chapter 6

4651 Words
"Sudah waktunya Evanjors, bukankah perjanjian itu sudah seharusnya dijalankan." Suara menggema dengan berada di Aula Istana, hanya berupa sinar putih dengan cahaya keemasan, suara yang tak lain adalah Luza Raja pertama Kerajaan Landmark. Evanjors memberikan penghormatan dihadapan cahaya tersebut, tatapannya berubah dengan memikirkan Edward, putranya harapannya bagi Daratan Landmark, "Salam Yang Mulia Luza, tapi tidak mungkin sekarang. Puteraku sudah bertunangan dengan seorang putri." "Seharusnya kau paham Evanjors, disaat malam itu kekuatan batu permata berada di tubuh puteramu, hanya dia yang bisa membebaskan para drakon." "Tapi Yang Mulia," jawab Evanjors dengan melihat bola cahaya berwarna putih dengan sinar keemasan di luar ruangan kamarnya. Mendengar ucapan Evanjors, tentu saja Luza menagih janjinya kepada putranya saat ini. Apalagi jika untuk membebaskan Draganor. "Tidak ada tapi Evanjors, kau adalah penerusku menjadi pemimpin kerajaan ini. Puteramu terlahir di bulan perjanjian batu permata bersama para dewa, ingatlah perkataanku ini. Dunia dalam kehancuran jika puteramu tidak bisa membebebaskan para drakon." "Tapi ayah," bantah Evanjors dengan menoleh ke arah sinar cahaya keemasan, wajah tegas dengan rambut berwarna kecokelatan, mahkota yang ia kenakan sebagai Raja Landmark. "Tidak ada tapi Evanjors, usia Edward sudah memasuki usia perjanjian ku bersamanya." Tak lama kemudian bola cahaya putih tersebut menghilang seiring angin yang berhembus dengan beberapa pohon mengenai kaca jendela di Aula Istana. Tak ada pengawal, hanya seorang penjaga yang memasuki Aula Istana. Keadaan yang mendiang ayahnya katakan untuk putranya, Edward. "Sudah waktunya Yang Mulia, langit di luar sudah gelap bahkan kekuatan para magia sudah tidak bisa bertahan, sudah waktunya Putera Mahkota Edward menuju perbatasan." Evanjors membalikkan tubuhnya, bantahannya semakin kuat karena Edward harapan satu-satunya menjadi generasi penerus Landmark, ia menolak keras jika Edward harus di pertaruhkan di medan peperangan, peperangan hanya untuk menguasai kekuatan draganor, "Tidak akan pernah Moiza, aku tidak akan pernah mengorbankan nyawa puteraku. Lagipula sekarang ia sudah mrmiliki tunangan." "Tapi Yang Mulia, para magia sudah tidak bisa bertahan lama." "Biar aku yang menghadapinya, bawa putera mahkota bersama tunangannya ke arah selatan. Siapkan pasukannya, kau pergilah ke pintu perbatasan. Lindungi puteraku, permohonanku." "Tapi Yang Mulia." "Tidak ada tapi, aku mengetahui kekuatannya ada di dalam tubuh puteraku, tapi aku tidak akan membiarkan puteraku mati di tangan seorang penyihir." "Yang Mulia, anda menghianati perjanjian Yang Mulia Luza." "Dia ayahku, Edward puteraku. Pergi Moiza, pergilah ke perbatasan," ucapan Evanjors dengan menekan suaranya. Ucapannya menegas karena ingin melindungi putranya, alasan Evanjors menginginkan Elena menjadi istrinya. Menginginkan generasi penerus Landmark dengan ucapan mendiang ayahnya, Luza. 17 tahun yang lalu, "Dahulu kala hiduplah seorang putri yang selalu mencintai seekor naga hingga suatu hari naga yang ia cintai tewas oleh seorang penyihir, seorang putri tersebut selalu meminta permohonan setiap hari agar cintanya selalu menggema. Hingga suatu hari permohonannya dikabulkan oleh semesta, ada bola cahaya di langit berbentuk meteor yang terjatuh bahkan memberikan cahaya besar dekat dengan putri tersebut. Pada saat itu penyihir tersebut menyaksikan tentang peristiwa itu, karena malam itu cahaya tersebut berubah menjadi seekor naga. Naga terkuat dengan membawa kekuatan batu permata, naga tersebut menjadi kekuatan di salah satu daratan. Mulai saat itu penyihir selalu mencari keberadaan naga tersebut, naga itu bernama Draganor, raja dari para naga." "Cerita yang sangat bagus Alana, adikmu walaupun berusia masih beberapa bulan tapi ia tersenyum melihatmu." "Ini dongeng yang kusukai ayah, tetapi sepertinya bukan hanya dongeng biasa. Walaupun ada di buku cerita tetapi aku menyukainya," ucap Alana dengan menutup buku tersebut di sebelah Elena, menceritakan dongeng untuk adiknya yang masih kecil. "A Wish." Suara yang terdengar oleh Alana, apalagi jika bukan suara dari Elena sang adik yang masih berusia balita. Tak mungkin jika pendengaran Alana salah, ucapan itu keluar dari bibir mungil sang adik. Padahal Elena belum lancar berbicara tapi yang Alana dengar saat ini benar-benar dari suara Elena. "Elena, kau bisa berbicara? Ayah sepertinya aku mendengar adikku berbicara," teriak Alana dengan menunjuk jari telunjuknya. Menunjuk ke arah adiknya yang masih balita dan duduk di tempat duduk mainan, suara tertawa Elena terdengar dengan bola matanya yang persis mewarisi Alana. "Tidak mungkin sayang, adikmu baru berusia beberapa bulan." "Tidak ibu, aku mendengarnya dari bibir mungilnya. Ia berbicara seperti ini wish, seperti ini," ucap Alana meyakinkan ibunya. Ibunya hanya terkekeh dengan mengaduk campuran makanan di dalam mangkuk kecil. Memberikan mpasi untuk Elena yang masih masa pertumbuhan. "Sayang, itu tidak mungkin. Kemari sayang, setelah makan siang ibu akan menggendong adikmu. Dongeng yang sangat indah sudah di ceritakan kepada Elena." "Tapi ibu, aku benar-benar mendengar Elena berbicara," ucap Alana dengan mata bulatnya, ia sesekali melirik ke Elena, kejadian yang tak pernah ia duga dari adiknya yang masih berusia beberapa bulan. Cahaya yang Alana lihat tak mungkin salah, ada cahaya di langit dengan ucapan adiknya. "Kemari sayangku Elena, kau dan kakakmu adalah putri ayah yang tercantik." "Ayah aku benar-benar mendengar Elena berbicara," ucap Alana ketika melihat ayahnya menggendong Elena, memangkunya dengan mencium hidung Elena. Tak lama sang ayah mengusap rambut Alana dengan celotehannya. Tak ada yang percaya dengan apa yang Alana lihat saat ini, Alana tak henti-hentinya melihat adiknya. "Makan siang bersama ibu sayang, ayah akan mengajak Elena bermain." "Baik ayah. Aku benar nyata melihatnya ibu." "Ibu percaya, tapi jauh lebih percaya jika Alana makan siang dulu." "Baik ibu." Keceriaan yang tak pernah terlihat, Elena, nama yang terpilih dari seluruh para dewa untuk bersama Pangeran Edward, sang pewaris batu para dewa. Cahaya terang dengan beberapa para elf mengelilingi rumah dimana Elena berada. Suara nyanyian menggema dengan senyuman demi menjaga sang pecahan batu permata. "Ellena, kau akan selalu menjadi cahaya untuk seluruh semesta, Ellena." Ucapan dari para magia terdengar dengan lembut, cahaya dari Landmark. "Tuan Putri, anda sudah terbangun?" Ucap seseorang dengan melihat wajah Ellena, wajahnya melihat ke wajah Ellena yang tertidur pulas, senyuman itu terlihat ketika Ellena terbangun. "Dimana aku? Kenapa kita berada di kereta kuda?" Desakan napas dengan suara yang ia dengar, suara samar dengan Ellena yang terbangun secara tiba-tiba. Tak lama dirinya bersandar dengan beberapa pelayan dari Kerajaan. "Maafkan kami tuan putri, beberapa rombongan kerajaan juga bersama tuan putri dan juga pangeran. Ini perintah dari yang mulia raja." Tak lama rombongan kereta kuda kerajaan pun terhenti, suara yang tak asing terdengar di luar dengan keributan. Pangeran Edward dengan beberapa pengawal penjaga, apalagi jika bukan kabar akan ayahnya yang berada di perbatasan demi melindungi dirinya. "Lepaskan aku, aku akan perbatasan," teriak Pangeran Edward dengan arogantnya. Ia bersikeras menginginkan dirinya menuju perbatasan, kabar yang ia tahu setelah rombongan pihak kerajaan menjauh dari Kerajaan Landmark. "Tapi Putera Mahkota, ini perintah dari Yang Mulia. Anda tidak diperkenankan ke perbatasan." "Aku tidak akan membiarkan ayahku berada di perbatasan sendirian. Kenapa kalian membawaku? Kemarikan kudanya, pakaikan aku pakaian zirah besi." "Tapi Putera Mahkota," ucap beberapa pengawal. Suara Pangeran Edward berhasil membuat Camello hadir, Elf Light dengan melesat hanya beberapa detik. Membawa panahan dengan wajah rahang tegasnya. Tubuhnya tinggi dengan ketampanan seorang Raja. "Kau mau kemana Putera Mahkota?"tanyanya dengan hadir tiba-tiba dihadapan Pangeran Edward. Ada nada pasrah ketika melihat pria yang Edward kenali. Siapa lagi jika bukan Camello yang di percayai ayahnya selama ini. "Oh ya ampun, tentu saja aku akan perbatasan. Lepaskan aku Camello," jawabnya dengan melihat Raja Camello. "Kaumku menuju perbatasan, ini perintah dari Yang Mulia Raja, kau tidak diperkenankan menuju perbatasan. Bawa Putera Mahkota." Tak lama para pengawal Istana pun membawa paksa Pangeran Edward menuju gerbang Istana. Camello melihat Pangeran Edward dengan cahaya batas magia yang melindungi kerajaan. Demi sang pewaris, satu-satunya penerus dari Landmark. "Camello, lepaskan aku. Ayahku berada disana berjuang sendirian." Suara teriakan dari Pangeran Edward membuat tatapan Camello menjadi agak sedih, ia terpaksa melakukan ini karena demi melindungi putera mahkota. Rombongan memasuki kerajaan dengan dinding pembatas magia berwarna biru, beberapa Elf light menjaga dinding perbatasan dengan melihat Camello dari kejauhan. "Justru ayahmu sangat mencintaimu Putera Mahkota, lindungi Putera Mahkota. Pasang segel sihirnya seluruh Kerajaan. Para magia akan melindungimu Putera Mahkota." Tubuhnya berdiri dengan wajah tegasnya, melihat para kaumnya melindungi kerajaan landmark demi generasi penerus. Mempertahankan Kerajaan Landmark dari sihir hitam yang dikendalikan Felix. "Camello," panggil Leomord dengan melihat beberapa Elf light menjaga pintu perbatasan, sudah hampir setengahnya mati demi mempertahankan Wilayah Landmark. Tak mungkin jika Leomord mempertaruhkan banyak nyawa para Elf dan Elvis dari Wriston demi Landmark secara terus-menerus. "Dia keturunan terakhir, apa kau yakin Camello? Justru penyihir itu menginginkannya," Leomord dengan suara datarnya. Melihat banyak para magia yang menjaga Putera Mahkota demi mempertaruhkan kekuatannya. Keturunan dan generasi para keturunan Wriston di pertaruhkan demi menjaga Wilayah Landmark. "Daratan ini jauh lebih membutuhkannya, sebagai garis keturunan terakhir. Bahkan Draganor menginginkan nyawa Putera Mahkota Edward selalu terlindungi. Kita akan menuju perbatasan, kecuali kau Leomord, Kau tetaplah disini. Cuacanya semakin gelap, nyawa Yang Mulia Raja harus di selamatkan." Ucapan tegas Camello tak mampu membuat Leomord membantah, helaan napas terlihat dengan Leomord melihat kepergian Camello dengan kecepatannya beberapa detik. Apalagi jika bukan ke perbatasan demi Raja Evanjors. "Aku tidak menyangka kau sangat berani mengorbankan nyawamu Evan, demi rakyatmu bahkan puteramu." "Jangan pernah menyentuh puteraku," teriak Evanjors dengan mengeluarkan pedang miliknya. Banyak darah yang pernah menghiasi pedang miliknya selama peperangan demi mempertahankan Wilayah Landmark. "Jika aku menyakiti Draganor, maka puteramu akan mati. Kau memahaminya bukan Evan?" Kepulan awan hitam dengan mendekati Evanjors, percikan bola api menghiasi sekeliling Evanjors dengan memegang pedang miliknya. Ia tahu apa yang ia lakukan sebagai Raja, tak mungkin jika penyihir yang ada di hadapannya bisa hancur hanya karena pedang miliknya. Demi melindungi putranya, keringat menetes dari kening Evanjors dengan menahan panasnya api yang berada di sekelilingnya. "Lepaskan Yang Mulia Raja," ucapan Camello dengan mendekati kepulan awan hitam, kekuatan setara dengan kekuatan miliknya. "Ternyata kau memanggilnya kemari Evan, Camello Raja dari Akasia." "Menyentuh Yang Mulia Raja, maka kau akan mati di tanganku." "Camello, berikan kekuatan batu permatamu. Maka aku akan melrpaskannya," ucapnya dengan suara awan hitam yang semakin pekat di langit-langit perbatasan. Menahan panasnya api dengan melewatinya. Camello berjalan mendekati kepulan awan hitam dengan panahan miliknya yang mengeluarkan sinar magia. Kedua matanya mengeluarkan sinar dari Akasia, sang Raja dari Akasia. "Tidak akan pernah. Lepaskan Yang Mulia Raja atau kekuatanku akan menghabisimu," ucapnya dengan dua bola mata mengeluarkan sinar magia. Rune sihir bersinar terang dari panahan miliknya. "Evanjors putera Luza, aku tidak menyangka kau memanggil Camello kemari. Kita akan bertemu lagi nanti Evan. Ingatlah Evanjors, sebagai seorang raja, aku akan selalu menginginkan kekuatan yang ada di dalam tubuh puteramu. Putera Mahkota Edward." Camello mengambil satu buah anak panah dengan melesatkannya ke langit, cahaya biru dengan panahan menembus kepulan awan hitam di langit-langit perbatasan menghilang hanya dalam beberapa hitungan detik. Helaan napas terlihat dengan suara Evanjors yang terjatuh di atas permukaan tanah, dengan beberapa keringat serta luka-luka di tubuhnya. Ikatan antara dirinya sebagai keturunan dari Raja Luza. "Anda tidak apa-apa Yang Mulia? Maafkan saya yang telat datang," teriak Camello dengan berlari, tangannya menopang kepala Evanjors dengan rasa kesakitan yang menjalar di tubuh Evanjors, darah keluar dari rongga mulut dengan napasnya yang sesak. "Camello, bawa aku kepada puteraku," ucap Evanjors dengan suara beratnya. Suara terbatuk-batuk dengan tangan kirinya yang menyentuh lengan kekar Camello. Wajah Camello terlihat agak samar di pandangan Evanjors, racun yang menjalar dari penyihir. Penolakan Evanjors memberikan Pangeran Edward atas batu permata para dewa. "Bertahanlah Yang Mulia, anda akan baik-baik saja," ucap Camello dengan memegang tubuh Evanjors, dalam beberapa detik dirinya dan Evanjors menghilang dengan berpindah ke Kerajaan Selatan, Grissham. Leomord memasuki ruangan dengan suara sinar magia miliknya di pendengarannya, kehadiran Raja Camello memasuki Kerajaan Grissham dengan insting penglihatan miliknya. Camello membaringkan Evanjors diatas ranjang dengan seprai lapisan emas. Tubuhnya melemah dengan Leomord membawa para tabib istana. "Aku tidak pernah terpikir bahwa akan terjadi seperti ini Camello." "Diamlah Leomord, tugas kita sebagai light elf. Bukankah Wriston mendekati perbatasan Grissham, ada berapa banyak para Elf dan Elvis yang tinggal di Grissham, lebih baik kondisi Yang Mulia Raja di utamakan," ucap Camello dengan menghentikan ucapan Leomord. Camello sangat tahu apa arti pentingnya sebagai seorang raja, terlebih ia melindungi Wilayah Landmark dengan Akasia dan Wriston memasuki Grissham. "Apa karena Tuan Putri Rana? Bicara saja kepada putera mahkota, Camello." "Yang Mulia Raja yang akan memberitahukannya, bagaimanapun Rana adalah adikku." Camello membalikkan tubuhnya dengan melihat pemandangan Wilayah Grissham dari balik jendela kamar, mendekati pajangan diatas meja yang terukir dari ukiran beberapa pepohonan akasia mendominasi di ruangan ini, wewangian akasia. Wilayahnya dengan dipenuhi beberapa tanaman yang tumbuh layaknya Wilayah Landmark dengan seribu keindahan layaknya taman eden. "Ayah, apa ayah tidak apa-apa?" Teriak Pangeran Edward dengan berlari mendekati ayahnya, beberapa tabib serta pengawal penjaga berjalan mundur ketika Putera Mahkota memasuki ruangan raja. Leomord menatap Pangeran Edward dengan kekhawatirannya, begitupun dengan Camello yang mengetahui racun yang menjalar di seluruh tubuh Evanjors saat ini. Leomord bergerak dengan berjalan mendekati Pangeran Edward, tangan Camello menghentikan tubuh bidang Leomord dengan dirinya yang akan menemuinya, dirinya yang menginginkan Pangeran Edward berada di Istana, dirinya yang menghadapi penyihir di perbatasan. "Saat ini kondisinya masih dalam penyembuhan, mungkin membutuhkan beberapa hari. Maafkan aku Putera Mahkota, tapi Yang Mulia akan baik-baik saja." "Ini gara-gara kau, sudah kubilang biar aku saja yang ke perbatasan." "Putera Mahkota, mohon jaga sikap anda," suara Leomord menekan di hadapan Putera Mahkota, sudah sangat keterlaluan karena sudah banyak pengorbanan para Elf dan Elvis menjaga perbatasan Wilayah Landmark. "Leomord, maafkan aku." "Bawa dia ke ruangannya, biarkan aku yang menunggu Yang Mulia Raja," ucap Camello dengan menyuruh Leomord membawa Pangeran Edward ke luar ruangan. Pandangan Seranova semakin samar dengan cairan darah yang keluar dari dua lubang hidungnya. Dirinya mengatur napas demi kandungan yang ia jaga, kekuatannya jauh lebih hebat dari sebelumnya. Serangan para penyihir hanya untuk menginginkan kekuatan Pangeran Edward, Seranova menahan kekuatan magia dengan memanggil Moiza. "Kekuatanku sudah tidak bisa bertahan lagi Moiza, apa kau sudah menghubunginya," ucapnya dengan menahan serangan magia. "Sudah tuan putri sera, tapi ada kabar yang tidak enak untuk anda," Moiza menundukkan kepalanya, suaranya terlihat datar dengan kabar yang baru saja ia ketahui akan Yang Mulia Raja Evanjors. "Kenapa?" Tanya Seranova dengan penasaran. Pandangannya semakin samar dengan kekuatannya yang menipis. Ini sudah beberapa hari ia menjaga perbatasan dari luar ruangan kamarnya. "Yang Mulia Raja terluka, tapi sudah di tangani oleh Yang Mulia Camello." "Sudah kubilang kau tidak bisa tanpaku," suara yang tak asing bagi Seranova, suara yang selama ini menemaninya sebagai seorang suami. Seranova menginginkan kehadirannya karena kekuatannya menipis. "Pangeran Devon," panggil Moiza ketika melihat kehadiran Pangeran Devon menghampiri Putri Seranova. "Pergilah Moiza, biarkan aku dan suamiku yang menjaga garis portalnya." "Baik tuan putri." "Kemarikan tanganmu," pinta Seranova dengan menarik lengan suaminya, helaan napasnya terlihat ketika dua kekuatan bersatu dengan melindungi dinding perbatasan. "Ah aku kecewa melihat istriku seperti ini, sudah kubilang kau harus selalu berada di sisiku biar selalu terjaga," ucap Pangeran Devon dengan menghapus darah yang keluar dari hidung istrinya, ada anak dari generasi keturunannya berada di kandungan istrinya. "Jangan bercanda, kemarikan." "Kupeluk, hadiah untuk istriku. Sudah membaik?" Tanya Devon dengan memeluk istrinya, tangannya mengusap perut Seranova dengan lembut, "Disaat seperti ini kau selalu memanjakanku." "Sudah tugasku melindungimu sayang," ucapan dari Pangeran Devon terdengar di telinga Seranova, ada wajah bahagia tersirat dari wajahnya. Sebagai putra dari Kerajaan Astrea, Seranova merasakan kelemahannya terobati dengan kehadiran suaminya. Dari jauh perbatasan, dengan dinding yang terjal serta diatas pegunungan. Felix berdiri dengan jubah yang ia kenakan, tatapannya sinis dengan melihat kejadiaan yang tak seperti ia harapkan, "Tidak kusangka yang datang adalah Yang Mulia Evan, padahal aku mengincar Edward." "Sampai kapanpun kau tidak akan bisa mendapatkan Tuan Putri Ellena, Pangeran Felix." "Diamlah Suba, Draganor adalah milikku. Sampai kapanpun Edward tidak akan memilikinya." "Hanya karena Tuan Putri Ellena? Kau menghancurkan daratan ini jika keegoisanmu selalu menyelimutimu Pangeran Felix." "Aku sudah menjauhkannya dari Edward, tapi Yang Mulia Evan justru menemukannya." "Yang Mulia Brhiana pasti akan marah jika melihat puteranya seperti ini." "Jadi kau akan mengadukannya kepada ibuku?" Tanya Felix dengan amarah yang menyelimutinya. Tangannya mengepal dengan apa yang ia lihat, kematian seseorang yang ia inginkan namun semuanya sia-sia. Tak ada yang mati di perbatasan dengan kehadiran Camello dari Akasia. "Kau sudah melewati batas Pangeran Felix, membuat Yang Mulia Evan terluka adalah kesalahan fatal," ucap Suba. Felix meninggalkan pegunungan dengan menarik Suba, hewan yang ia rantai dengan sihir magia yang ia pasangkan. Tangannya masih mengepal dengan Felix yang amarah. Sesekali tubuh Suba terjatuh dengan meronta kesakitan, "Jangan lagi membuatku marah, kau ingat ini Suba," ucap Felix dengan menohok menginginkan hewan yang ia bawa menurutinya. Kerajaan Astrea, Daratan Edzhar. "Salam Astrea Yang Mulia Charlotte, saya membawa kabar tentang Pangeran Devon dari perbatasan." "Bagaimana keadaannya? Sudah kukatakan Putri Sera tidak akan pernah bisa jauh dari puteraku," Ratu Charlotte mendengarkan kabar akan keadaan putranya dan juga menantunya, terlebih ada keturunan dari Kerajaan Astrea yang kini berada di rahim Seranova. Arthur menoleh dengan melihat istrinya, emosi Charlotte kian terlihat lantaran ia melarang Seranova berada di Grissham, "Sayang, jangan terlalu seperti ini bicaranya." "Tapi Arthur, memang itu kenyataannya." "Jika sudah selesai di perbatasan ku harap Devon membawa Sera kembali kemari." "Baik Yang Mulia Charlotte, pesan anda akan saya sampaikan kepada Pangeran Devon," jawab pengawal kerajaan dengan beranjak dari laporan dirinya yang datang dari perbatasan. Wajah Charlotte masih agak kecewa melirik ke arah suaminya, Arthur masih memikirkan kondisi Seranova dan juga Devon. Terlebih ia juga harus membuka portal untuk pemberkatan pedang egbert. Arthur beranjak dari singgasananya, dirinya berjalan dengan melihat beberapa pajangan. Ia sangat tahu jika Seranova tak bisa di pisahkan oleh putranya, Devon. "Kau selalu seperti ini jika terjadi sesuatu, jangan khawatir. Putera kita tidak akan pernah kenapa-kenapa." "Kau selalu saja seperti itu Arthur, dia putera kita satu-satunya, lagipula bukankah Sera sedang hamil." "Jika dalam beberapa hari mereka belum kembali aku akan membuka portalnya, jangan khawatir Charlotte." "Hanya membuka katamu? Bahkan wilayah kita pun sedang di jaga oleh para ives." *Ives para pemanah dari Daratan Wriston, magia dari Axon. "Aku masih menunggu kabar dari Camello." "Aku tidak ingin menunggu hingga beberapa hari, Devon adalah putera kita." "Charlotte." "Maafkan aku Arthur, tapi sudah banyak nyawa yang hilang hanya karena Draganor. Kau tahu siapa yang kau korbankan saat ini, aku tak ingin kehilangan Seranova dan juga Devon," ucap Charlotte dengan beranjak dari singgasananya. Ditemani enam orang pelayan dengan Charlotte meninggalkan ruangan, kekecewaan Charlotte terlihat ketika ia mendengar ucapan Arthur. Kerajaan Landmark, Wilayah Grissham. "Kembali Putera Mahkota, apa yang di katakan Yang Mulia Evan memang benar. Kau adalah keponakanku," suara Camello menahan Pangeran Edward. Tak ada kata-kata lain yang ingin Pangeran Edward katakan selain ia cukup mengetahuinya, mengetahui akan kabar selama ini. "Aku hanya tidak menyangka kalian menyembunyikannya dariku selama ini." "Demi kebaikanmu, ini adalah permintaan dari ibumu Rana." "Beri aku waktu untuk menerima penjelasan ayah tentang ini." "Tidak ada waktu Putera Mahkota, portalnya hanya akan dibuka untuk sekali seumur hidup. Hanya Yang Mulia Arthur yang bisa membukanya. Hanya kau yang bisa membawa pedang egbert." "Aku tidak menyangka dongeng yang kudengar selama ini adalah kisah nyata, terlebih putri yang berada di dongeng adalah ibuku sendiri." Leomord mendekati Pangeran Edward, ia tak mungkin membiarkan Pangeran Edward membenci Camello, bagaimanapun selama ini Camello adalah pamannya, kakak dari mendiang ibunya, "Kakekmu tidak salah Putera Mahkota, jangan pernah menyalahkan garis keturunan Landmark." "Aku tidak pernah menyalahkan siapapun." "Putera Mahkota, mulailah memanggil Yang Mulia dengan sebutan paman. Yang Mulia Camello adalah paman anda dan juga anda harus menerima berkat dari pedang egbert," ucap Leomord dengan menghampiri Edward. Camello agak menunduk lalu wajahnya mendongak kembali, mendengarkan ucapan dari keponakannya dengan ucapannya yang diungkapkan dari dasar hatinya, "Tidak apa-apa Leomord." "Tapi bagaimanapun sekarang ia sudah mengetahuinya." "Tidak apa-apa, perlahan ia akan menerimanya." Hembusan angin terlihat dengan suara jeritan serta Felix yang amarah. Melepaskan amarah dengan kesakitan dari apa yang ia lihat di perbatasan, Wilayah Veddra, dekat dengan Trevon. "Bagaimana Draganor, kau mengerang kesakitan sampai kapanpun ia tidak akan pernah membebaskanmu dari rantai ini." "Hentikan Pangeran Felix," teriakan Suba terlihat dengan dua garis rantai di kulitnya. Hasil amarah Felix terlihat dengan Suba yang menahan kesakitan, melihat Draganor tentu saja Suba menahan Felix dengan sihir magia Felix menyentuh rantai yang berada di tubuh Draganor. "Suba, sampai kapanpun kau akan selalu setia bersamaku. Bukan dengan keturunan Landmark," teriak Felix dengan menyentuh rantai dengan kekuatan magia miliknya. Suara jeritan dari Draganor masih mengerang kesakitan. Taring Suba menggertak dengan melihat Felix yang masih menginginkan Draganor kesakitan. *suba adalah singa berkepala dua berwarna hitam penjaga Wilayah Landmark. "Kau akan selalu terikat denganku Suba, kalian hewan-hewan yang akan setia hanya kepadaku bukan kepada Edward," teriak Felix dengan langit-langit diatas Veddra dengan mulai agak gelap. Kemarahannya membuat Suba menahan amarahnya. Ini sudah di luar batas Felix menguasai sihir yang ia rebut. "Berhenti Pangeran Felix, kekuatanmu menyakiti Draganor." "Kekuatan Luthien setengahnya ada padaku. Sampai kapanpun kalian milikku bukan milik Edward." Wilayah Idzackel adalah wilayah dengan banyak sekali pemandangan indah, tidak hanya dari segi keindahan pemandangan. Bahkan memiliki beberapa wilayah yang subur akan beberapa tanaman. Beberpa diantaranya adalah buah melonik, orangejuic, mangonica, dan beberapa tanaman lainnya yang di hasilkan dari Wilayah Idzackel. "Aku tidak mengerti kenapa aku menceritakan Tuan Putri Ellena tetapi ayah membelanya," ucap Grace dengan memakan buah melonik, buah melonik adalah buah yang dihasilkan dari Wilayah Grissham dan juga Idzackel. "Sudahlah, lagipula percuma membicarakannya terus. Ia adalah tunangan putera mahkota, lagipula saat ini kita berada di Grissham," ucap Chris dengan pandangan nanar melihat ke arah adiknya Grace. "Buah ini enak, kenapa kau membawakannya hanya sedikit kepadaku kak? Sudah tahu kita akan ke Grissham kenapa kakak membawakannya hanya sedikit untukku," ucap Grace dengan menyendokkan beberapa buah melonik ke dalam mulut mungilnya. "Kereta kuda kita tidak akan cukup jika membawa buah yang kau sukai, aku akan memeriksanya ke kereta rombongan keluarga kita. Ingatlah jangan pernah membahas putera mahkota dengan tuan putri lagi, Grace." "Kakak juga samanya seperti ayah, pasti kakak membela mereka untuk bersama. Jelas-jelas setelah tuan putri menghilang, putera mahkota bersamaku. Harusnya aku yang bertunangan dengannya. Putri Ellena kembali ke Idzackel, bahkan sekarang ia berada di sini di Landmark." "Grace dengarkan aku, di luar banyak sekali para ives yang menjaga wilayah kita. Tidak hanya Landmark, mungkin beberapa wilayah juga sama. Mereka pemanah terlatih dari Axon," jawab Chris dengan ucapan menegas melihat ke arah adiknya Grace. Grace hanya mendengarkan Chris berbicara sembaring memakan buah melonik kesukaannya. "Mungkin setelah memakan-makanan ini semua aku akan berjalan-jalan, sudah lama aku tidak ke Grissham, sekarang kita berada di Grissham jadi aku akan berjalan-jalan," jawab Grace menjawab kakaknya dengan tatapan payau. "Tidak diizinkan berjalan jauh-jauh, dan lagi harus ada pengawal untuk menjagamu. Kau mengerti ini, Grace. Aku akan menemui ayah dan ibu. Jika ingin keluar dan berjalan-jalan jangan lupa mrmakai mantel jubahmu," ucap Chris kembali dengan membawa beberapa gulungan kertas berisikan peta wilayah Grissham. Beberapa sendokan buah melonik memasuki bibir mungil Grace, mendapati dirinya sudah berada di Wilayah Grissham di kawasan Kerajaan Landmark setelah ia melakukan perjalanan dari Idzackel. Beberapa cahaya memasuki ruangan Grace ketika dirinya memakan buah melonik, Peri Mari bersama dua orang peri melihat Grace dari jauh. "Sebenarnya apa yang ingin kita cari disini?" Tanya Peri Elshi dan Peri Viqi kepada Peri Mari. "Ssstt, pelankan suaramu. Aku mendengar dari Yang Mulia Dinovela jika Putera Mahkota Edward harus mencari beberapa drakon." "Kau selalu seperti ini peri mari, lagipula tugas kita masih banyak. Lebih baik kita pergi dari kastil keluarga Earl Ernest," ucap Peri Elshi. "Kalian ini aku ajak untuk mendengarkan dari keluarga earl, siapa tahu ada informasi tentang putera mahkota. Kalian tahu bahwa kerajaan lamdmark di segel sihir oleh Yang Mulia Camello." "Lebih baik kita kembali Peri Mari, tidak ada apapun disini. Lagipula jika memang ada informasi pasti Yang Mulia Dinovela memberitahukannya kepada kita," ucap Peri Viqi kepada Peri Mari. "Iya, apa yang dikatakan Peri Viqi benar, Yang Mulia Dinovela tidak mungkin menyembunyikan rahasia kepada para peri, lebih baik kita kembali," ucap Peri Elshi kembali. "Kalian saja yang kembali, aku akan disini melihat Putri Grace," jawab Peri Mari. "Kami tidak akan membantumu jika Yang Mulia Dinovela mencarimu, lagipula masih banyak tugas dari Yang Mulia Dinovela. Terlebih memetik beberapa biji tanaman." "Hanya sebentar saja aku berada di Kastil Keluarga Earl Ernest, lagipula aku memang mendengar informasi tentang putera mahkota," jawab Peri Mari kembali dengan melihat kedua temannya terbang menuju Wilayah Landmark, sinar cahaya biru dan juga merah muda menghiasi kepakan sayap dari Peri Viqi dan juga Peri Elshi. Hiasan kepala Peri Mari terbuat dari bunga dengan baju yang ia kenakan, sinar cahaya berwarna jingga dengan rambutnya yang berwarna merah muda. Bola matanya membulat dengan keinginannya mencari kabar akan Putera Mahkota di Kediaman Keluarga Earl Ernest. Penerangan dengan hanya disinari api disetiap dindingnya, sinar api dari gading dengan ruangan dinding bebatuan. Suaranya menggema dengan keadaan Luthien yang melemah, "Kau tahu bahwa adikku sedang melemah karena setengah kekuatannya ada pada Pangeran Felix." "Aku mengetahuinya, bukankah Putera Mahkota Edward akan ke daratan Draganor." "Kau tahu tugasmu Lufont, aku tidak ingin keduanya mati. Keluarkan kekuatan Luthien dari tubuh Felix dan bawa Felix kembali ke keluarganya, bukankah itu jalan terbaik." "Tapi Yang Mulia, Suba ada dalam genggaman Pangeran Felix." "Aku akan mengeluarkan Cerberus milik Yang Mulia Edmond yang akan menemani Putera Mahkota Edward. Jika Felix memiliki Suba maka Cerberus akan menemani Putera Mahkota Edward." "Tapi Yang Mulia, kekuatan Putera Mahkota Edward tidak mampu memegang Cerberus. Lagipula yang menguasai Cerberus adalah Yang Mulia Edmon." "Tugasmu Lufont, keluarkan kekuatan Luthien dari tubuh Felix, aku hanya ingin kekuatannya kembali kepada tubuh adikku." "Baik Yang Mulia." "Biar aku yang mengeluarkan Cerberus, lagipula aku menantikan hal ini. Aku tidak tahu jika Felix yang mengincar Draganor." *Cerberus adalah anjing berkepala tiga dari daratan veddra. Perbatasan Veddra, Mortheim. Hanya dalam hitungan detik Rula berada di singgasana Edmond. Apalagi jika menyerahkan tubuhnya demi keinginannya, Rula memperhatikan Edmond menuruni tangga dengan api yang berada di atas telapak tangannya. Menerangi jalan menuju Rula, sesaat api tersebut menghilang ketika wanita yang Edmon lihat ada di kediamannya. "Aku tidak menyangka kau akan kembali kepadaku, Rula." "Bukankah ini jauh lebih baik Yang Mulia Edmon." "Katakan apa yang kau inginkan?" tanya Raja Edmon. "Cerberus untukku. Aku membutuhkannya untuk melindungi Putera Mahkota Edward." "Darahku menetes selama diatas bebatuan ini dan sekarang darah ini menyentuh seluruh tubuhmu. Kau tahu apa yang kuinginkan? Karena darah ini membentuk ark untukmu bersamaku. Perjanjian bersamku," ucapnya dengan menarik dagu Rula, mendekatkan bibir Rula dengan bibir dirinya. Sudah banyak penduduk yang menginginkan perbatasan Mortheim, tak hanya banyak emas dan juga berlian didalam Wilayah Kekuasaan Raja Edmon. "Untukmu Yang Mulia Edmon, tubuhku dan jiwaku adalah milikmu." "Kau akan selalu bersamaku selama Cerberus bersamanya." "Selama bersama Putera Mahkota Edward." "Kupikir Cerberus untukmu, kupenuhi permintaanmu, tetapi kau tidak akan pernah kulepaskan. maka selamanya kau harus bersamaku, Rula. Kecantikanmu serta seluruh tubuhmu dan jiwamu adalah milikku seorang." "Kau sangat mencintaiku rupanya Yang Mulia Edmon," bisikan Rula menduduki pangkuan Raja Edmon dengan berbisik. Suaranya melemah ketika Raja Edmon menyentuh pangkal pahanya. Daerah sensitif Rula dengan bibir Rula yang menciumi bibir Raja Edmon. "Lebih dari mencintaimu Rula." Gevariel, Wilayah Osmand. Suara beberapa pengawal Istana memasuki gerbang utama Gevariel. Mendengar kabar akan Yang Mulia Raja Evanjors dari Landmark untuk dibawa ke Yang Mulia Raja Eliot. "Salam Gevariel Yang Mulia Eliot, ada kabar dari Grissham tentang kabar putera mahkota edward." "Putera Mahkota Edward?" Tanya Chan Emily dengan kabar yang mengejutkan datang ke Kerajaan Gevariel. "Benar Yang Mulia Chan Emily," jawab pengawal dengan suara agak tersengal. Kabar yang harus di kabarkan karena pemberkatan dari Yang Mulia Raja Arthur akan di laksanakan. "Memangnya ada kabar apa dari Grissham? Selama ini kupikir Grissham selalu baik-baik saja," ucap Pangeran Reyno dengan menghampiri ibunya. "Ini urusan ayah, sayang bawalah pangeran keluar dari ruangan." "Memangnya aku tidak boleh mengetahuinya ayah? Lagipula aku putera ayah." "Pangeran Reyno," panggil Chan Emily dengan suara lembut. "Bukankah hari ini kau harus menemani istrimu. Ibu akan memperlihatkan gaun baru untuk istrimu, Putri Arini Violeta pasti menyukainya." "Tapi ibu." "Benar yang di katakan Yang Mulia Emily, ini adalah kabar untuk Yang Mulia Eliot. Pangeran Reyno." "Ada kabar apa dari Grissham?" Tanya Eliot dengan beranjak dari singgasananya. Kabar dari Camello dan juga Arthur akhirnya tiba untuk Eliot di Gevariel. "Pemberkatan untuk Putera Mahkota untuk membawa pedang egbert, Yang Mulia Eliot." "Yang Mulia Arthur sudah mengetahuinya?" Tanya Eliot dengan berbalik. Tak ada istrinya dengan keberadaan putranya Reyno di ruangan. Eliot menghampiri beberapa pengawal dengan suara beratnya. "Sudah Yang Mulia, bahkan Yang Mulia Evan terluka ketika berada di perbatasan. Sedang dalam pemulihan bersmaa Yang Mulia Camello." "Aku akan ke Grissham secepatnya tapi tidak membawa keluargaku, sampaikan kepada Yang Mulia Camello bahwa aku akan ke Grissham secepatnya." "Baik Yang Mulia Eliot," jawab beberapa pengawal dengan mendapatkan jawaban dari Raja Eliot Kerajaan Gevariel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD