8 - Tujuan Selanjutnya

1212 Words
"Yahh…! Aku memindahkan!" ucap Arthur, masih dengan wajah tengil penuh kesombongan, membalas pekik Cecilia. "Jika sedang bercanda, ini tak lucu sama sekali! Kemana memang kau pindahan makhluk macam itu?" Sempat termenung menampilkan wajah bodoh bercampur kesal beberapa saat, Cecilia sekali lagi bertanya. "Masalah kemana aku memindahkannya, kau tak perlu tahu! Hahahaha….!" Balasan atas pernyataan Cecilia, kali ini bersambut penolakan untuk menjawab dari Arthur. "Ehhh… kenapa? Menyebalkan sekali!" dengus Cecilia. Menampilkan wajah cemberut. Pada dasarnya, Arthur sendiri cukup kesulitan harus mulai menjelaskan seperti apa. Mengatakan bahwa ia memindahkan Bunga Udumbara Fatamorgana kedalam Spacial Ring, tentu akan membuat Cecilia kembali heran. Pertanyaan selanjutnya, pasti lekas bersambung tanpa henti. Jalan satu-satunya agar tak terus repot harus menjelaskan, yakni seenaknya menolak menjawab. Memotong percakapan tentang Bunga Udumbara Fatamorgana untuk saat ini. "Hmmm… Aku lapar lagi!" gumam Arthur. "Lapar? Bukankah tadi sudah makan?" tanya Cecilia. Mengerutkan kening. "Kenapa memang kalau tadi sudah makan? Lapar ya lapar!" balas Arthur. Mulai kesal dengan rentet pertanyaan yang seperti tanpa batas terus keluar dari mulut Cecilia. Situasi dari baru mengurus Bunga Udumbara Fatamorgana, tampak adalah alasan kenap Arthur kembali lapar. Bagaimanapun juga, ia memang cukup terkuras secara fisik maupun mental dalam upaya memindahkan Demonic Plant Legendaris tersebut kedalam ruang penyimpanan Spacial Ringnya. "Gro Kecil!" Menyambung kalimat pasca dengusan untuk Cecilia, tanpa menunggu gadis itu yang sudah kembali menampilkan wajah kesal sempat menyampaikan tanggapan apapun, Arthur seketika mengaktifkan tatto segel kuno Hell Panther untuk memanggil keluar Gro Kecil. "Grrooaa…!" Sosok Gro Kecil, melompat keluar dari dalam tatto segel untuk lekas bergerak riang mengitari Arthur. "Hahahha… Anak baik! Anak pintar!" Sekedar melihat tingkah Gro Kecil, sudah cukup untuk mengembalikan mood Arthur. Tersenyum lebar, Arthur mengelus kepala Sang Hell Panther yang kini mengambil sikap duduk menggemaskan dihadapannya. Tak hanya Arthur, Cecilia yang tadi juga sempat menampilkan wajah cemberut kesal, seketika ikut tersenyum gemas melihat Gro Kecil. Melangkah maju ikut menyentuh lembut kepalanya. Kehadiran Gro Kecil, benar-benar mampu menjadi pembeda, mencairkan suasana. "Aku lapar! Pergi berburu sekarang!" ucap Arthur. Memberi intruksi yang mana lekas bersambut anggukan patuh Gro Kecil. Sebelum sosoknya, melompat bergerak cepat menuju sudut arah tertentu ujung jauh celah perbukitan. "Hei…! Tega sekali!" dengus Cecilia. Merasa tak terima Gro Kecil yang baru menampilkan sikap menggemaskan, harus melakukan perburuan sekedar mencari makanan bagi Arthur. "Apa?" tanya Arthur, menampilkan raut wajah bodoh, tak paham dengan alasan Cecilia kembali menjadi kesal. "Cari makan sendiri sana! Jangan terus menyuruh Gro Kecil!" dengus Cecilia. "Kau lama-lama cerewet sekali! Sungguh membuat telingaku gatal!" balas Arthur. "Gro Kecil itu Beast kontrakku! Jadi ya terserah aku! Kenapa kau yang repot! Cari saja sana Gro Kecil milikmu sendiri!" lanjut Arthur. Tak tahan lagi. Melempar kalimat kesal balik untuk sosok Nona Muda Pertama Klan Iron Eagle dihadapannya. "Dasar tak berperasaan! Hati keras!" dengus Cecilia. "Apalagi itu? Kau pikir aku peduli?" balas Arthur. Sempat bertahan dalam perdebatan serta saling cemooh untuk beberapa saat, situasi yang membuat Arthur dimana sedang kelaparan menjadi sangat pening menghadapi sosok Cecilia, wajah kesal Arthur, baru kembali menemukan kecerahan saat melihat Gro Kecil bergerak mendekat dari kejauhan. "Nahhh… Makan siang datang!" "Groooaa….!!!" Gro Kecil, menanggapi sambutan wajah antusias Arthur, dengan melempar sesosok tubuh Demonic Beast hasil buruannya. "Hahahhaa…! Apa ini? Sejenis Kijang? Tampak lezat!" ucap Arthur. Kalimat yang mana bersambut tatapan ganjil Cecilia. Tak menemukan sisi tampak lezat dari sudut manapun Demonic Beast baru dibawa oleh Gro Kecil. Justru merasa itu tampak menyeramkan. "Baiklah…! Kita bakar dulu!" Melanjutkan, Arthur membuat gerak menunjuk untuk mengeluarkan derak Hell Fire dari ujung jari telunjuknya. Membakar Demonic Beast hasil buruan Gro Kecil. ***** (Beberapa saat kemudian) Arthur yang telah selesai makan, tampak sedang memainkan sisa-sisa tulang belulang Demonic Beast kijang. Melempar jauh kedepan untuk Gro Kecil, lekas bergerak riang nan antusias mengejar. "Hei Cecilia, saranmu tadi, kita akan pergi kemana? Tujuan berpetualang selanjutnya?" Masih bermain lempar tulang dengan Gro Kecil, Arthur bertanya kepada Cecilia. "Hmmmm… Sungguh merepotkan terus mengulang!" dengus Cecilia. "Perhatikan dengan baik agar tak terus bertanya!" Nona Muda Klan Iron Eagle, sekali lagi menampilkan wajah kesal. "Ada beberapa tempat, dimana mungkin akan membuatmu tertarik untuk mengunjunginya!" Meski kesal, Cecilia nyatanya cukup sabar dengan menuruti mengulang penjelasan. "Salah satu tempat tersebut berada tak terlalu jauh dari sini! Tepatnya ada di sebelah Utara deretan perbukitan ini!" "Tempat tersebut dikenal dengan nama kuburan kuno Demonic Beast!" "Seperti namanya, dilokasi tersebut, terdapat gunungan sisa-sisa tubuh Demonic Beast dari era kuno!" "Beberapa Hunter senior yang pernah berkunjung ketempat itu mengatakan bahwa, kuburan kuno ini sepertinya tercipta dari sebuah pertempuran besar antar sesama Demonic Beast yang terjadi ratusan ribu tahun yang lalu!" Cecilia, menyampaikan penjelasan dengan intonasi nada yang tak tergesa pada Arthur tentang lokasi yang ia sarankan untuk di kunjungi setelah ini. "Hmmmm… Kuburan kuno Demonic Beast ya?" gumam Arthur. Mulai kembali ingat. "Tapi bila yang kau katakan tentang definisi tempat tersebut benar, maka bisa kusimpulkan bahwa tempat itu dipenuhi dengan berbagai sumberdaya yang sangat langka dan berharga!" "Jadi, seharusnya itu adalah tempat yang ramai bukan? Setiap Hunter pasti akan berbondong-bondong kesana untuk melakukan perburuan sumberdaya!" tanya Arthur. Mendengar pertanyaan Arthur, Cecilia hanya menggeleng pelan. "Kau salah! Tempat tersebut cukup sepi!" jawab Cecilia. "Cukup sepi? Kenapa bisa begitu? Tidak masuk akal!" tanggap Arthur. "Kenapa bisa sepi? Itu karena di dalam wilayah kuburan kuno ini, terdapat berbagai Demonic Beast kelas menengah yang hidup secara berkelompok dan membangun koloni-koloni besar!" balas Cecilia. "Setiap tahunnya, memang akan selalu ada kelompok dari beberapa Guild besar yang melakukan ekspedisi ketempat itu, namun jumlah yang pergi, dan jumlah yang kembali dengan selamat, akan sangat berbanding jauh!" "Hanya 5%, itu adalah angka tertinggi dari Hunter yang keluar dengan selamat dari wilayah kuburan kuno!" "Hal ini membuat setiap tahunnya, jumlah Guild yang mengirim tim ekspedisi ketempat tersebut, terus menurun secara signifikan. Bagaimanapun juga, sebanyak apapun hasil yang di dapat dari tempat tersebut, tak akan sebanding dengan jumlah anggota yang tewas di dalamnya!" ucap Cecilia, menutup penjelasan. "Bila tempat itu sangat berbahaya, kenapa kau justru menyarankan padaku untuk datang dan mengunjunginya?" tanya Arthur. Heran. "Cukup sederhana, itu karena kau memiliki anomali dalam Gerbang Jiwamu! Dimana dirimu merupakan Hunter pertama dan satu-satunya manusia yang pernah kulihat mampu mengendalikan Chi Kegelapan!" "Bisa di bilang kau adalah contoh kasus manusia yang telah bermutasi. Suatu hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Karena mutasi selama ini hanya akan terjadi pada Demonic Beast!" "Memanfaatkan kemampuan dalam mengendalikan Chi Kegelapan milikmu itu, kurasa kita akan bisa masuk ketempat tersebut dengan aman! Kau bisa menggunakan Chi Kegelapan untuk menyamarkan keberadaan kita! Para Demonic Beast yang tinggal disana akan menganggap kita salah satu dari mereka!" "Jadi, asal kita bergerak dengan hati-hati dan tak melakukan tindakan menarik perhatian koloni Demonic Beast yang tinggal disana, kurasa itu akan cukup aman bagi kita untuk bisa melakukan penjelajahan dan perburuan sumberdaya!" jawab Cecilia. Sebuah jawaban yang kini disambut oleh Arthur dengan anggukan mengerti. "Ide yang cukup brilian! Sebelumnya tak terpikir olehku untuk memanfaatkan Chi Kegelapan dengan cara seperti itu!" gumam Arthur. "Ya, dengan keberadaanmu, kita bisa menjelajah beberapa wilayah yang masih belum terpetakan!" balas Cecilia. "Wahhh, entah kenapa aku sudah dapat mencium aroma dari panen besar! Hahahhaa…!" ucap Arthur. Lekas antusias raut wajahnya. Dengan tujuan selanjutnya telah ditentukan, Arthur dan Cecilia mulai bergerak menyusuri celah perbukitan. "Akhirnya kita keluar juga!" gumam Arthur, sampai juga pada ujung jalan keluar celah perbukitan. Menatap dengan sorot mata cerah hamparan gurun menyambut dihadapannya. "Sebaiknya lekas melanjutkan bergerak sebelum gelap!" ucap Cecilia. "Lewat sini!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD