“Mas.” Kalau saja Lukas tidak menarik Mas Dion, aku tak tahu seberapa parahnya wajah Bimo bisa hancur. Terakhir kali melihatnya, dia sudah babak belur. Napasku berderu cepat, tanganku gemetar melihat dua lelaki berkelahi di depanku tadi. Mas Dion membawaku ke balkon, yang tidak jauh dari ballroom, Dia hanya diam dan terus memelukku. Tubuh kecilku tenggelam dalam dekapannya. “Mas,” panggilku sekali lagi. “Tolong, jangan membantah saya lagi, Sha.” “Maafkan saya, Mas.” “Saya tidak akan memaafkan diri saya kalau kamu kenapa-kenapa. Saya pastikan Bimo mendapat hukuman yang setimpal.” “T—tapi saya baik-baik saja, Mas.” Mas Dion mengeratkan pelukannya, sedari tadi dia bicara sambil memelukku. Aku bersyukur tadi Mas Dion dan Lukas datang tepat waktu. Begitu mendekat, Mas Dion langsung me