Burung Hantu

1817 Words
“Sejujurnya Aku tidak terlalu peduli, sebagaimana dia mau curiga atau tidak aku benar-benar tidak peduli,” Atlas menjatuhkan tubuhnya membaringkan tubuhnya itu di atas tanah tak beralaa,” Dari pada aku harus berpura-pura bersikap seolah aku kekasihnya, lebih baik aku kembali ke duniaku,” lanjut Atlas tanpa memperdulikan teman-temannya yang tengah menatap laki-laki itu dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana tidak, Valerie itu adalah gadis yang sangat cantik di akademi ini. Belum lagi dengan paras yang imut, cantik bak bangsawan kelas atas. Semua orang mengakui gadis tersebut, jangankan Atlas asli yang tergila-gila dengan kecantikannya. Semua laki-laki di sini saja benar-benar menginginkan Valerie, sebagaimana juga Vion. Dan yang anehnya, kenapa Atlas tidak tertarok dengan paras cantik Valerie? Sial! Dia memang tidak normal. Mendengar itu Yara menahan tawanya, membuat gadis itu mengerti rasa ketidak sukaan Atlas dengan gadis bernama Valerie. “Aku rasa selera Atlas palsu ini terlalu tinggi,” Ucapnya di sela-sela tawanya. “Honestly, tidak ada di akademi yang kecantikannya melebihi Valerie, Atlas. Jadi gadis seperti apa yang mampu membuatmu bertekuk lutut?” Celetuk Enola. “Atau……” Enola memicingkan kedua bola matanya. “Kau memang tidak menyukai seorang wanita?” Godanya sebari menahan tawanya. Atlas langsung merubah posisinya, menatap Enola dengan tatapan tidak suka ke arah gadis itu. “Watch your mouth girl!” Ancam Atlas walaupun ancaman itu sekedar lelucon biasa atau memang hal yang benar di lontarkan kepadanya. “Aku straight, walaupun apa yang di ucapkan Yara itu benar. Seleraku sangatlah tinggi bahkan Valerie di mataku sebenarnya hanya seorang gadis yang biasa-bisa saja,” “APA?!” Ucap Caros, Yara dan Enola secara bersamaan. “Aku tidak salah dengar kan?” Kata Carlos tidak percaya. Enola menggeleng kepalanya pelan, “Kau memang laki-laki yang aneh Atlas, lau memang seseorang yang tidak bisa aku tebak jalan pikirannya,” “Atlas, kau memang gila,” Kata Yara dengan perasaan yang masih terkejut. “Kalian ini kenapa?” Celetuk Atlas senari memandang Yara, Carlos dan Enola secara bersamaan sekaligus bergantian. “Selera orang memang berbeda-beda bukan?” Atlas berdecak pelan. “Sudahlah, berhenti untuk membahas sesuatu yang tidak penting seperti ini,” “Lagi pula ada sesuatu yang perlu kita bahas,” kedua matanya jatuh menatap ke arah Carlos. “Kenapa kau menatapku?” Kata Carlos heran, mendengar hal tersebut Atlas menaikkan sebelah alis matanya. “Carlos kau lupa dengan perkataanmu tadi pagi?” Jawab Atlas dengan tatapan tidak percaya. Laki-laki itu mengkerutkan kedua alis matanya, masih tidak paham dan mengerti dengan ucapan Atlas barusan. Namun tetap saja ia masih berusaha mengingat dan mencerna semuanya. “Apa? Memangnya aku mengatakan apa?” Kata Carlos dengan sikap bodohnya. Sial! Wajah tampan memang tidak menjamin semuanya ya? Dan Atlas rasanya ingin mencengkek leher Carlos secara cepat. “Sialan! Kau benar-benar lupa Carlos?” Atlas menggeleng tidak percaya. “Kau berkata bahwa kau akan membahas tentang jalan-jalan setapak yang terus berkeliaran di kepalaku sejak tadi,” Lanjut Atlas dengan nada malasnya. Mendengar itu Carlos menepuk jidatnya pelan. Senyuman kecil dan kekehan kecil itu terlihat di wajah tampannya. “Maafkan aku,” “Jadi bagaimana?” Lanjutnya lagi dengan wajah polos Carlos “Apa kau masih merasakan dan masuh terus melihat tempat sekitar yang belum pernah kau lihat itu,” Atlas mengangguk, “Aku masih melihatnya,” Jawab laki-laki tersebut dengan rasa ragu. “Semua masih berputar di pikiranku,” Carlos mengangguk paham, ia terlihat seperti berfikir akan hal yang sedang ia rencanalan ke depannya nanti. “Kau melihat apa?” Celetuk Enola yang memecehkan keheningan yang baru saja terjadi. Atlas memandang Enola, helaan nafas itu terlihat dari laki-laki tersebut. “Semenjak Professor Khalid memberi tahu misi kedua di gua Lemurian aku terus menerus melihat sesuatu di kepalaku, belum lagi jalan setapak yang belum pernah aku lewati dan aku datangi,” Enola memincingkam kedua matanya saat mendengar tuturan Atlas, “Kau melihatnya?” Pandangannya jatuh kepada Carlos. “Carlos prediksimu?” Enola melemparkan pertanyaannnya kepada laki-laki tersebut. Carlos mengangguk,” Seperti yang kau fikirkan Enola, tetapi aku tidak yakin dan seratus persen akurat bahwa prediksiku benar,” Enola berdecak, “Kau tidak perlu mengkhawatirkam itu Carlos,” Enola menjetikkan jarinya dengan cepat, sehingga mengeluarkan cipratan cahaya yang entah dari mana. Dan tiba-tiba munculah burung hantu berwarna hitam legam itu di hadapan mereka semua. Dengan kedua cengraman yang tengah mencengram lengan Enola dan gadis itu tampak terlihat biasa-biasa saja membuat Atlas menatap kagum ke arahnya. “Aww Atlas, ternyata kau menganggumiku dalam diam,” Celetuk Enola tanpa melihat ke arah Atlas sedikit pun. Mendengar tuturan itu Atlas terkejut, rasa salah tingkahnya kembali mencuat begitu saja. Sial! Ia lupa bahwa Enola mampu membaca pikiran seseorang yang ada di sekitarnya. “Tidak, aku tidak,” Jawab Atlas dengan nada yang terbata-bata. Carlos tertawa, menepuk pelan punggung Atlas sebari tertawa yang sengaja ia tahan. “Kau tidak ada gunanya mengelak dari Enola, Atlas,” Atlas hanya memutar bola matanya, laki-laki itu moodnya kembali turun saat teman-temannya mulai menggodanya seperti tadi. Sial! Kenapa dirinya harus di kelilingi dengan orang-orang aneh seperti ini sih? “Jadi, bayangan seperti apa yang kau lihat?” Enola kembali membuka suara. Dan Atlas mau tidak mau menjelaskan kembali perihal apa yang ia lihat dan apa yang ia rasakan kepada Enola, secara jelas secara detail dan secara lengkap. Karena hal tersebut Atlanstidak bisa melewatkan satu hal atau apapun itu karena semua harus terlihat jelas agar perkiraan dan prediksi mereka meleset. “Baik aku mengerti,” Potong Enola saat Atlas masih menjelaskan apa yang ia lihat dan Atlas lihat rasakan sedari tadI. “Kau cukup menjelaskan intinya saja aku sudah mengerti,” Enola meminta Atlas untuk mendekat kepadanya. “Kemarilah,” Atlas masih diam, menatap aneh ke arah gadis tersebut. Namun belum saja berniat untuk melangkah Enola sudah berdecak kencang, “Atlas! Ayolah! Apa yang kau tunggu? Cepat kemari!” Omel Enola gemas. Iya, bagaimana tidak gemas, laki-laki itu terlalu banyak perfikir sekaligus lelet, dan itu cukup membuat Enola kesal di buatnya. Lagian apa sih yang mereka fikir? Dan apa yang membuat Atlas bersikap berfikir sebanyak dua kali? Itu terlalu merepotkan. Atlas segera melangkah, mendekat ke arah Enola yang tengah berdiri sebari menatap ke arah burung hanyu miliknya dan mengelus pelan bulut lebat burumg tersebut. “Lantas, apa yang harus aku lakukan?” Tanya Atlas saat jaraknya sudah sangat dekat dengan Enola. Enola menoleh, menatap datar ke arah Atlas. Kemudia gadis tersebut berdecak pelan, “Kemarikan tangannu,” Emola mengambil tangan Atlas, menaruk ke ujung kepala burung hantu tersebut. “Eluslah burung tersebut, lalu sebari kau mengelusnya pelan bayangkan semua apa yang kau bayangkan tadi. Agar pikiranmu tertranfer ke burung hantu ini,” Jelas Enola kepada Atlas. Atlas mengerti, kemudian ia menuruti apa ucapan gadis itu. Mengelus pelan burun hantu tersebut sebari membayangkan semua yang ia lihat di dam pikirannya. Pertranferan pikiran, itu hanya bisa di lakukan oleh beberapa orang dan di akademi ini hanya Enola yang bisa melakukan hal tersebut. Sulit? Iya. Sewaktu Enola mempelajari ini banyak hal yang harus ia pelajari dan itu perlu banyak perjuangan untuk menguasai kekuatan tersebut. Semua tidak ada yang instan atau semacamnya, di tambah lagi semua yang udah sempat ia pelajari akan terus menjadi kekuatan utama miliknya. “Sudah?” Tanya Enola kepada Atlas. Atlas menggeleng, masih terfokus kepada burung hantu itu dan mentranferskan pikiran laki-laki itu ke hewan tersebut. Enola hanya mengangguk, menunggu Atlas sebari melihat dan membaca pikiran Atlas yang sedang ia tranferkan ke burungnya. Gadis itu pun menikmati semua pikiran yang sedang Atlas pindahkan, pemandangan jalan setapak yang indah. Di sertai hewan-hewan unik yang berkeliaran di sana membuat Enola yakin bahwa jalan tersebut adalah jalan menuju Gua Lemurian, Gua yang terkenal melegenda di mana tempat tersebut di ketahui tempat persembunyiannnya para penyihir beberapa ratusan tahun yang lalu. “Kau mengapa tersenyum seperti itu,” Tanya Yara yang langkahnya mendekat ke arah gadis tersebut, Enola menoleh kemudian tersenyum hangat kepadanya. “Pemandangan di sana benar-benar indah Yara, aku bisa melihatnya sekaligus yakin bahwa apa yang di lihat Atlas sedari tadi itu jalan menuju ke Gua Lemurian,” Mendengar hal tersebut Yara ikut tersenyum, merasa lega bahwa misi ini mungkin akan berjalan baik. Atau memang tidak seperti dugaannya? Entahlah tidak ada yang tahu dan todak ada yang memastikan dengan benar. Yang pasti Yara yakin jika ada Atlas semua akan baik-baik saja. “Aku sudah selesai,” Celetuk Atlas sebari melepaskan tangannya dari ujung kepala burung hantu tersebut. Enola mengangguk, “Baiklah,” Jawabnya sebari menepuk burung hantu itu pelan. “Yara,” Kali ini Enola meminta bantuan kepada gadis yang tengah berdiri di sebelah tubuhnya. “Bisakah kau menyembunyikan keadaan burung hantu ini saat menelusuri perjalanan yang akan dia lakukan nanti?” Pintu Enola kepada Yara. “Karena jika burung hantu ini tidak tertutup saat melakukan penelusuran tersebut, aku takut ada beberapa orang yang sadar dan curiga kalau burung ini milikku. Karena bagaimana pun aku ingin perjalananan ini terbilang perjalanan rahasia,” Jelasnya lagi dengan senyuman penuh arti yang mampu Yara pahami. Yara membalas senyuman tersebut, kemudian mengangguk mengiyakan. “Akan ku lakukan jika itu baik menurutmu,” Yara meniup burung hantu tersebut, memberi beberapa serangga-serangga kecil kepadanya seperti halnya ia membuat segerombolan serangga tadi saat membuat persembunyian mereka berempat. “Aku rasa penelusuran ini tidak perlu di khawatirkan,” Kata Carlos yang kedua matanya masih memandangi Yara, Enola dan burung hantu tersebut. “Kau benar, karena dua orang gadis itu sudah mematangkan perjalanan burung hantu itu agar aman selama di perjalanan,” Jawab Atlas. Carlos mengangguk setuju, “Kau benar,” Kepalanya menoleh ke arah Atlas, “Jadi apa rencanamu sekarang?” Atlas diam, masih sedikit berfikir sejenak, “Masih aku fikirkan,” Jujurnya dengan penjelasan yang tidak bertele-tele. “Tetapi yang pasti, jika burung hantu tersebut berhasil menelusuri dan melihat apa yang telah aku lihat. Kita semua akan menyusun strategi untuk misi besok pagi,” Jelas Atlas lagi sebari membalas tatapan Carlos yang sedari tadi menatap ke arahnya. Carlos mengangguk, “Sepertinya hari ini kita akan berfikir keras terus sampai pagi nanti ku rasa,” “Enola,” Panggil Carlos sebari mengalihkan pandangannya dari Atlas, Atlas pun ikut mengalihkan pandangannya. Menatap gadis itu yang baru saja selesai melepaskan burung hantunya terbang untuk menjalankan tugasnya. “Ya?” “Berapa lama burung hantu itu akan kembali?” Tanya Carlos memastikan. Enola diam, belum menjawab. Gadis itu sedikit berfikir sejenak, “Jika tidak ada kendala apapun selama dua jam nanti ia akan kembali ke akademi,” Jelasnya yakin. “Ada apa?” “Baiklah kalau begitu,” Pandangannya kembali menatap ke arah Atlas. “Berarti seama dua jam ke depan nanti, kita akan berkumpul lagi untuk membahas strategi, bagaimana?” carlos menatap Yara dan Enola secara bergantian. “Apa kalian setuju?” Tanya Carlos memastikan. Enola, Yara, dan Atlas mengangguk pelan. “Aku setuju,” Ucapnya secara bersamaan. “Baiklah, untuk tempat aku rasa lebih baik di kamar Atlas. Jadi bersiaplah berkumpul ke kamar Atlas setelah burung hantu milik Enola kembali,” Ucap Carlos tegas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD