Seorang laki-laki dengan wajah tampan diatas rata-rata dengan tinggi badan hampir 180cm baru keluar dari bandara Juanda Surabaya.
Dia adalah Andre Danuarta, seorang CEO Danuarta corp yang bergerak di bidang pangan.
Di belakang Andre ada seorang supir yang membawa kopernya. Supir yang ditugaskan keluarga Pakdhenya untuk menjemputnya di bandara.
Andre duduk di kursi penumpang. Setelah membuka kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya, lelaki itu mengambil ponsel yang berdering di saku celananya. Melihat nama yang tertera di ponselnya lelaki itu tersenyum.
"Hallo, sayang. " Sapa Andre.
"........ "
"Aku sekarang di mobil. Supir pakde yang menjemputku. "
"............. "
"Aku disini hanya tiga hari, sayang...! Aku disini juga merindukanmu."
"............ "
"Seperti rencana awal aku menginap di Hotel. Mama, papa sama Diva menginap di rumah Pakde. "
"............ "
"Bersabarlah... Pernikahan kita tinggal beberapa minggu lagi. "
"........ "
"I love you too. Sampaikan salamku pada Angga. "
"........ "
"Baiklah. Aku akan sangat merindukanmu. I love you too, honey. "
Senyum terpatri di wajah Andre setelah menerima telfon dari kekasihnya, Liyan.
Wanita yang ia cintai, yang akan menjadi istrinya beberapa minggu lagi. Butuh perjuangan yang berat hingga ia berada di titik ini. Bisa bersama wanita yang ia inginkan dan cintai. Sudah tidak ada penghalang lagi untuk hubungan mereka. Restu kedua keluarga sudah terjamin, Angga juga sudah bisa menerimanya. Tidak ada yang akan menghalangi lagi mereka untuk bersatu.
Andre datang ke Surabaya untuk menghadiri pesta pernikahan sepupunya. Sedangkan orang tua dan adiknya sudah berada di kota ini sejak kemarin.
Selama berada di surabaya Andre memutuskan tinggal di hotel. Awalnya orangtuanya menyuruhnya untuk tinggal di rumah pakde-nya tapi Andre menolak karena rumah pakde-nya yang besar itu pasti ramai dengan kerabat-kerabatnya yang lain. Dan lelaki berusia dua puluh sembilan tahun itu tidak menyukai keramaian.
***
"Kak, aku nginep disini, ya? " Pinta Diva yang baru datang sepuluh menit yang lalu. Malam ini sang adik menghampirinya ke hotel.
"Kenapa? Bukanya kamu menginap di rumah pakde. "
Diva menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.
"Nggak enak. Disana rame banget. "
"Terus nanti kamu tidur dimana? Kenapa nggak pesan kamar sendiri saja? " Andre duduk di kursi dekat jendela, tangannya sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya.
"Ya tidur di ranjang, lah. Kakak yang tidur di sofa. " Ringis Diva.
Andre yang mendengarnya hanya geleng-geleng kepala.
"Mending kamu pesan kamar sendiri saja. "
"Nggak mau. Enak disini ada kak Andre. Ada yang di ajak ngomong."
"Ya udah terserah kamu. Tapi nanti kamu harus tidur di sofa. Badanku sakit semua kalau tidur di sofa. "
"Kakak nggak akan tega. " Diva tahu benar kakaknya tidak akan tega melihatnya tidur di sofa.
"Kamu sudah bilang mama sama papa kalau kamu mau menginap disini? "
"Sudah."
Keheningan menyelimuti kamar hotel itu. Kakak adik itu sibuk dengan kegiatan Masing-masing. Andre sibuk dengan ponselnya dan Diva menatap langit-langit kamar.
"Kak." Pandangan Diva melihat kearah kakaknya.
"Hmmm."
"Kak Andre jadi nikah sama kak Liyan? "
Gerakan jari Andre di layar ponsel terhenti saat mendengar pertanyaan adiknya. Pandangan lelaki itu beralih pada adiknya.
"Kenapa? "
Diva hanya mengedikkan bahu.
"Aku lapar. Aku akan ke bawah untuk makan malam. Apa kakak mau ikut? "
"Aku belum lapar. Kamu duluan saja. "
"Oke."
Dalam diam Andre memperhatikan adiknya. Sepertinya adik maupun orang tuanya belum bisa menerima hubungannya dengan Liyan. Walaupun restu sudah mereka dapatkan.