bernafas. Bibirnya terus mengulum bibirku. Jemari lembutnya bermain di p******a dan putingku membuatku mendesah penuh dengan nikmat sambil melepas bibirnya. p****g payudaraku terasa basah karena Angga bermain diujung p****g payudaraku, sesekali dia menggigit gemas membuat tubuhku menggeliat.
"Astaga Angga !" Aku mendorong tubuh Angga yang sedang berada tepat diatas tubuhku.
Nafasku tersenggal-senggal melihat kehadiran Angga dihadapanku. Bahkan dia berada diatas ranjang dan menindih tubuhku. Kuturunkan kaosku untuk menutup kedua payudaraku yang terbuka karena ulah Angga. Aku pikir ini mimpi, aku tidak menyangka sama sekali bahwa apa yang ada di dalam mimpiku sungguh aku alami. Kusentuh bibirku yang masih terasa sedikit kebas akibat ciuman Angga. Juga braku yang sudah tidak terkait. Angga masih melihatku dengan tatapan bingung di ujung ranjang.
"Kanaya kenapa kamu mendorongku ?" Tanya Angga sambil mendekat.
"Apa yang kamu lakukan padaku Angga ?" Tanyaku dengan nada sedikit emosi.
"Apalagi ? Ya tidur denganmu. Bukankah kamu menyukainya ?" Tanya Angga seolah tanpa rasa bersalah sama sekali.
"Pergi kamu dari sini !" Kataku dengan penuh emosi.
"Kenapa kamu mengusirku ? Aku berhak atas dirimu ! Bukankah sudah kukatakan padamu bahwa kamu milikku ?"
"Aku memang menerima untuk menjalin hubungan denganmu meskipun harus menghianati kakak kandungku sendiri, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya padaku Angga !"
"Ayolah Naya, seperti belum pernah saja kamu melakukan hal seperti itu. Tulisanmu di n****+ saja sungguh berpengalaman kenapa kusentuh tidak mau ? Ataukah kamu masih ragu padaku ?"
PLAK ! Aku mendekat dan langsung menampar pipi Angga.
Wajah Angga memerah begitu aku menamparnya. Dia seolah marah dan tidak terima karena aku berani bertindak sekasar itu padanya. Dia mendorong tubuhku dengan kuat hingga aku terjatuh di ranjang lalu dengan kasarnya dia menindihku dan berusaha melepas bajuku.