Siera menggeser posisi buket mawar berukuran yang ada di depan wajahnya. Senyumnya mekar sempurna, seperti bunga mawar yang ada di tangannya. Dan tatkala buket itu berpindah posisi ke tangan sang pria yang menjadi tujuannya disana, Jantung Siera seakan berhenti berdetak.
Mata hitam itu, alis tebal dan sempurna itu, bulu mata lentik dan indah itu, Siera mengenalinya. Wajah rupawan yang dia puja bertahun-tahun lalu itu membuat Siera mematung. Tidak bisa bergerak maupun berucap.
Siera memang tidak bisa mengungkapkan perasaannya dengan lisan. Namun air matanya menjadi perantara.
Pria itu, yang sangat dia cintai sekaligus dia benci kini berdiri tepat di hadapannya. Tersenyum begitu ramah pada Siera. Dan senyuman itulah yang selalu menjadi kelemahan Siera.
Meski terakhir kali Siera membencinya,
Siera begitu kecewa akan tindakannya. Namun cinta untuk pria itu memang tidak bisa dia tawar.
"Mas..." rintih Siera meluapkan perasaannya.
"Mas Andra," tangisnya sambil memeluk pria itu penuh rindu.
***
"Kita mau kemana, Mas?" tanya Siera pada Andra yang sedang menyetir.
"Pergi," balas Andra singkat.
"Pergi kemana?"
"Kemana aja."
Siera terdiam, mengamati wajah prianya yang terlihat tegang. Dia tidak berani lagi bertanya saat melihat gurat-gurat emosi di wajah Andra.
Dia tidak tau penyebabnya dan tidak tau pula cara meredakannya. Yang dia tau Andra seperti ini sejak bertemu Risa tadi siang.
Pria itu langsung mendatangi tempat kos Siera. Membuka lemari dengan kasar lalu mengemasi semua baju-baju Siera ke dalam koper. Dan tanpa penjelasan apapun pria itu menarik Siera untuk masuk ke mobilnya.
Siera hanya bisa menurut, tidak berani bertanya karena jujur dia takut pada Andra yang seperti ini. Siera tidak pernah melihat pria itu marah selama mengenalnya.
Andra sosok yang tenang dan penyabar. Karena itu, melihat sorot matanya yang tajam saat ini membuat Siera ciut. Dia memutuskan untuk mengikuti kemana pria itu membawa dirinya.
Sampai akhirnya mobil yang mereka tumpangi memasuki sebuah perkampungan kecil. Andra menghentikan mobilnya tepat di depan rumah sederhana.
"Ayo turun."
Siera mendesah lega ketika mendapati wajah lembut Andra telah kembali. Nada suaranya pun menghangat. Gadis itu tak kuasa menahan dirinya dan langsung memeluk Andra. Dia begitu bersyukur Andranya telah kembali.
"Ini rumah siapa, Mas?" tanyanya saat Andra menuntunnya untuk masuk, melewati pagar kayu bercat coklat disana.
"Rumah kita," jawab Andra.
Siera mengerutkan keningnya. "Rumah kita?" ucapnya membeo.
Andra mengangguk. Dia membelai kepala Siera dengan lembut. "Iya, Sayang. Untuk sementara kita tinggal disini dulu. Sampai Papa aku dan Kakek kamu mau merestui hubungan kita."
Siera seketika membulatkan matanya kaget. "Apa, Mas?"
"Kamu mau kan sementara tinggal disini, Si?"
Siera menggeleng tak setuju. "Nggak, Mas. Kita harus pulang. Kamu nggak bisa kayak gini," tolaknya.
"Aku nggak akan pulang," balas Andra cepat. "Dan kamu juga nggak akan pulang. Kita akan tinggal disini. Titik!" putusnya.
"Tapi, Mas..."
"Nggak ada tapi-tapi, Si! Kamu tau Risa nggak mau menolak perjodohan kami. Terus kalau kita pulang, kami pasti akan dipaksa untuk menikah. Dan aku nggak mau itu terjadi."
Siera menggeleng lemah. Tak disangkanya Andra bisa senekat ini. Padahal dia bisa membicarakan hal itu baik-baik. Perjodohan itu memang sudah diatur sejak lama.
Tapi mereka masih punya waktu untuk menggagalkannya. Masih ada waktu untuk meluluhkan hati Kakek Siera dan Papa Andra untuk membatalkan perjodohan itu.
"Mas... kita nggak perlu kayak gini. Kalau Kakek sama Papa kamu tau, mereka pasti akan marah besar," ujar Siera.
"Aku nggak peduli," balas Andra ketus.
Siera menyentuh lengan pria itu dengan lembut, untuk meredakan kekesalannya. "Kita cuma harus berusaha lebih keras untuk meluluhkan hati Kakek aku dan juga Papa kamu, Mas. Aku yakin suatu saat hati mereka akan terbuka."
Andra menggeleng tak setuju. "Nggak, Si. Kita nggak bisa. Kakek kamu dan juga Papaku udah ngerencanain ini sejak lama. Dan nggak mungkin mereka batalin gitu aja. Apalagi Risa juga setuju sama perjodohan itu," jelas Andra.
"Aku nggak ngerti sama jalan pikiran adik kamu. Kenapa dia harus keras kepala mau perjodohan itu dilakukan."
Siera memandangi wajah frustrasi pria itu. Kemudian gadis itu mendesah pelan. Jelas Risa tidak akan mau membatalkan perjodohan dengan Andra. Karena Siera tau, diam-diam adiknya itu menyukai Andra.
"Mas..." Gadis manis itu bergerak memeluk tubuh tinggi dan tegap kekasihnya dengan erat. "Kita pasti akan temukan jalan keluarnya," hiburnya pada Andra.
Dan Andra pun membalas pelukannya tak kalah erat. Sampai-sampai tubuh Siera sedikit terangkat karena saking semangatnya Andra memeluknya.
Siera tertawa-tawa saat Andra sengaja memutar-mutar tubuhnya. Pria itupun ikut tertawa. Dia mencium dahi dan pipi Siera dengan lembut setelah melepaskan pelukannya.
"Sebelum kita temukan jalan keluar, kita tinggal disini dulu ya," pintanya pada Siera.
***
Siera berusaha membuka matanya yang terasa berat saat sesuatu yang dingin mengenai pipinya. Wanita itu mendesis pelan sambil memegangi kepalanya.
"Udah sadar?"
Pertanyaan itu seketika membuat Siera terkejut. Ternyata ada seseorang di depannya. Um... Maksudnya di atas Siera karena rupanya wanita itu saat ini sedang terbaring di sebuah sofa.
"Are you okay?"
Siera mengerjap tak percaya. Rupanya yang dia lihat beberapa saat lalu itu nyata. Andra memang benar-benar ada. Dan pria itu kini berada tepat di depan matanya. Sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata betapa bahagianya Andra saat ini.
"Mas Andra," ucapnya terharu.
Pria di depannya itu tersenyum kecil. "Udah nggak mau nangis lagi, kan?" tanyanya.
Siera menggeleng pelan. Wanita itu tersenyum bahagia. Wajahnya yang masih tadinya pucat, kini nampak berseri-seri.
"Kamu cantik."
Siera diam membisu karena sedikit bingung akan ucapan pria itu. Apalagi dengan sorot matanya yang tidak biasa. "Mas... kamu-"
"Kita pernah ketemu kan?"
Siera sontak mengangguk.
"Kencan semalam ya?" Pria itu menyeringai. Seringainya membuat Siera merasa aneh. Dia seperti tidak mengenali Andra yang kini di depan matanya.
"Lain kali jangan tunjukkan hubungan kita di kantor, oke?"
"Mas..." Siera menggeleng tak paham.
Pria itu bangkit dari sofa lalu mengambil jas hitamnya yang dia sampirkan di kursi kerjanya. Dia terus memandangi Siera saat memakai jas tersebut.
Setelahnya dia menghampiri Siera kembali. "Kamu boleh istirahat disini selama yang kamu mau," ujarnya.
Siera seketika menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dia baru sadar jika masih berada di kantor. Tapi ini bukan di ruang kerjanya.
Pria berlalu dari hadapan Siera begitu saja. Sebelum sempat mencapai pintu, pria itu berbalik menghadap Siera.
"Em... Siera! Kalau kamu mau, nanti malam kamu boleh temui saya."
"Ap-apa?" balas Siera bingung.
"Kamu tau kan dimana harus cari saya?" ucap pria itu sambil mengedipkan satu matanya. Lalu keluar dari ruangan tersebut. Meninggalkan Siera dengan kebingungan berlipat-lipat.
Pria itu... Apa Siera salah mengenalinya? Dia Andra atau bukan?