8

1026 Words
Hendi dan Reni saling menatap bingung. Reni memegang lengan Hendi dengan sangat erat. Hari sudah sore dan Rain belum juga pulang. "Kamu tidak membohongi saya kan?" tanya Hendi mulai emosi. "Tidak Om. Saya bicara apa adanya," jawab Dika lantang. "Pa ... Rain, Pa," ucap Reni dengan suara penuh kepanikan. "Udah Bun. Bunda tenang dulu," jelas Hendi pada Reni. "Mana bisa tenang, Pa. Kalau kayak begini. Rain itu anak perempuan," jelas Reni begitu ketakutan. "Emm ... Gini aja. Om dan Tante tenang aja dulu. Biar Dika yang balik ke Kampus cari Rain," jelas Dika pada Hendi dan Reni. "Memang mereka pulang jam brapa?" tanya Hendi mulai was -was. "Sekitar jam satu siang setelah makan siang. Atau oba ditelepon saja dulu," titah Dika pada kedua orang tua Rain. Tangan Dika tak sabar mengambil ponsel dari saku celana dan mulai menghubungi Rain. Namun, ponsel Rain tak bisa dihubungi. Dika ikut panik. Reni terlihat berlari masuk ke dalam dan mengambil ponsel miliknya dan Hendi. Kedua orang tua itu mulai menghubungi putri semata wayangnya. Tapi tidak bisa. "Saya kembali ke Kampus dulu. Saya pamit," pamit Dika yang langsung berbalik menuju mobil lalu melajukan mobilnya menuju Kampus. Hendi dan Reni saling berpelukan sambil menguatkan satu sama lain. Menunggu kabar bagaimana nasibnya. "Pa ... Kalau Rain gak pulang gimana?" tanya Reni mulai kau pikirannya. "Gak pulang gimana?" tanya Hendi bingung. "Ya gak pulang. Diculik gitu?" ucap Reni sekenanya. "Diculik? Mana mungkin Bun. Rain itu bisa bela diri lho," jelas Hendi pada Reni. "Papa lupa? Rain itu kan gak lulus pas ujian ban putih ke ban kuning. Pasang kuda -kudanya aja bagusan Bunda," jelas Reni sambil menangis. "Bunda memang pintar pasang kuda -kuda. Tapi, pasang kuda- kudanya kalau lagi di atas tempat tidur. Dulu ada maling selang aja, Bunda cuma teriak -teriak aja. Gak berani lawan," ucap Hendi tertawa. "Kok malah jadi Bunda yang diomongin. Ini anak kita, Pa. Bukan Bunda," jelas Reni tambah kesal. Reni mencubit pinggang Hendi. "Aww ... Sakit Bun. Iya, Papa mau telepon temen Papa yang polisi," jelas Hendi mulai mencari kontak temannya dan menelepon untuk membantunya mencari Rain, putrinya. "Bunda curiga sama cowok tadi deh, Pa. Bisa aja kan, dia itu sedang memanipulasi keadaan. Biar kita lupa sama Rain," jelas Reni mulai cemas. "Apaan sih, Bun. Jangan overthinking gitu. Gak baik mikir yang kejauhan. Inget gak? Kalau ucapan itu adalah doa. Hati -hati lho Bun," ucap Hendi mnegingatkan. "Upsss ... Iya juga ya, Pa. Jangan sampai deh. Duh gusti, jangan sampai anak hamba kenapa -kenapa," ucap Reni mulai berdoa. Hendi mulai sibuk dengan ponselnya untuk mencari keberadaan putrinya. Mobil Dika sudah masuk kembali ke halaman Kampus. Langit sore mulai menggelap. Cahaya matahari yang kemerahan tadi mulai tenggelam dan menghilang diujung bumi. Dika bergegas masuk ke lobi Kampus yang sudah sepi. Ada stapam Kampus yang menghampiri Dika dan bertanya apa keperluan Dika. Karena ini sudah jam pulang kerja. Sudah tidak ada lagi kelas. Hanya tinggal beberapa kelas praktikum saja. "Pak Dika mau kemana? Ruangan dosen sudah dikunci," uap satpam itu dengan epat. Langkah Dika terhenti lalu menoleh ke arah satpam Kampus dan menatap lekat. "Tolong buka. Sepertinya ada yang tidak beres di lantai empat," jelas Dika pada satpam itu. Melihat Dika yang begitu terlihat serius, satpam itupun mengangguk lalu berjalan mengikuti Dika sambil membawa kunci ruangan dosen. "Memang ada Pak?" tanya satpam itu penasaran. "Buka ruangan saya sekarang," titah Dika epat. Satpam itu bergegas membuka lalu membiarkan Dika masuk ke dalam ruangan dosen yang gelap. Dika berlari menuju meja kerjanya dan menarik laci untuk mengambil anak kunci kamar mandi yang rusak dilantai atas. "Antar saya ke lantai atas. Kalau bisa kita ajak juga OB untuk bantu," jelas Dika cepat. Dika yakin sekali kalau Rain berada disana. "Baik Pak. Woy ... Darmo! Ikut sini. Kamu juga Slamet!" teriak satpam itu dengan keras. Kedua OB itu pun ikut ersama Dika dan Satpam menuju lift ke arah lantai empat. Dika terus berjalan menuju kamar mandi yang begitu gelap. "Lho Pak ... Memang ada apa disini?" tanya Satpam itu bergidik ngeri. Lihat saja lantai empat yang sudah gelap dan sunyi. Lorong itu nampak sangat menyeramkan sekali. Apalagi banyak yang bilang tentang kehororan di Kampus ini terutama di lantai empat. "Buka Pak," titah Dika menyorotka lampu senter pada ponselnya. "I -iya Pak," jawab satpam itu dengan gugup. Ia memutar anak kuni dan mendorong pelan kamar mandi itu. "Kenapa Pak?" tanya Dika bingung. "Susah Pak. Keras. Kayak ada yang nahan dari dalam," uap Satpam itu merasa seram melihat ke arah dalam. "Tolong dibantu. Pelan -pelan bukanya, jangan dipaksa," titah Dika pada OB yang ikut membantu mendorong pintu kamar mandi itu. Dika menoba masuk ke dalam melalui elah yang sempit. Untung saja badanya tidak gemuk. Dikabisa masuk sambil menahan napas agar perutnya tetap kempis. Senter ponselnya mengarah ke dalam ruangan kamar mandi yang gelap. Baunya memang aneh. ampur aduk tak karuan. Sepatunya ingin berjalan namun seperti terganjal. Dika menunduk dan melihat kepala yang tergeletak dilantai. Sontak Dika yang ketakutan pun teriak dengan sangat keras. Hampir saja, ponselnya dilempar ke atas karena terkejut. Tapi setelah dilihat dengan benar. Kepala itu, kepala manusia utuh dengan tubuh ynag lengkap. Tubuh yang lemas tergeletak dilantai. Ya, Dia Rain. Gadis yang Dika sedang cari keberadaannya. "Rain ... Rainy!" teriak Dika panik. Dika langsung mengangkat tubuh Rain dan keluar dari kamar mandi itu untuk mencari pertolongan. Satpam dan kedua OB itu juga bergegas mengikuti sambil membawa tas Rain yang ada disamping Rain tadi. "Pak ... Bawa ke Klinik saja," ucap satpam itu epat. "Kamu tahu? Klinik terdekat?" tanya Dika yang masih menggendong Rain. Dika menunggu lift itu turun ke bawah sampai lobi Kampus. "Tahu Pak," jawab Satpam itu lantang. "Ambil kunci mobil saya ini. epat saya tunggu di depan," titah Dika pada Satpam itu. "Baik Pak," jawab Satpam itu mantap. Sampai di lobi, Satpam itu segera menuju mobil Dika yang parkir dan membukakan pintu mobil agar Dika bisa masuk ke dalam. Lalu melajukan mobil itu menuju Klinik. Insiden ini membuat beberapa orang bertanya. Kenapa Dika bisa tahu dimana Rain berada? Apakah ada sesuatu yang terjadi antara Rain dan Dika? Gemparlah berita besar itu di Kampus Orion. Gosip miring antara Rain dan Dika. Tentunya dengan bumbu yang membuat berita itu semakin gurih untuk dinikmati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD