Ambisius (b)

1005 Words
“Jadi apa rencananya?” Tanya Wine lagi. Kavior menatap ke arah Lugia, membuat laki-laki tersebut sedikit mengerutkan keningnnya tidak mengerti. “Apa? Kenapa kau menatapku seperti itu? Seakan-akan aku pemimpin di sini,” Mendengar celetukan Lugia seperti itu membuat laki-laki itu memutar bola matanya jengah. Sial, dia kenapa sih? Kenapa terlaku merasa pecaya diri atau kegeeran seperti itu? Lagi pula belum di tentukan siapa ketuanya saat ini. “Ck! Lugia janganlah bersikap seperti orang bodoh,” Kata Kavior malas. “Bukankah kerajaan utara itu kampung halamanmu? Kenapa kau masih tidak berfikir atau menjelaskan kepada kita berdua tentang bagaimana kita ke sana tanpa meminta surat izin, di ketahui oleh penjaga kerasaan bahkan yang terutama kita bisa cepat datang ke kerajaan utara tersebut,” Jelas Kavior yang mencoba menyadarkan laki-laki tersebut. Mendengar tuturan itu Lugia langsung menepuk jidatnya pelan, menyadari satu fakta yang selalu ia lupakan dengan fakta tersebut. Melihat sifat kelakuan laki-laki tersebut membuat Kavior dan Wine menggelengkan kepalanya, sedikit heran bagaimana laki-laki tampan itu terlihat sangat bodoh di mata mereka berdua. “Aku lupa, maafkan aku,” Ujar Lugia dengan sedikit kekehan yang ia tunjukan. Laki-laki tersebut akhirnya menghela nafas kasar, “Sebenarnya ada cara kita bisa cepat sampai ke kerajaan utara dan Gua Lemurian, hanya dalam waktu kurung sekitar lima belas menit saja,” “Hah?! Lima belas menit? Bagiamana bisa?” Tanya Wine terkejut saat mengetahui durasi perjalanan yang sangat singkat itu, karena bagaimana pun durasi perjalanan yang sebenarnya dari ke kerajaan timur bahkan utara itu sangatlah jauh, seperti perjalanan pernedaan benua yang membutuhkan waktu berhari-hari. “Teleportasi kah?” Tanya Kavior dan mengabaikan ucapan Wine yang hal tersebut bisa di jawab nanti, karena yang terpenting adalah caranya seperti apa nanti mereka semua bisa melakukan misi secara lancar. Lugia menggeleng kepalanya pelan, “Tidak, bagiku itu bukan teleportasi. Oh ayolah! Bagaimana bisa aku mempunyai kekuatan hebat seperti itu?” Kata Lugia kesal karena mereka jelas tahu seperti apa kekuatan dirinya, dan mengapa mereka berdua masih saja seolah-olah bersikap tidak tahu kekuatan laki-laki tersebut. “Intinya bukan teleportasi, tetapi fungsinya mungkin memang sebelas dua belas dengan teleportasi. Dan itu biasa aku gunakan untuk bolak balik ke kampung halamanku sebagaimana jadwal berlibur atau semacamnya belum terjadwal oleh para petinggi sama sekali,” “Oh! Berarti kau selama ini selalu pulang setiap saat tanpa sepengetahuan para petinggi akademi sama sekali?” Tanya Wine kepada laki-laki itu. Lugia menganggukan kepalanya, “Iya, kau benar, aku memang terkadang sesekali pulang ke rumah karena ada beberapa hal yang harus aku urus di sana, terlebih lagi dengan kedua adik-adikku yang kecil,” “Jadi saat ayahku meninggal, beliau menurunkan kekutan ini kepadaku sebelum aku berangkat ke akademi. Awalnya aku masih tidak paham karena penjelasan yang di lakukan ayahku pada saat beberapa waktu lalu sangat mengerikan bagiku,” “Namun seiringnya berjalannya waktu, saat aku sudah berada di akademi. Aku memberanikan diri untuk mencoba hal tersebut secara diam-diam karena perasaanku yang selalu penuh dengan ke khawatiran atas ibukku dan kedua adikku,” Bangkit Lugia dari duduknya lalu mengambil satu tongkat dari laci meja belajarnya. Tongkat yang tidak di ketahui apa fungsinya dari Kavior dan juga Wine, yang sebenarnya mereka berdua juga penasaran dengan apa yang Lugia bawa sekarang ini. “Menyingkirlah dari situ,” Celetuk laki-laki tersebut sebari menyuruh kedua manusia keturunan adam untuk sedikit menyingkir dari posisinya sekarang. Karena niat Lugia sekarang sebenarnya ingin menunjukan sesuatu yang mampu membuat dirinya pulang hampir sekitar tiga sampai lima hari ke kampung halamannya hanya untuk memastikan ibu dan kedua adik-adik kecilnya yang ia tinggalkan jauh seorang diri. Lugia mengarahkan tongkat tersebut ke lantai dasar kamarnya, kemudian menggambar satu bentuk lingkaran besar yang sekiranya bisa di masuki tiga orang di dalamnya. Kavior dan Wine masih memperhatikan tingkah laku temannya tersebut, entah apa yang ada di dalam pikiran mereka berdua. Namun yang pasti mereka benar-benar menunggu hasil yang akan di tunjukan Lugia nanti. “Kau sedang apa?” Tanya Wine langsung saat Lugia menggambar bentuk lingkaran besar di lantai kamarnya memakai tongkat hitam tua yang di pegang laki-laki tersebut, belum lagi bibir tipis Lugia terlihat seperti halnya membaca mantra. Akan tetapi Lugia tidak menjawab pertanyaan yang Wine lemparkan kepadanya, dan itu sejujurnya cukup membuat Wine merasa kesal kepada laki-laki tersebut. “Dimension,” Celetuk Kavior saat melihat Lugia melakukan apa yang sedang ia lakukan, Wine mendongak menoleh ke arah Kavior yang masih menatap dan memperhatikan Lugia. “Apa katamu?” Tanya Wine lagi yang kesekian kalinya. Kavior menoleh, menatap lurus ke arah Wine dengan kedua kelopak matanya. “Dimension, kekuatan yang hampir menyerupai teleportasi, akan tetapo tingkat kekuatan dimension tidak bisa di samakan dengan teleportasi karena bagaimana pun kekuatan tersebut masih berada di level sangat rendah,” Jelas Kavior singkat dan itu mampu membuat Wine menganggukan kepalanya mengerti. Sedangkan Kavior kembali menatap ke arah Lugia yang masih membaca mantra dengan cara berbisik namun masih mampu di dengar oleh kedua orang manusia yang tengah berdiri di ujung kamar milik Lugia. “Kavior?” “Ya?” “Apa kau tahu bahasa apa yang sedang dia ucapkan?” Tanya Wine tanpa menoleh ke arah Kavior sama sekali karena sejujurnya kedua mata laki-laki tersebut seperti halnya terhipnotis dengan mantra yang ia dengar secara samar-samar. “Itu bahasa Romawi kuno, aku tidak tahu persis artinya seperti apa. Namun yang jelas jika kau mendengar mantra itu kau akan terhipnotis beberapa detik,” Jelas Kavior yang juga merasakan apa yang di rasakan Wine juga. Sial! Ia benar-benar baru mengetahui kekuatan yang hebat selain orang lain yang pernah ia ketahui. Kavior dan Wine masih terfokus dengan apa yang di lakukan Lugia, kemudian beberapa detik kemudian lingkaran yang tadi sempat di gambar oleh laki-laki itu di lantai kamarnya memunculkan warna hijau tua di dalamnya, dan itu cukup membuat mereka berdua terkejut dan saling pandang. “Seperti yang Kavior jelaskan tadi, hampir keseluruhan benar dengan apa yang ia ucapkan,” Celetuk Lugia santai yang sudah kembali menatap ke arah mereka berdua. Wine dan Kavior mendongak, menatap laki-laki itu dengan raut wajah yang hampir mirip yaitu menunggu penjelasan dari Lugia agar terlihat jelas semuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD