3

1027 Words
Rainy Anggrainy, akrab dipanggil dengan nama Rain. Gadis periang dan ramah yang lahir dibulan desember saat musim hujan. Kedua orang tuanya menamakan Rainy yang berarti hujan. Rainy anak tunggal dari pasangan Hendi dan Reni. Memiliki sahabat sejak SMP bernama Dona yang sudah di anggap seperti saudara sendiri. Mantan kekasihnya bernama Wisnu. Wisnu sebenarnya lelaki baik dan super peka. Perhatian dan rasa sayangnya buat Rainy no kaleng -kaleng. Tapi, Demi masa depan Rainy yang lebih baik dan fokus. Rainy memilih memutuskan Wisnu tanpa masalah. Ada masalah kecil yang sebenarnya membuat Rainy sedikit ilfil dengan Wisnu. Rainy sudah samlai dilobby Kampus Orion. Kedua matanya mengedar karena bingung harus mendaftar dibagian mana. Ada dua antrean lanjang yang mirip kayak sedang mengantre sembako dari pemerintah. Rainy berjalan ke arah ujung lobby dan tertulis jelas. Ruang pendaftaran mahasiswa baru jalur test. Rainy mendekati ruangan itu dan bertanya pada orang yang menjaga disana. "Permisi ... Saya mau mendaftar menjadi mahasiswa disini," ucap Rainy dengan sopan. "Baik. Isi formulir ini dan lengkapi semua berkasnya. Mau jalur test atau nilai?" tanya wanita setengah baya yang menjaga temlat itu. "Mau jalur test," ucap Rainy begitu yakin. "Baiklah. Nanti kembalikan lagi kesini setelah diisi semuanyauntuk mendapatkan nomor registrasi. Lusa datang lagi untuk lihat papan pengumuman. Kamu lolos atau tidak," jelas wanita itu dengan sabar. Rainy mengangguk paham dan mengambil formulur tersebut. Rainy mencari tempat yang enak untuk mengisi formulir itu dan mulai mengisinya dengan tenang. Rainy memilih temlat di sekitar lorong yang sepi. Di depannya banhak kursi kayu untuk duduk. Rainy memakai headset blotooth ditelinganya sambil mendengarkan musik dj kesukaannya dengan sangat keras. Ia berjongkok di bawah dengan papan alas ujian untuk mengalasi kertas formulir itu sambil mengisi semua pertanyaan dengan baik, benar dan jujur. Rainy tak sadar bernyanyi dnegan keras mengikuti alunan musik yang di dengar ditelinganya. Suara Rainy semakin keras dan mulai mengganggu di sekitar ruangan itu. Seseorang keluar dari ruangan dan menatap gadis yang berjongkok smabil menulis dan sesekali melihat berkas kembali menulis lagi. Kepalanya betgoyang ke kiri dan ke kanan. Bibirnya sesekali mengikuti lirik yang tidak begitu dihapalnya. Namun, suaranya yang imut dan mengegmaskan membuat seseorang yang mendengarnya tertawa kecil. "Hei ... " panggil seseorang itu dengan keras. Namun sepertinya Rainy tetap tak mendengarnya. Suara musik yang masuk ke telingannya lebih kencang dubandingka suara panggilan ornag yang berdiri di belakang Rain. Lelaki itu menepuk pundak Rain dan Rain pun menoleh ke arah belakang dan melotot ke arah lelkai itu. "Kamu ngapain buntutin saya? Masih belum puas sama kejadian kemarin?!" teriak Rain spontan dengan nada keras dan sangat marah. Rain menepis tangan lelaki itu yang kini mengerutkan keningnya. Tadinya ia kagum saat melihat wajahnya malah membuat emosi jiwa saja. "Kamu itu ngapain di sini! Ini wilayah ruang dosen! Jadi gak boleh berisik! Paham! Bisa baca itu gak? Dilarang berisik!" ucap Dika begitu tega sda dingin. Rain memutar kedua bola matanya dengan malas. Moodnya seketika hilang harus bertemu dengan lelaki yang sudah merenggut kegadisanya. Entah bagaimana nasib Rain bulan depan. Semoga saja Rain tidak benar-benar hamil. Rain menagmbil semua barang -barangnya dan bersiap pergi dari sana. Muak rasanya melihat lelkai sok ganteng tapi punya tabiat buruk dan berperilaku tidak senonoh. "Gak usah sok kegantengan!" ucap Rain ketus. "Kamu yang gak usah kecentilan dan norak!" ucap Dika ikut terpancing emosi. Rain mendengus dan membalikkan badannya lalu pergi. "Hei bocil. Kalau ada apa -apa. Aku disini," ucap Dika gugup. Mau bagaimana pun, ia tetap bersalah pada malam itu. Rain meremat telapak tangannya dengan kesal. Kenapa harus bertemu lagi dengan lelaki itu. Teriakan lelaki itu tak di dengar Rain. Rain merasa bodo amat dengan semua ini. Dika mengulum senyum. Setidaknya ia bisa bernapas lega. Satu kekhawatiran hilang begitu saja dari lubuk hatinya yang paling dalam. Beberapa malam ini, Dika terus memikirkan hal ini. Setidaknya kalau ia bertemu lagi dengan gadis ini, hidupnya lebuh bisa bertanggung jawab dengan apa yang telah ia lakukan walaupun semua itu tak disengaja. Dika kembali masuk ke dalam ruangannya. Senyum leganya terbit begitu saja membuat teman dosen yang ada di sebelah ruangannya pun bingung. "Senyum -senyum sendiri Pak Dika? Masih lagi lho. Kesambet setan toilet?" ucap Yanti tertawa sambil menumpuk hasil print di meja ruang tengah. Dika melirik ke arah Yanti dan mengembalikan bentuk bibirnya ke tempat semula. Tak ada senyum manis seperti tadi di bibir Dika, yang ada hanya sikap dingin dan datar seperti tak pernah terjadi apapun. Dika kembali masuk ke dalam ruangannya dan duduk di kursi kebesaran seorang dosen. Ia menatap beberapa lembar jadwal mengajarnya dalam kurun waktu satu semester ini. "Namanya siapa ya?" cicit Dika lirih sambil membayangkan gadis cantik yang sudah pernah ia sentuh itu. Tangannya saling mengait satu sama lain karena gemas sendiri. Akhirnya doa -doanya terjawab. "Semoga aja hamil." Batin Dika tersenyum sendiri. Rain sudah selesai mengisi formulir dan mengembalikan berkas itu kepada wanita yang menjaga ruang pendaftaran. Rasanya lega sekali dan semoga saja, Rain lolos tanpa drama dari hasil nilai rapot. Kalau tidak, ia tetap harus mengikuti ujian masuk Kampus ini. Setelah semuanya selesai. Rain berjalan -jalan di sekitar kampus. Kebetulan, Dona tidak masuk di Kampus yang sama dengan Rain. Dona memilih menjadi psikolog. Wisnu mantannya juga memilih menjadi seorang dokter di Kampus Biru. Langkah kaki Rain mengantarkan gadis itu menuju kantin out door yang ada di samping kampus. Masih satu wilayah dengan kampus hanya berbeda gedung saja. Sambil menengok ke arah kanan dan kiri tanoa melihat ke arah depan. Brukk ... "Aww ..." teriak Rain keras sambil menjauhkan tubuhnya dari kopi panas yang membasahi pakaiannya tembus ke d**a dan perutnya. "Kamu lagi!" ucap Dika ketus. Dika panik sekali dan membuang kopi panas yang baru dibelinya ke tempat sampah. Rain menatap Dika dari bawah sampai atas. Ia baru sadar kalau lelaki di depannya ini adalah orang yang selama ini ada di pikirannya. "Kok ada mulu sih? Kayak hantu! Ada dimana -mana," ucap Rain ketus. Ia kesal sendiri dan mengambil tisu untuk mengelap cairan kopi yang mengotori pakaiannya. "Berarti jodoh," jawab Dika santai menatap Rain yang masih sibuk sendiri. Ucapan Dika membuat Rain mengangkat wajahnya dan melotot tajam ke arah Dika. "Apa! Jodoh!" ucap Rain mendengus kesal. Bisa enggak sih, pinjem pintu doraemon terus masukin lelaki menyebalkan ini ke ruang dan waktu yang berbeda dengan saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD