Jika kamu mengerti. Maka kamu tidak akan merasa menyesal telah ber-temu denganku. Karena pertemuan kita adalah takdir. Dan kamu tidak bisa menghindarinya
__Markus__
***
Tidak ada yang tahu takdir itu seperti apa. Delima yang diatas angin tiba-tiba harus di hempaskan dengan begitu parahnya. Sebagai The Queen tercantik, siapa sih yang enggak senang dengan pamor dan kehormatan yang di sandangnya. Ok mungkin ini berlebihan, Delima menganggap dirinya sebagai satu-satunya Ratu yang paling bersinar.
Dan hari ini Delima merasa bahwa kehormatan yang di sandangnya itu terasa laksana jebakkan untuknya. Karena saat ini dia sedang menjadi sorotan. Lihat saja, mereka yang di lapangan, maupun di sisi lapangan--semuanya menatap padanya.
Delima mematung! Mencengkram bola di tangannya. Harapan untuk tidak bertemu dengan laki - laki korbannya itu. Malah membuat waktu semakin asik mempertemukan mereka.
"Sini ..."
Ujar si tampan lagi. Membuat Delima yang cemas kembali tersadar. Ia segera memberikan bola tersebut pada Markus. Bersyukurlah pada masker yang menutupi wajah cantiknya. Ia yakin, Markus tidak akan mengenali dirinya.
"Del, lo mau ikutan maen?" Tanya Yoga, laki-laki itu menghampiri Delima yang masih terpaku--karena laki-laki tampan yang saat ini berada di depannya.
"Oh, enggak. Gue enggak mau maen, lo maen aja." Delima segera menghindar. Ia harus segera menyembunyikan wajah cantiknya. Ia tidak mau si tampan itu mengenali dirinya.
Yoga tersenyum kecewa, selama dua tahun ini ia selalu berusaha mendekati gadis cantik itu. Tapi sepertinya Delima sangat susah untuk ia dekati.
"Lo suka sama dia?" Tanya Markus. Ketika Delima sudah pergi jauh.
Yoga hanya menarik napas panjang. Mengedikkan ke-dua bahunya. Kemudian ia segera kembali ke tengah lapangan.
"Dia beda dari yang lainnya."
Prayoga mulai mendribble bola sembari berjalan ke arah ring. "Mungkin gue bodoh karena sampai sekarang masih belum bisa bikin dia mantap ke arah gue."
Markus terdiam. Ia menyimak cerita Yoga sembari memperhatikan gerakan laki - laki itu.
"MOS adalah masa pertemuan kami. "Prayoga terengah-engah seperti sedang menahan amarahnya. Atau karena dia memang lelah berlari ke sana - kemari menghindari Markus yang hendak merebut bolanya.
"Sejak itupun gue udah naksir."
Yoga kemudian melompat hendak memasukan bola. Namun sayang Markus lebih dulu menepis bola hingga benda tersebut melayang keluar area.
"Kelamaan nunggu lo, makanya dia malah ngehindar." Ujar Markus. Ia juga terengah karena lompatannya barusan. Yoga tidak menjawab. Mungkin benar apa yang dikatakan Markus. Ia terlalu lama menunggu feedback dari gadis itu.
Kenapa ia merasa menjadi lelaki bodoh. Harusnya kan bukan menunggu. Tapi menyerang, mengingat kebodohannya. Yoga terduduk lemas di pinggir lapangan. Di ikuti Markus. Laki - laki itu ber-selonjoran kaki dengan kedua tangan bertumpu ke lantai lapangan di bagian kanan dan kirinya.
Ia menatap ke arah seluruh area di sana. Ada banyak pot yang di hiasi bunga - bunga cantik di bagian jalan koridor menuju kelas. Sehingga koridor itu tidak nampak sebuah koridor sekolah. Melainkan lebih mirip ke sebuah taman.
Lalu di bagian taman sekolah yang menghubungkan antara lapangan dan kantin terlihat begitu asri dan menyegarkan. Sepertinya pemilik sekolah ini sangat suka dengan tanaman yang berwarna hijau. Terbukti dari rumput liar yang di tata tapi di taman itu nampak seperti lapangan golf yang luas.
Lalu laki - laki itu kembali menatap ke arah koridor. Ia terdiam dengan kedua matanya yang menatap lekat. Ia melihat seorang gadis yang cukup familiar. Gadis cantik itu membuka maskernya perlahan dan merapikan rambutnya yang di terpa angin.
Tunggu! Bukannya dia si nakal itu?
"Dia siapa?"
Markus mengikut Yoga. Membuat laki - laki itu menatap ke arah yang di tunjuk Markus.
"Dia ... Delima. Cewek yang gue suka."
***
Sel berasal dari kata cellula yang berarti ruang kecil. Pada 1665. Seorang ilmuwan Inggris, Robert hook. Meneliti sayatan gabus di bawah mikroskop. Robert hooke melihat bahwa sayatan gabus tersebut tersusun atas ruangan - ruangan kecil. Hooke memberi nama ruangan - ruangan kecil tersebut dengan nama sel.
Hahhhhhh!
Delima menutup bukunya. Rasanya kepalanya seakan mau pecah, padahal baru saja membaca satu paragraf.
"Gue heran deh sama ilmuwan. Ko bisa ya otak mereka pinter banget,"
Gerutunya kesal. Ia mengacak rambutnya sampai terlihat kusut. Untung di ruangan perpustakaan ini cuma dia yang duduk membaca. Karena yang lain sedang makan di kantin. Kalau tidak, pasti sudah mengira gadis itu gila. Karena berbicara sendiri lalu mengacak rambutnya.
"Ngapain sih diadain buku tebel kaya gini. Enggak tahu apa, bacanya bosen."
Lagi, ia berbicara sendiri menatap buku tebal di depannya. "Eh, buku. Lo masuk ke ke otak gue dong. Tanpa harus gue baca gitu. Lo tahu mata gue itu udah sepet banget."
Dasar gadis pemalas itu. Bukannya kembali membuka bukunya. Ia malah meniduri buku itu layaknya bantal. "Mending bubu yu. Lo masuk ke dalam mimpi gue, lalu nanti pas gue bangun lo udah ada di otak gue."
Sikap gadis itu memang aneh. Tidak sadarkah kalau saat ini seorang laki - laki yang dari lapangan sana sudah membuntutinya. Dan sekarang ia sedang berdiri di balik rak mendengar kan percakapan aneh gadis itu.
Awas kamu cewek nakal!
Markus berjalan mendekat. Ia bisa melihat si pencuri pipinya itu sedang meniduri buku tebal. Semakin dekat ia merasa ingin sekali tergelak. Wajah gadis itu nampak sangat lucu. Rambutnya berantakan. Lalu pipinya yang cabi menjadi besar sebelah. Karena buku yang di tidurinya.
Kemudian ia melihat masker yang tergeletak di atas meja di samping kepalanya. Perlahan Markus meraih masker itu.
Mau di sembunyikan di mana lagi wajah lo? Dasar pencuri!
Markus meneliti wajah cantik itu.
Pantes si yoga suka sama lo!
Hampir saja tangan nakal itu menyentuh wajah cantiknya. Tapi sepertinya si cantik nakal itu merasa terusik. Karena perlahan kedua mata indah itu terbuka.
Awalnya Delima menatap Markus dengan tatapan biasa. Namun beberapa detik kemudian. Kedua mata cantik itu membulat dengan mulut manisnya yang menganga. Ia jadi kewalahan mencari masker yang ia letakan di atas meja tadi.
Sial! Mana masker gue?
"Lo nyari ini?"
Markus mengacungkan masker di tangannya. Membuat Delima menggigit bibirnya dengan gugup. Gila saja kenapa juga ia harus kepergok seperti ini.
Tidak! Delima harus tetap menyembunyikan wajahnya. Lalu dengan gerakan cepat. Ia menutup wajahnya dengan buku.
Gue harap dia lupa sama gue.
Dengan d**a berdebar. Delima berdiri ia akan segera kabur. Namun sayang sekali. Karena korbannya malah dengan mudah menangkap tangannya. Hingga membuat gadis itu kembali terduduk di sana.
Tatapan mereka bertemu. Delima gemetar, sungguh ia takut laki - laki itu memaki ke-lancangannya waktu itu.
Markus tersenyum. Ia menarik buku yang jadi penutup wajah gadis itu. Kemudian berkata.
"Apa kabar, pencuri?!"