TERUNGKAP

1036 Words
Kami berdua makan tengah malam bersama. Meskipun lauk sudah dingin tak membuat Angga berhenti untuk makan, justru dia malah semangat makan bahkan sampai dua kali nambah nasi. Rambut yang masih berantakan tanpa pomade membuat Angga terlihat berbeda dari biasanya. Entah kenapa aku tidak bisa menolak untuk tidak melihat ke arah Angga. Aku akui Angga memang tampan, rasa itu masih tersimpan di dalam sudut hatiku, tapi aku sama sekali tidak berharap untuk menerima balasan dari Angga. "Kamu gak makan ?" Tanya Angga membuyarkan lamunanku. Asli aku menjadi salah tingkah dan merasa malu karena Angga memergoki aku yang masih melihat ke arahnya tanpa berkedip. "Oh iya ini makan." Kataku sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutku. Suasana kembali hening. Hanya ada suara tv yang masih menyala saling bersahutan. Angga sudah menyelesaikan makannya. Dia menyalakan rokok sambil memindah stasiun tv. Aku masih melanjutkan makanku. Sambil melihat acara pilihan Angga yang menampilkan film box office di melalui saluran internet berlogo rumah merah itu. Tak berselang lama makananku habis. Aku merapikan dan mencuci piringnya kembali sebelum akhirnya selesai dan duduk bersama Angga. Dia masih menikmati rokoknya, tak ada pembicaraan apapun diantara kami. Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, satu jam lagi menjelang subuh. Jujur saja aku ingin tidur dan menyuruh Angga untuk segera pulang. "Angga ..." "Iya ?" "Kamu gak mau pulang ?" "Kamu ngusir ?" "Bukan begitu, kamu sudah makan kan ? Dan lagi ini sudah pagi, tidakkah kamu mau pulang ? Aku mau tidur." "Aku masih ingin disini. Kamu kalau mau tidur, silahkan tidur. Kalau aku pulang nanti aku kunciin pintunya. Aku kan ada kunci cadangan." "Angga..... " "Apa Kanaya ?" Tanya Angga sambil mendekat ke arahku dan menyentuh daguku. Netra kami bertemu. Lampu studio yang memang tidak terlalu terang ketika malam menambah suasana yang terlihat romantis untukku dan Angga. Jangan tanya bagaimana jantungku berdegup kencang saat netra kami tak saling berkedip. "A... Aku .... Aku ...." Aku melepas tangan Angga dari daguku. "Kamu mau apa lagi memanggilku ? Tidak lihatkah aku sedang melihat televisi ?" Aku menarik nafas panjang. Suara lembut Angga membuatku juga menurunkan egoku untuk berbicara dengan nada kasar seperti biasanya. "Kenapa kamu masih mengangguku ?" Tanyaku. "Aku tidak mengganggumu. Aku hanya ingin menjemput kembali apa yang pernah ada di dekatku." Jawabnya tanpa melihatku. "Angga apa yang kamu cari dariku ?" "Semuanya." "Untuk apa ?" "Apakah perlu dipertanyakan ?" Tanya Angga, kali ini dia membenarkan duduknya, mematikan rokoknya dan merubah posisi duduknya tepat berhadapan denganku. "Iya. Diantara kita tidak ada sesuatu sebelumnya, untuk apa kamu mencariku lagi ? Apa yang kamu inginkan dariku ? Tidak ada sesuatu yang membanggakan dariku. Aku hanyalah seorang pembohong, aku hanyalah seorang perampas barang berharga seperti yang kamu katakan dulu." "Jika kamu tidak memiliki sesuatu yang tidak membanggakan untukku aku tidak perlu repot-repot untuk mencarimu." Kata Angga. "Kamu tau Kanaya hal apa yang paling membuatku merasa menyesal bisa melihat dunia lagi ?" Tanya Angga. "Saat aku tidak bisa menemukanmu lagi disisiku." Kata Angga lagi. Angga beranjak sedikit menjauh dariku. Dia menuju tiang kanvas milikku yang pada kanvasnya terdapat lukisanku saat belajar melukis bunga lili. "Aku sudah pernah bilang padamu jika aku ingin ketika aku bisa melihat kamulah yang pertama ingin aku lihat, tapi aku tidak bisa melihatmu. Saat itu aku merasa bahwa lebih baik aku tidak bisa melihat lagi asal kamu bisa bersamaku." Kata Angga lagi. Tidak ada kata yang keluar dari bibir Angga. Dia meletakkan kanvas milikku dengan kanvas yang masih kosong, selanjutnya dia mulai mengambil kuas dan menggoreskannya pada kanvas, aku tidak tau apa yang dia lukis. Aku hanya melihatnya dari sofa tempatku duduk. "Tapi Kayla disana, bahkan dia ada didepanmu saat kamu membuka mata." Kataku. "Aku tau. Tapi saat itu juga aku tau bahwa itu bukan Kayla yang selama ini merawatku." "Bagaimana bisa ? Kamu bahkan belum pernah melihatku sebelumnya." "Banyak hal Nay yang membuatku tau dan yakin bahwa Kayla yang selama ini merawatku adalah Kayla palsu. Aku selama ini diam dan aku ingin mengikuti permainan kalian berdua." Aku membulatkan mata mengetahui kenyataan yang ada. Aku tidak menyangka bahwa sedari awal ternyata Angga sudah tau semuanya. "Malam saat aku mengalami kecelakaan itu, saat aku tergeletak di aspal, saat aku melihat seorang perempuan bersepatu wana putih, memakai kaos panjang warna biru dan celana panjang hitam menghampiriku bahkan mengenggam tanganku." Cerita Angga. Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku, Angga bisa mengingat semuanya bahkan dari pakaian hingga sepatuku. "Aku memang tidak terlalu melihat wajahmu. Tapi aku tau jika perempuan yang menolongku adalah seorang perempuan kecil yang memiliki kulit berwarna coklat. Bukan putih seperti Kayla asli." Lanjut Angga. "Angga jangan-jangan kamu .... " "Aku tetap buta ! Jangan berfikir kalau kebutaanku adalah sebuah kebohongan Kanaya ! Aku bukan pembohong sepertimu dan keluargamu! Bukankan kamu mendengar kebutaanmu juga dari Kayla dan dokter mata di rumah sakit ?" Tanya Angga sambil menunjuk wajahku sebelum dia kembali untuk melukis lagi. "Kamu tau Kanaya ? Kamu bukanlah orang yang pandai berbohong. AKu tau semua data dirimu sudah kamu ubah semua menjadi milik Kayla. Tapi suara Kayla dan Kanaya itu berbeda, telingaku tidak tuli. Setiap hari aku bersamamu, berbicara denganmu. Dari membuka dan menutup mata aku tuh bersama kamu,bagaimana bisa aku lupa suaramu ?" "Pada awalnya aku sempat menyalahkan diriku sendiri, menanyakan pada pak Muh dan mbok Nah apa aku sempat membuat salah pada Kayla sampai dia tidak menemuiku, bahkan meninggalkanku begitu saja. Aku mengobrak abrik seisi kamarmu hanya untuk mencari jejakmu, tapi aku tidak bisa menemukannya. Aku berusaha mendatangi Kayla, berbicara dengannya tapi tidak ada sambungan dari apa yang kita obrolkan. Apa aku salah jika aku tidak curiga ? Mbok Nah dan pak Muh juga tidak mau jujur tentangmu, bahkan aku sempat beberapa kali mengancam untuk memecat mereka tapi mereka kekeh tidak mau jujur. Aku memilih untuk diam dan mencari tau sendiri tentang kamu. Sampai waktu itu aku sudah menemukan titik jelas." "Maksud kamu ?" "Aku mendatangi Siska." Sejenak aku berfikir sambil mengingat siapa Siska, dan aku baru ingat kalau Siska pernah bertemu denganku dan aku pula yang pernah membuatnya di pecat dari pekerjaannya di kantor Angga. "Tidak sedikit aku mengeluarkan uang untuk Siska sampai akhirnya dia menceritakan bagaimana ciri-ciri dari orang yang mengantarku ke showroom dan mampu membaca administrasi keuanganku, dan untuk selanjutnya Kayla menghubungiku ditengah patah hatinya ditinggal Abdi berselingkuh dengan Siska."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD