"AAAAAA!!!"
"TOLONG JANGAN APA- APAKAN SAYA!"
Bella menjerit dan memasang slingbag- nya sebagai perlindungan dirinya. Ia menutup matanya rapat- rapat tak ingin melihat siapa sosok yang berada di dekatnya itu. Ia sangat takut sekarang.
Argan terkejut bahkan hampir terjatuh ketika mendengar teriakan membahana dari Bella itu. Ia reflek mengangkat kedua tangannya itu ke atas kepalanya. Bahkan sebungkus tisu yang ia pegang itu ikut terangkat ke atas.
"Mbak! Mbak! Tenang, mbak!" Argan mencoba menenangkan Bella itu. Ia mengibas- ngibaskan sebungkus tisu di hadapan Bella sembari masih mencoba menenangkan.
"Saya Argan. Saya gak akan apa- apain Mbak Bella." Argan ikut berseru. Bisa gawat jika sampai ada orang yang melihat keduanya. Argan bisa saja dicap sebagai penjahat yang tengah mengganggu Bella itu. Tentu saja ia tak ingin hal itu terjadi.
Bella masih menutup kedua matanya dengan ketakutan itu. Ia sama sekali tak berani membuka kelopak matanya barang sedetik pun. Hingga akhirnya ia berani membukanya saat pemuda di dekatnya itu berujar, "Saya gak akan nyakitin Mbak."
Bella mencoba membuka matanya. Mata kanan yang pertama kali ia buka. Hingga akhirnya ia berhasil membuka kedua matanya sepenuhnya. Ia mengerjap memastikan penglihatannya.
"Iya, begitu, Mbak. Saya gak akan nyakitin Mbak Bella." Argan mengangguk melihat Bella berhasil memberanikan dirinya membuka kedua kelopak matanya. Dengan cepat ia mengibas- ngibaskan sebungkus tisu yang sejak tadi ia bawa itu. "Ini saya mau kembalikan tisunya, tadi jatuh di sana." Pemuda itu menunjuk ke gang yang tadi dilewati oleh keduanya.
Mereka berdua kini berada di ujung gang, tepatnya dekat dengan jalan raya. Yang artinya Argan kembali menuju tempat semula di mana minimarketnya bahkan terlihat.
"Oh." Bella telah berhasil tersadar dari keterkejutannya.
Ia menelan ludahnya susah payah dan mencoba menenangkan dirinya. Ia melirik ke arah belakang kepala Argan di mana tadi ia berjalan dan tak menemukan siapapun di sana. Kini Bella dapat bernapas lega.
Akhirnya ia mau menerima uluran tisu yang diserahkan oleh Argan itu. Dengan senyum yang dipaksakan ia berucap, "Maaf, dan terima kasih, ya, Mas."
Bella tersenyum tipis dan menatap Argan yang menjulang tinggi itu. Ia memasukkan tisu itu kembali ke dalam slingbag miliknya itu.
Argan menatap Bella dengan bingung. "Ada apa sih, Mbak? Ada yang ganggu?" tanya pemuda itu menatap Bella. Ia juga sesekali melirik ke arah gang yang tadi mereka lewati itu. Namun anehnya ia tak menemukan siapa atau apapun di sana.
Jadi apa yang membuat Bella sampai sebegitu takutnya?
Bella menggeleng kepalanya dengan cepat. "Enggak, kok," katanya. Ia merapikan rambutnya yang tadi sempat berantakan itu dan selanjutnya ia segera melangkah pergi. "Saya permisi dulu, Mas."
Bella kembali berjalan dengan langkah cepat. Kali ini ia segera menuju jalan raya dan berjalan di keramaian Jakarta.
Argan hanya mengangkat sebelah alisnya memandang punggung Bella yang kian menjauh itu. "Aneh." Ia menunjuk Bella. "Dia memang selalu aneh begitu, ya?" tanyanya dengan menunjuk- nunjuk Bella.
Ia menggeleng kepalanya dengan cepat. Ia heran dengan Bella. Hal aneh lain yaitu mengapa bisa ia bertemu dengan wanita itu dua kali tepat di hari yang sama?
Argan mencoba mengabaikan hal itu lagi. Emosi lagi- lagi menyelimuti. Ada rasa penasaran yang membuatnya ingin mengetahui lebih lanjut tentang wanita itu.
Padahal ia sudah mewanti- wanti dirinya agar tidak terus bersimpati pada siapapun. Namun ia tetap saja bersimpati.
Argan kini kembali melanjutkan jalannya. Ia kembali berjalan menuju gang yang akan membawanya menuju kos- kosannya itu. Pemuda itu berjalan menyusuri gang itu. Ia kembali fokus pada ponselnya dan tak menghiraukan apapun tentang Bella itu tadi.
Saking fokusnya, Argan bahkan tak menyadari bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya dari kejauhan. Orang itu bahkan berjalan melewati Argan yang masih fokus pada ponselnya itu. Berikutnya orang itu segera berjalan dengan cepat meninggalkan gang.
Namun nyatanya Argan tak benar- benar seratus persen fokus. Ia menghentikan langkahnya begitu ia merasakan orang yang tadi berpapasan dengannya itu berjalan cukup jauh.
Argan membalik badannya dan memandang punggung orang berpakaian serba hitam itu. Orang itu bertopi dan tadi sekelebat ia melihat orang itu mengenakan masker.
Mendadak Argan merasakan hawa tak enak. Ia meraba tangannya yang merinding.
"Apa baru aja ... Bella diikutin sama orang itu?"
Argan masih memandang bekas tapak kaki orang itu. Ia merasa ada yang tak beres dengan tingkah Bella itu. Namun sekali lagi ia tak bisa berbuat banyak. Semua itu bukan urusannya.
"Bisa aja 'kan itu pacarnya Bella yang lagi ngasih surprise?"
Pada akhirnya ... Argan hanya dapat berpikir positif.
***
"Gue pulang!"
Argan berseru seraya tersenyum memandang Nino yang tengah berkutat dengan laptopnya. Argan melepas sepatunya dan meletakkannya di rak.
Nino yang masih terfokus pada laptopnya itu hanya menggumam. "Kok lo gak bales chat gue?" tanyanya dengan nada kesal. Ia mengetikkan sesuatu di laptopnya dengan kesal.
"Ih susah amat!" Nino mengumpat keras- keras.
Argan melangkah menuju kamar mandi di dalam kamar mereka itu, segera melucuti pakaian dan mencuci tangan serta kakinya. Barulah setelah itu ia ke luar dari kamar mandi dalam keadaan telah bersih.
"Gue tadi mau bales chat lo, tapi gue ketemu wanita aneh." Argan berujar dengan kesal.
Nino tampak tersenyum menatap layar laptopnya sendiri dan berikutnya ia membalik badan. Ia menatap Argan dengan alis terangkat. "Wanita aneh?" tanyanya.
Argan mengangguk. Ia mengedik bahunya, mengingat kembali kejadian barusan.
"Iya." Namun detik berikutnya Argan segera menggelengkan kepalanya. "Ah, enggak. Gak penting." Ia segera mencoba menepis ingatan tadi. Argan tak ingin terus terpikirkan tentang Bella itu.
"Ada apa?" Argan menatap Nino dengan raut penasaran.
Nino mengedik bahunya. "Tentang klien baru kita ini, gue barusan chat- an sama dia."
"Terus?" tanya Argan bingung.
"Iya, terus gue minta janjian sama dia dong. Biar diomongin detailnya secara langsung." Nino menjelaskan.
Namun Argan masih belum mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh Nino itu. Ia mendesah sebal.
"Gue gak maksud."
Nino memutar bola matanya. "Pasti lo gak baca chat gue sampai rampung, ya!"
Argan menyengir. Kemudian pemuda itu mengangguk. "Emang."
Nino menghela napas panjang setelah melihat Argan yang nyengir kuda itu. "Dasar." Ia segera mengambil ponselnya itu dan memencet- mencet sesuatu.
"Misi kita kali ini yaitu Menghukum Stalker." Nino mulai membuka suara.
Argan menaikkan alisnya. "Menghukum Stalker? Maksudnya ...penguntit?"
Nino mengangguk. "Makanya gue ada bilang kalau kita berdua harus belajar bela diri. Karena misi kali ini pasti gak mudah." Ia menjelaskan dengan detail.
Argan mengangguk- anggukkan kepalanya paham. Ia mengerti sekarang tentang kaitannya bela diri itu. Namun detik selanjutnya ia bertanya. "Misi kali ini gak mudah tapi kenapa gak ambil misi yang lain dulu, sih?"
Nino menghela napas lagi. Ia mengerti dan memahami maksud Argan itu. Ibaratnya kalau ada yang lebih mudah, kenapa harus yang lebih susah dahulu?
"Gue gak tega."
Argan mengangguk. Ia mengerti. "Pantes." Argan sangat mengerti tentang sifat tidak tegaan dari Nino itu.
Nino kembali menyambung kalimatnya. "Dia butuh pertolongan kita secepatnya. Kelihatannya memang sangat darurat. Dia bahkan sampai spam inbox di akun blog kita."
Mulut Argan menganga. Ia membekap bibirnya sendiri. "Serius? Sampai segitunya?"
Nino mengangguk lagi. "Nah makanya kita harus buru- buru belajar bela diri mulai sekarang."
Argan mengangguk. Tentang bela diri itu, dahulu ia pernah belajar hal itu namun ia berhenti. Alasan malas adalah pendorong nomor satu.
"Oke kalau lo udah setuju, besok kita jadi ya janjian sama Bella ini?" Nino bertanya lagi. Ia menatap Argan dengan senyuman tipis.
Argan hanya dapat mengangguk seraya berujar, "Oke." Namun detik berikutnya pemuda itu merasakan ada yang mengganjal di benaknya.
Apa barusan ia mendengar nama Bella disebut oleh Nino?
"Namanya Bella?" Argan menanyakan langsung isi pikirannya.
Nino sontak mengangguk dan tersenyum lagi. "Iya. Kenapa?"
Bella ... Menghukum Penguntit ...
Apa semuanya cuma kebetulan?
"Apa yang namanya Bella itu ada banyak ya di Jakarta?"