4

1276 Words
Selera makan Rain mendadak hilang dan meluap entah kemana. Tadinya mau ke Kantin dan menikmati sebagai gadis calon mahasiswi di Kampus Orion. Tetapi mode -nya malah dibuat sangat jelek oleh lelaki yang paling menyebalkan di dunia ini. Sama sekali tidak punya rasa bersalah sedikit pun. Rain membuang tisu bekas yang dipakai untuk mnegelap sisa air kopi di pakaiannya. Lalu membalikkan tubuhnya untuk segera pergi menjauh dari tempat itu. "Eh ... Mau kemana?" tanya Dika langsung menarik tangan Rain sebelum benar -benar gadis itu menjauh. Tubuh Rain kembali tertarik berbalik ke arah Dika dan melotot tajam. "Aww ... " teriak Rain spontan. Tarikan tangan Dika di pergelangan tangannya cukup menyakitkan kulit lembutnya. "Sstt ... Jangan teriak dong. Saya kan gak melakukan apa -apa," jelas Dika menatap kedua bola mata Rain sangat lekat. "Mau Om apa sih?" ucap Rain sinis. "Saya Dika. Saya dosen di sini," jelas Dika memperkenalkan diri pada Rain. "Terus? Apa hubungannya dengan saya?" ucap Rain ketus. "Kamu mau melupakan kejadian kemarin?" tanya Dika dengan wajah serius menatap Rain. Rain terdiam dan memejamkan kedua matanya. Terlihat dari sudut matanya yang ingin menangis jika mengingat kejadian itu. Rain sendiri tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Jika ia benar -benar hamil nantinya. Entah penjelasan apa yang harus Rain persiapkan untuk kedua orang tuanya. "Maaf Om," ucap Rain lirih. Rasanya ingin menangis sambil berteriak keras. Beban hidup yang sangat berat sekali. Rain menepis tangan Dika lalu berbalik arah dan pergi jauh sambil berlari dengan cepat. Dika menatap nanar ke arah Rain. Ia tahu, gadis itu pasti sedang cemas dan takut dengan kejadian malam itu. Dika hanya mengangguk kecil. Ia berjanji akan menjaga gadis itu sampai ia tahu benar atau tidak gadis itu hamil karena malam itu. Hamil atau tidak hamil memang tidak masalah bagi Dika. Intinya Dika harus mulai mendekati Rain dan menjadikan Rain sebagai istrinya. Biar bagaimana pun, Dika sudah menodai Rain. Gadis kecil yang imut dan sangat menggemaskan. Kalau jalur pribadi dengan Rain tidak tembus. Dika harus mulai masuk jalur orang tua. Dika harus mencari tahu identitas Rain. Dika berjalan ke arah ruang pendaftaran untuk membantu para staf dosen yang masih menilai hasil pendaftaran mahasiswa melalui jalur nilai raport. "Pak Dika! Sini," panggil Sari, teman seperjuangan Dika. "Lagi apa?" tanya Dika pelan langsung menghampiri Sari. "Ini data calon mahasiswa yang lolos seleksi nilai. Bantu Pak, bacain datanya, biar di input sama saya," jelas Sari penuh harap. "Oke," jawab Dika. Dalam hati Dika, ia sanagt sennag. Semoga saja, ia bisa mendapatkan identitas gadis yang belum ia ketahui namanya itu sampai saat ini. Sari memberikan satu tumpuk berkas pada Dika. "Ini calon mahasiswa yang lolos seleksi dengan nilai rapot. Ada satu gadis, nilainya bagus di IPA, tapi malah pilih jurusan manajemen. Padahal bisa jadi dokter atau minimal masuk fakultas teknik," ucap Sari menggerutu. "Memilih jurusan itu kan hak, Bu Sari," jelas Dika yang kurang suka enggan pernyataan Sari. Memang Sari adalah dosen teknik. Wanita mandiri yang pantang menyerah sejak dulu. "Tapi, Pak Dika. Kalau masih muda dan punya potensi besar itu harus di gali demi masa depannya," jelas Sari masih mengetikkan data mahasiswa yang lolos hasil seleksi masuk. Dika menatap satu berkas. Foto gadis yang tak asing lagi dimatanya. "Benar ini dia. Fotonya sangat mirip sekali," batin Dika tersenyum puas. Seperti sedang mendapatkan durian runtuh. Dika langsung membaca data diri gadis itu sambil mengingatnya. Sari melirik ke arah Dika yang terlihat serius sekali. "Serius amat," ucap Sari pelan. Sari ikut melihat isi berkas itu dan tersenyum. "Nah itu anaknya. Gadis berprestasi yang memilih jurusan manajemen," imbuh Sari dengan nada kecewa. "Pilihan yang tepat dong. Jadi anak didik saya nanti," ucap Dika terkekeh. "Kalau yang bening gitu gercep," ucap Sari kesal sendiri. "Wajar dong. Saya kan normal," ucap Dika tertawa. Dalam hatinya tak bisa menyembunyikan rasa girangnya karena bisa menemukan data penting gadis itu. Dika membaca semua dari atas sampai ke arah bawah. Diam -diam, Dika mengeluarkan ponselnya dan mengabadikan semua hasil record form data diri mahasiswi bernama Rain. Hari ini Dika benar -benar seperti terpanah dewi asmara. Sudah lama ia tidak merasakan perasaan bergetar seperti ini. Setelah ia dikecewakan oleh kekasihnya saat kuliah dulu. Di dalam kamar, Dika membuka ponselnya dan mulai menulis ulang identitas Rain di sebuah buku agendanya. "Namanya Rainy Anggraini. Nama panggilannya Rain. Lahir tanggal tiga puluh satu desember. Hobi rebahan dan main hujan. Paling suka dengan air hujan karena harum. Nomor handphone 08xx xxx xxx. Akun Ig @rainygirl_. Akun f*******: @rainyqiyut_. Alamat rumah Mutiara Griya Pesona Asri Blok A No. 31." Dika membaca sambil terkekeh sendiri. Dika langsung stalking semua akun media sosial Rain. Biar bagaimana pun juga, jujur pesona Rain sangat berbeda dengan gadis lain yang seumuran dengannya. Dika merbahkan tubuhnya dan menatap beberapa foto di Ig Rain. Foto mulai dari kecil hingga saat ini smeua ada. "Cantik banget sih," gumam Dika di dalam hati. Tok ... Tok ... Tok ... "Dika ... Ayo makan malam dulu," ajak Meta pada Dika sambil mengetuk pintu kamar itu dengan keras. "Iya Ma. Dika pasti turun," jawab Dika keras. Dika masih menatap ponselnya dan menekan tanda like berupa emot love merah. Lalu menutup ponselnya dan segera turun ke bawah. Raut senang dan puas terlihat jelasdi wajah Dika hingga Meta pun melihat puteranya semakin hari makin aneh. "Eh ada Afika," sapa Dika pelan sambil menoel pipi keponakannya itu yang tersenyum melihat Dika baru bergabung di meja makan. "Om Dika ..." sapa Afika dengan suara imut. "Dika ...," sapa Lulu yang baru saja keluar dari dapur sambil mmebawa piring besar berisi ayam betutu. "Mbak Lulu ... Baru datang?" tanya Dika pelan sambil mengambil perkedel dan menikmati makanan sederhana itu dengan senang. "Iya. Baru banget. Mas Ariel baru aja pergi. Mau ada urusan di proyek. Makanya aku minta di antar ke sini aja. Kangen sama Mama dan Papa juga," jelas Lulu pada adiknya. "Kamu lagi seneng ya Dik? Mama lihat dari pulang Kampus, senyum bahagianya gak ilang -ilang," ucap Meta spontan. "Ahh enggak kok. Biasa aja," jawab Dika malu -malu. "Enggak biasa. Mama itu tahu persis kamu kayak gimana. Mama itu ngurus kamu dari kecil sampai dewasa. Jadi Mama tahu kalau kamu sekarang lagi bahagia banget. Ada apa sih? Udah move on dari Regina?" tanya Meta menuduh. "Mama ngomong apa sih? Dika mau makan," jelas Dika langsung membuka piring dan mengambilnasi putih beserta lauk pauk yang berjajar di atas meja. "Kalau udah punya jodoh itu cepet -cepet aja kenali ke Mama, Papa sama Mbka Lulu. Kalau perlu langsung datengin aja ke rumahnya. Gak perlu basa basi lagi. Kelamaan pacaran malah bikin putus," jelas Meta menasehati. "Apaan sih Ma," ucap Dika semakin keki. Dika paling tidak suka di pojokan seperti ini. "Kayaknya emang lagi jatuh cinta deh, Ma. Anak bontot kesayangan Mama ini. Eh ... temen kamu siapa namanya? Cewek yang pinter itu lho, yang suka sama kamu," tanya Lulu pada Dika. "Siapa?" tanya Dika. "Itu lho ... Sari. Nah, Sari itu rumahnya deket Mbak lho. Dia sering cerita tentang kamu gitu di Kampus. Nanyain juga, kalau kamu udah punya pacar belum," ucap Lulu mulai melahap nas dan ayam betutu dengan nikmat. "Ohh ... Sari," jawab Dika santai. "Katanya sekarang satu Kampus juga. Dia jadi dosen juga?" tanya Lulu kepo. "Iya," jawab Dika dengan malas. "Padahal dia udah di terima di Pertamina. Mlaah pilih jadi dosen. Mungkin dia emang pengen selalu bareng sama kamu. Jodoh kali," ucap Lulu lagi menggoda sang adik. "Apaan sih. Dika itu gak suka sama Sari. Terlalu serius dan banyak aturan," ucap Dika spontan. "Oh gitu. Tapi Sari itu rajin lho, Dik. Dia beresin rumah dan masak sendiri. Masakannya enak banget," jelas Lulu berkomentar memuji. "Dika gak suka," jelas Dika tegas. Lulu dan Meta saling melirik dan menatap bingung ke arah Dika yang begitu tegas berkomentar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD