PRANIKAH

1547 Words
Seperti orang tua pada umumnya, apapun yang disarankan oleh dokter ia akan turuti. Pernikahan putrinya dengan Dewa sudah direncanakan dari dulu. Seperti kejatuhan bintang dari langit, perasaan Fransiska melambung tinggi ketika Dewa menerima saran ibunya untuk menikahi Mahalini. Sulit menjinakan Dewa, sudah berapa kali orang tuanya mejodohkannya dengan gadis Brahmana, semua ditolak. Kali ini Dewa menyerah, karena penyakit papanya semakin parah. Disamping itu Fransiska selalu mencari pendekatan yang terus menerus kepada nyonya Agung, itu yang membuat nyonya Agung menekan putranya. Nyonya Fransiska bangga punya menantu tampan dan kaya raya dari golongan Brahmana. Ia membayangkan hidupnya akan bertaburan mas berlian. Pada saat putrinya menikah akan ada beberapa televisi meliput acara itu. Mereka resepsi di hotel milik Dewa dengan mengundang ribuan tamu, dari pejabat sampai, nanager, artis dan karyawan hotel. "Nona, tolong percepat pernikahannya, kami takut putri nona bunuh diri karena stres." bisik dokter Duarsa licik supaya Rae tidak berubah pikiran. Sebagai orang kepercayaan Mahalini kedua dokter itu akan membantu proses penipuan Mahalini terhadap nyonya Fransiska lembong. Mereka terlanjur menerima upah ratusan juta dari Mahalini. Lamunan nyonya Fransiska buyar kala mendengar perkataan dokter Duarsa. Matanya menatap putrinya yang duduk bengong seperti orang bodoh. Ada bekas air mata disudut matanya. "Baik dokter, apapun dokter sarankan saya akan lakukan asal putri saya sembuh." ucap nyonya Fransiska menahan sedih. Ia memeluk putrinya ikut menangis. "Kami akan terus memantau aktifitas nona Mahalini setiap hari. Saran saya nyonya dan yang lainnya jangan banyak tanya. Tolong nona disuruh istirahat dulu supaya pikirannya agak fresh. Saya bergantian akan datang, jika ada masalah nyonya tinggal telepon kami." "Oke dokter, apakah ada aturan tertentu untuk makanannya?" tanya nyonya Fransiska menghapus air matanya. Nyonya Fransiska memandang putrinya yang melamun terus. Dari tadi menahan air matanya supaya tidak jatuh, tapi merembes juga. Sakit hatinya melihat putrinya begitu. Setelah banyak berbincang-bincang kedua dokter itu mohon diri. "Trimakasih dokter." ucap nyonya Fransiska menyelipkan amplop berisi uang. Sebagai Mahalini gadungan, Rae pasrah dan mengikuti petunjuk nyonya Fransiska. Tidak banyak yang dibicarakan, karena Rae hanya diam mematung. Ia membeku, dingin, tidak peduli. Senyumnya perlahan sirna dari bibir sexynya. Air matanya luber perasaannya hancur, mengingat ibunya yang sakit keras. Nyonya Fransiska cepat-cepat memeluk Rae, ia mengerti perasaan putrinya sangat sedih putus cinta dengan Gunawan. "Mama bangga punya anak sepertimu, bisa membedakan mana orang baik dan tidak. Gunawan tidak punya masa depan, jika kamu menikah dengannya kamu mau makan apa, lebih baik menikah dengan Dewa orang yang sudah punya masa depan." Rae tidak menanggapi, ia malah semakin sedih mengetahui kalau Gunawan tidak seperti bayangannya. Ternyata pemuda itu tidak patut dibanggakan. Kenapa Mahalini nekat menikah dengan Gunawan? apakah dia ditipu oleh Gunawan. Kasihan sekali Mahalini, biasanya perkataan orang tua sering benar. Karena orang tua sudah banyak makan asem garam. "Sayank mari kita ke ruang makan..." ajak nyonya Fransiska menggandeng tangan Rae. Setelah menenangkan diri, Rae ikut melangkah mengikuti nyonya Fransiska. Rae berjalan perlahan, ia menikmati setiap jengkal rumah nyonya Fransiska dengan perasaan kagum. Begitu mewah, rapi dan bersih. Beda sekali dengan rumahnya yang sederhana. Namun ini bukan rumah nya, ini punya Mahalini, wanita yang tidak bersyukur akan rahmat Tuhan. "Sayank, kamu seminggu ini akan berada di klinik kecantikan langgananmu, untuk skin treatment. Semua akan diurus salon, sampai kamu betul-betul glowing." jelas nyonya Fransiska ketika mereka berada di meja makan. "Baik ma...." jawab Rae menunduk. Ia takut sekali mengeluarkan suara, karena suaranya agak serak-serak basah, sedangkan Mahalini suaranya cempreng. "Nona Mahalini, syukurlah selamat. Saya dan mama nona, sampai tidak bisa tidur memikirkan keadaan nona. Waktu nona sedang berada di rumah sakit, kami sedih dan menangis semaleman melihat wajah nona diperban. Terkutuklah orang yang menabrak nona." seorang wanita tua mendekati Rae. Ia mengelus punggung Rae yang duduk di meja makan sambil mengoceh. "Berita itu mengguncang perasaan mama, kami sampai tidak tidur semalaman. Untung kamu selamat dan pulih kembali." "Aku tidak ingat kejadian itu." kilah Rae. Ia yakin cerita bohong ini pasti karangan Gunawan dan Mahalini. Mungkin foto yang dikirim ke nyonya Fransiska, waktu ia menjalani operasi wajah. Memang wajahnya di perban semua. "Tidak apa-apa sayank, kamu ingat orang ini tidak, ini bibi Kokom orang yang merawatmu sejak kecil." "Halo bibi..." sapa Rae datar. Tentu tidak ingat, karena tidak pernah kenal. bathinnya. "Yaelah, nona sangat cuek, apa nona masih kesal kepada bibi dan nyonya. Sebenarnya bibi ikut campur melarang nona pacaran dengan Gunawan, karena orangnya pecicilan. Bibi takut nona dipermainkannya. Tidak usah memikirkan pemuda itu lagi, anggap itu sudah masa lalu." "Ya bi, tidak masalah.." "Suara nona terdengar serak, apa karena nona kecelakaan itu, berarti parah sekali." "Semoga hanya suara yang berubah, tidak ada penyakit dalam. Mama bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepadamu." "Kokom, suruh bibi Sumi menghidangkan menu kesukaan putriku, sekalian bawa koper ke kamar nona. Ingat, kalian harus hati-hati meladeni nona, jangan sampai perasaannya terguncang." "Makanan sudah disiapkan, silahkan nona mencicipi menu baru dari bibi." "Trimakasih bi, aku hanya minta s**u hangat." Rae tidak mau mengambil makanan yang baru saja disajikan oleh lima pelayan. Terus terang ia bingung melihat menu makanan yang mewah dan pastinya enak sekali. "Sayank kamu harus banyak makan, ini menu kesukaanmu. Bibi sengaja masak untukmu." Tetap saja kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan mempertahan kan image kebodohannya. Ia lebih baik lapar dari pada salah bersikap. Melihat putrinya tidak selera makan, nyonya Fransiska lalu berdiri dan mengambil piring, nasi dan lauk untuk putrinya. Mau tidak mau Rae harus memakannya. "Kita sama-sama makan. Biarpun kamu sudah kenyang, mama ingin kamu makan lagi supaya cepat sembuh." "Baik ma..." Baru kali ini ia makan enak dan lauknya melimpah. Orang kaya makanannya serba mewah dan rasanya enak. Jujur ia belum pernah ke rumah orang kaya, apalagi duduk semeja. . Bagaimana reaksinya kalau nyonya Fransiska tahu siapa dirinya, tidak bisa di bayangkan. Pasti ia langsung pingsan hehe.. pikir Rae tertawa dalam hati. Mengingat itu, selera makannya lenyap, ia merasa rapuh tidak percaya diri. Karakternya terbunuh secara perlahan, gara-gara nona Mahalini. Ia mengutuk Dewa dan pernikahan konyol ini. Laki-laki cemen, gerutunya kesal. "Aku sudah kenyang!" "Ya ampun, makanmu sedikit sekali. Ingat, tidak boleh membuang makanan, pamali. Tapi kalau kamu mau istirahat tidak apa-apa, bibi Sumi akan mengantarmu." Fransiska maklum putrinya stres, ia tadi mendengar gerutuan Rae. Rae terpaksa menghabiskan makanannya demi menghormati nyonya Fransiska. Selesai makan ia diantar menuju kamarnya. Ia tidak bisa berkata-kata melihat kamar Mahalini yang mewah. "Istirahatlah, apakah nona mau dipijat kakinya?" tanya bi Sumi sopan. "Tidak, trimakasih." "Kalau begitu saya mohon diri, jika nona butuh saya atau pelayan lain, hubungi kami lewat intercom." "Baik bibi." Bi Sumi lega, biasanya Mahalini selalu marah dengan suara melengking. Hari ini sangat beda sekali, nona kalem dan pendiam. Tidak seperti biasanya, sedih melihatnya. Bi Sumi seolah merasakan penderitaan nonanya yang terpaksa putus cinta dengan Gunawan dan memilih menuruti perintah nyonya Fransiska. Rae melangkah ke jendela, ia mengintip dari vitrase gorden keluar. Rupanya di belakang kamarnya ada taman bunga dan buah. Mata Rae bersinar melihat pemandangan yang indah. Dua buah Gazebo berjejer rapi dibawah pohon rambutan. Buahnya bergelantungan menyentuh atap Gazebo. Warnanya merah menggoda selera untuk mencicipinya. Disisi lain ada kolam renang, taman bunga dan beberapa pohon jeruk sedang berbuah lebat. Rae keluar lewat pintu belakang, angin segar menyapu wajahnya. Walaupun siang hari, cuaca tidak begitu panas, mungkin karena banyak pohon. Ia memetik beberapa buah jeruk santang yang pohonnya pendek. "Nona duduk saja di Gazebo saya memetik. Biasanya nona tidak pernah ke Gazebo, tapi hari ini nona mau duduk disini. Nyonya pasti senang melihat perubahan ini, semoga saja nona cepat sembuh. "Ya bi.." "Nyonya berpesan supaya nona istirahat, tadi ada telepon dari Puri (rumah Brahmana), bahwa nanti sore akan ada utusan datang untuk membicarakan pernikahan nona. Untuk mempersiapkan diri, nona harus memilih baju kebaya dan kain jarak." "Apa aku harus bertemu dengan mereka," "Ya nona, biasanya calon pengantin lelaki tidak ikut. Hanya tetua dan orang pintar yang datang untuk membicarakan hari baik untuk menggelar upacara pernikahan." "Kalau begitu aku masuk kamar saja." "Silahkan, saya juga mau mempersiapkan makanan untuk tamu yang mau datang." Rae kembali masuk kamar dengan membawa jeruk yang dipetiknya. Dan bibi Sumi cepat mengunci pintu belakang, ketika Rae sudah masuk. Ini perintah nyonya Fransiska, beliau tidak sengaja melihat putrinya berada di taman. Nyonya Fransiska mengira putrinya mencari jalan untuk kabur, makanya dia menelpon ibunya Dewa supaya anaknya cepat diambil. Pukul. 18.30 wita, akan datang utusan dari keluarga Dewa, berarti kurang lagi lima belas menit. Cukup untuk memberi saran kepada putrinya supaya tidak kabur seperti dulu. Rae mohon kepada nyonya Fransiska supaya ia tidak ikut dalam pertemuan para tetua. "Mama, maafkan aku. Saat ini aku tidak berani bertemu muka atau mendengar pembicaraan mereka. Daripada aku ingkar dari pernikahan ini, lebih baik aku istirahat dan menenangkan diri di kamar." "Tidak apa-apa jika itu kemauanmu, ini baru pembicaraan pertama, masih ada pertemuan kedua dan ketiga sebelum kamu diambil oleh mereka." "Sangat melelahkan." "Harus nya kamu bangga diambil oleh orang Puri. Semoga kamu tidak mengecewakan kita semua." ucap nyonya Fransiska khawatir. "Aku mengikuti kemauan mama, harapanku supaya mama panjang umur, sehat selalu." "Trimakasih sayank, kamu sangat berubah. Akhir-akhir ini tidak pernah perasaan mama tenang sebelum keluarga Dewa datang mengajakmu ke Puri." "Jangan merisaukan diriku. Aku janji akan melakukan yang terbaik." Tentu nyonya Fransiska sangat senang mendengar perkataan putrinya. Setelah semua saran ia bicarakan, nyonya Fransiska keluar kamar karena pihak dari keluarga Dewa sudah berdatangan. Nyonya Fransiska mendatangkan saudaranya dan sek yang mengerti hari baik, dan hari buruk di dalam pernikahan. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD