RUMAH SAKIT

1034 Words
Aku berjalan melewati koridor rumah sakit dengan membawa bunga lili putih. Bunga lili putih adalah bunga kesukaanku sebenarnya. Entah kenapa aku ingin membawanya menjenguk Erlangga. Hari ini kampus hanya ada satu mata kelas, mau pulang ke rumah aku malas sekali, mau mencari bahan untuk foto entah kenapa sedang tidak mood, mau melanjutkan menulis n****+ aku sedang tidak ada inspirasi semenjak ketahuan oleh Kayla semalam. Aku akhirnya jujur padanya jika aku memiliki kontrak eksklusif pada salah satu platform n****+ online dan aku mendapatkan uang jajan tambahanku dari n****+ itu. "Bagaimana bisa sesempurna itu cara tulisan kamu kalau kamu tidak pernah melakukannya ?" Tanya Kayla "Kay, n****+ online maupun offline itu banyak. Aku juga kan baca referensi buku, jadi gak semua juga yang aku tulis itu pengalaman pribadi aku." Kayla masih menatapku penuh selidik. "Coba aja kamu buka ceritaku yang lain yang bahkan sempet bikin aku meraih juara satu lomba menulis, itu lho soal perceraian sedangkan aku menikah aja belum lho Kay, coba kamu mikir." Kayla mulai sedikit tenang. Dia sudah menurunkan tangannya. Wajahnya juga sudah mulai dingin. Dia duduk di sebelahku sambil melihatku. "Kamu bener kan cuma sekedar tulisan ?" "Sumpah Kay. Aku masih gadis, masih perawan Kay. Pacar aja aku gak ada lho Kay, gimana mau berhubungan badan ? Lagian gak ada orang yang tau kalau selama ini aku jadi penulis. Aku sengaja menutup rapat-rapat, aku gak mau orang lain tau karena jujur aku juga malu terkenal sebagai penulis n****+ erotis. Aku takut juga mereka akan berfikir buruk tentang aku sama seperti kamu." Aku tau Kayla semarah itu karena dia tidak mau terjadi sesuatu yang buruk padaku. Dia benar-benar sosok kakak yang baik buatku. Aku tidak dapat memungkiri bahwa selain aku sedikit iri dengan prestasi dia aku juga terlampau sangat menyayanginya sebagai kakak kandungku sendiri. Setelah berhasil meyakinkan Kayla akhirnya kami berduapun tidur. Klek. Kubuka pintu ruangan kamar tempat Erlangga di rawat. Suasananya begitu hening. Erlangga masih terbaring di ranjang, kedua matanya tertutup oleh perban. Infus terpasang di tangan kirinya. Aku menutup pintu dengan pelan karena tidak mau membangunkan tidur Erlangga. Aku melangkah pelan mendekati ranjang tempat dia berbaring. Kuletakkan bunga lili yang kubawa pada vas bunga yang tersedia. "Siapa itu ?" Suara barito itu mengagetkan aku yang masih menata bunga lili ke dalam vas. Aku melihat ke arah Erlangga, wajahnya tampak mencari sumber suara. Wajahnya mengarah pada posisiku. Aku tidak punya keberanian sama sekali untuk berbicara, aku takut dia akan marah mengetahui keberadaanku. "Kamu siapa ?" Tanyanya lagi masih mencari keberadaanku. Aku melangkah pelan kebelakang, aku ingin segera pergi dari ruangan ini sebelum akhirnya dia berhasil meraih tangan kananku. Tangannya meraih jari manis dan kelingkingku membuatku menghentikan langkahku. Erlangga mengusap jari kelingkingku tepat pada tahi lalat hidup di ujung jariku. "Kamu siapa ?" Tanya Erlangga lagi. "Aku ..... Aku ...... " "Siapa ?" "Kayla. Aku Kayla." Jawabku berbohong. "Siapa kamu Kayla ?" "Aku co as disini. Maaf kalau aku mengganggumu. Aku hanya ingin melihat keadaanmu saja. Aku permisi." Kataku langsung menarik kembali jariku dan pergi meninggalkan Erlangga. Aku berjalan secepat mungkin menjauh dari tempat dimana Erlangga dirawat. Entah kenapa jantungku berdegup dengan kencang. Aku merasa panik dan takut, tapi aku juga selalu penasaran dengan kabar Erlangga, tapi aku tidak punya keberanian untuk berada disampingnya. "Nay !" Gertak Kayla melihatku terengah-engah di depan toilet. "Yaampun Kay plis deh, bisa gak sih ga usah ngagetin ?" Tanyaku sambil menggerutu karena kaget. "Kenapa sih ?" "Aku habis dari kamar Erlangga. Niatnya mau tau gimana keadaan dia, tapi aku takut." "Hah ? Kenapa ?" "Gak tau Kay, panik aja. Tadi aku bawa bunga lili untuk dia, aku udah berusaha sepelan mungkin tapi dia tau ada orang. " "Trus ? " "Ya dia tanya aku siapa, trus aku terpaksa bohong. Aku bilang kalau aku Kayla. " "Hah ? " "Sorry Kay. " "Kenapa harus bohong ?" "Ya ga pa-pa, lagian dia juga ga bakalan cari tau sih Kay, kamu kan dokternya dia. Jadi gak masalah juga kan aku ngaku kalau itu kamu? " "Hmm terserah deh. Tapi kalau nanti ada apa-apa tanggung jawab ya ? " "Iya." Aku bersyukur Kayla tidak marah padaku. Semenjak hari itu aku lebih sering berkungjung ke rumah sakit. Setiap hari aku selalu datang untuk sekedar mengganti bunga lili yang lama menjadi baru. Kadang Erlangga menyadari kehadiranku kadang juga tidak. Erlangga tidak banyak bicara, dia hanya selalu bilang terima kasih dan tidak lebih dari itu. "Kasihan tau si Erlangga. " "Kenapa ? " "Dari hari pertama dia masuk ke rumah sakit sampai hari ini keluarganya belum ada satupun yang menjenguk dia." Kata Kayla saat kami berdua sedang rebahan di kamar. "Hah ? Serius Kay ? " "Heem. Aku juga denger cerita dari perawat gitu sih. Tapi selama aku mendampingi dokter buat cek juga emang ga pernah ada yang datang. " "Apa dia ga ada keluarga ya Kay ?" "Ada kok. Dia itu kan anak pemilik showroom, polisi pernah cerita. Oiya ada sih dulu yang datang sekertarisnya kalau ga salah, pas bayar administrasinya. Tapi cuma sekali doang habis itu ga pernah lagi. " "Ternyata kasihan banget ya. Padahal orang sakit itu biasanya maunya di dampingi keluarga." Sudah lama banget aku tidak berbincang bersama dengan Kayla. Semenjak Kayla co as tiga bulan yang lalu memang dia selalu sibuk. Banyak hal yang kita bicarakan malam ini, bukan soal Erlangga saja. Jika sudah ngobrol sama Kayla kami berdua bisa sampai larut bahkan sampai pagi. Kalau sudah begitu kami pasti bangun siang, dan ayah bunda pasti selalu mengomel memarahi kami. Hujan turun begitu derasnya saat aku sampai di rumah sakit. Aku sedikit berlari kecil memasuki koridor rumah sakit agar bunga lili yang kubawa tidak terkena air hujan. Hari ini aku terlalu sore datang ke rumah sakit. Kelasku lumayan full jadi aku tidak bisa lebih pagi. Seperti biasa kubuka pelan pintu ruangan Erlangga agar tidak mengganggu istirahatnya. Kuganti bunga lili yang sudah mulai layu dengan bunga baru. Setelah selesai menghentikan langkahku karena melihat dia menggeliat dari ranjangnya. Aku takut mengganggunya. Beberapa saat dia terduduk dan tanpa dua sadari selang infusnya tertarik sehingga menyebabkan dia sedikit meringis. "Kamu tidak pa-pa ? Biar kupanggilkan suster. " Tanyaku tanpa sadar saat mengetahui darah menjadi naik keselang infus. "Kenapa harus buru-buru pergi Kayla ?" Tanya Erlangga yang spontan langsung membuatku menutup mulutku menyadari kebodohanku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD