34- Sebungkus Tisu dan Wanita Aneh

1125 Words
"Mas, lagi ngapain?" Pertanyaan itu tersentak dan membuat Argan menjatuhkan roti serta kaleng minumannya yang tadi ia pegang. Segera ia mendongak dan tatapannya langsung bertemu dengan seorang wanita. Wanita berambut bob itu menatap Argan dengan bingung, begitu juga dengan Argan. "Ngapain ngendap- ngendap di situ?" Wanita itu bertanya sekali lagi, membuat Argan kemudian tersadar. Argan menyengir lebar. Ia segera memungut kembali roti dan mengembalikannya ke rak. Selain itu ia juga mencari kaleng minuman yang tadi menggelinding itu, dan langsung ia masukkan kembali pada kulkas. "Oh, ini saya lagi beres- beres," ujar pemuda itu masih menyengir lebar. Argan mencari alibi. Tangannya ia arahkan pada tumpukan roti lagi seolah tengah benar- benar merapikan. Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya. Selanjutnya ia menggoyangkan sebungkus tisu ke hadapan Argan sembari berujar, "Tadi dicariin kirain penjaganya ke mana. Saya mau bayar ini." Argan yang masih menyengir itu dengan cepat mengangguk. "Oh, iya," katanya. Pemuda itu segera melangkah menuju mesin kasir yang sejak tadi ditinggalkannya itu. Dalam hati Argan mengumpat. Makan siangnya itu tidak jadi dimakan dan sekarang ia benar- benar sangat lapar. Wanita itu menyerahkan sebungkus tisu itu ke hadapan Argan. Selanjutnya ia mengabaikan Argan dan mengotak- atik ponselnya. "Ini aja?" tanya Argan setelah menghitung harga tisu yang diserahkan wanita itu. Argan memandang wanita di depannya itu yang masih mengotak- atik ponselnya. Ada yang aneh ketika wanita itu menatap ponselnya. Tatapan yang diberikan wanita itu pada layar ponselnya begitu serius, bahkan sorot matanya tampak seperti gusar. Entah apa yang sedang dibaca atau ditonton oleh wanita itu. Tatapan Argan beralih pada pin nama yang berada di saku kiri wanita itu. Logo sebuah mall terkenal di Jakarta terpampang di dalam pin itu, beserta nama wanita itu. Bella. "Ini aja, Mbak?" Argan mencoba mengulang pertanyaannya lagi ketika wanita itu masih tetap saja diam. Akhirnya setelah pertanyaan kedua dari Argan itu, wanita bernama Bella itu tersadar dan mendongak. "Hah?" tanyanya dengan kaget. Tatapannya menyiratkan kegelisahan mendalam ketika terkejut seperti itu. Argan mengerjap. Ia ikut terkejut namun dengan cepat mengatur air mukanya. "Ini aja?" tanyanya untuk ketiga kalinya. Bella hanya mengangguk dengan cepat. "Iya, itu aja." Berikutnya ia segera memasukkan ponselnya kembali ke dalam slingbag- nya itu. Bella tampak menatap ke arah sekelilingnya. Matanya mengedar dan menatap ke penjuru minimarket itu. Ia meremas tali slingbag- nya yang dikenakannya sendiri sembari masih memperhatikan sekitar. Ia bahkan menatap kaca cembung dalam minimarket serta menatap ke luar minimarket. Tampak celingukan seperti tengah mencari sesuatu. Argan tentu saja menyadari apa yang tengah terjadi pada wanita di depannya itu. Dengan cepat ia ikut menatap ke sekitarnya, namun ia tak menemukan hal yang mencurigakan. Atau bahkan mungkin wanita di depannya itulah yang mencurigakan. "Ada apa, Mbak?" Argan pada akhirnya bertanya. Ia menatap wanita bernama Bella itu. Namun lagi- lagi tak mendapat sahutan. Dengan gemas ia mengulang pertanyaannya. "Mbak?" tanyanya sekali lagi. Wanita di depannya itu tampak aneh. Bella tersentak dan kembali terkejut. Ia menatap Argan yang tengah menatapnya juga. "Oh ... enggak. Enggak ada apa- apa, kok," ucap Bella dengan cepat. Kini ia tampak terburu- buru. "Berapa jadinya, Mas?" tanyanya. Anehnya kini wanita itu terlihat seperti tengah ketakutan. Argan memilih mengabaikan emosinya. Ia makin sering terbawa emosinya belakangan ini. Jadi kali ini ia tidak akan ikut campur pada apapun itu. "Totalnya jadi sembilan ribu." Akhirnya ia hanya mengucap kalimat itu. Tak mau bertanya lebih lanjut dan malah akan disangka seperti mencampuri urusan orang. Ia segera mengantongi sebungkus tisu itu. Wanita di depan Argan itu segera mengeluarkan selembar uang sepuluh ribuan yang langsung diserahkannya kepada Argan. Namun tanpa menunggu Argan mengetikkan total uangnya di sana atau memberinya kembalian, wanita itu segera pergi. Sebelumnya ia berucap, "Kembaliannya buat Mas aja." Dan ia segera melangkah menuju pintu minimarket itu dengan terburu. Wanita itu bahkan masih celingukan menatap kanan dan kirinya ketika berada di luar minimarket. Setelah itu ia lekas berjalan dengan cepat meninggalkan minimarket. Argan mengedik bahunya seraya menatap punggung wanita berambut bob itu. "Aneh. Orang- orang pada kenapa sih?" Argan merapikan uang di mesin kasirnya dan menepuk dahinya setelah mengingat sesuatu. "Ah, makan siang gue!" Hampir saja ia melupakan jatah makan siangnya yang berharga itu. Pantas saja kalau perutnya sedari tadi keroncongan. Ia benar- benar lapar. *** Minimarket yang dijaga oleh Argan bukanlah minimarket 24 jam yang akan melayani pembeli sepanjang waktu. Minimarket itu tutup pada pukul sepuluh malam. Jadi Argan harus memastikan minimarket itu terkunci rapat- rapat dan digembok banyak. Sesudahnya ia baru akan pulang ke kos- kosan berjalan kaki. Iya, berjalan kaki. Jarak antara minimarket dengan kosnya lumayan dekat. Ia hanya perlu menyusuri gang di samping minimarket untuk selanjutnya akan membawanya pada kos- kosannya. Argan menatap ponselnya sembari berjalan pulang. Ia membuka- buka pesan yang masuk ke ponselnya itu yang kebanyakan dari grup chat kelasnya. Kini matanya tertuju pada pesan dari Nino. Dengan segera ia buka isi pesan yang ternyata sudah dikirim Nino sejak jam tujuh malam tadi. Nino Prasetyo: Gue udah milih permintaan dari klien kita yang selanjutnya. Argan membaca pesan dari Nino itu dengan seksama. Tentang permintaan yang masuk dari kliennya tempo hari itu, kini hanya perlu dipilih dan dijalankan saja. Berikutnya tinggal mendiskusika upah. Karena permintaan terakhir kali adalah pilihan dari Argan, kali ini gantian Nino yang memilih permintaan berikutnya. Namun tentu saja tetap harus sepertujuan dari Argan. Nino Prasetyo: Tapi kali ini keknya kita harus belajar bela diri, deh Argan mengernyit membaca kelanjutan dari Nino itu. "Bela diri?" tanyanya sendiri. Langkah kakinya membawanya menyusuri gang yang luasnya hanya dapat dilalui oleh sebuah mobil itu. Gang dengan penerangan minim itu benar- benar sepi. Argan tak takut berjalan sendirian di sana, karena ia sudah terbiasa. Baru saja Argan hendak membaca kelanjutan pesan dari Nino itu, ia melihat seorang wanita berjalan menunduk dari arah yang berlawanan dengannya. Wanita itu berambut bob, jadi Argan tidak perlu takut bahwa itu bukan manusia. Wanita itu berjalan cepat, menunduk namun sesekali bahkan melihat sekitar, seolah tengah dikejar. Ketika wanita itu tepat berjarak sepuluh meter dari Argan, barulah sekarang ia dapat melihat wajah wanita itu. Dan ajaibnya lagi, wanita itu tampak tak asing bagi Argan. Ia baru sadar bahwa wanita itu adalah wanita yang sama dengan yang tadi sore datang ke minimarket. "Bel ... la?" Argan menggumam. Ia memperhatikan Bella yang berjalan cepat itu. Tampak ketakutan sendiri. Saat Bella telah melangkah melewatinya begitu saja, barulah Argan menyadari bahwa Bella menjatuhkan sesuatu. Itu adalah sebungkus tisu yang tadi dibelinya. Dengan cepat Argan segera berlari dan memanggil Bella. "Tunggu! Mbak! Mbak!" Argan berseru di tengah gang itu. Ia memungut tisu itu dan berniat menyusul Bella itu. Namun langkah Bella sangat cepat. Pada akhirnya Argan harus berlari menyusul wanita itu. "Tunggu! Mbak Bella!" Argan berlari menyusul wanita itu. Ia pada akhirnya berhasil menarik lengan Bella dan membuat wanita itu berhenti melangkah. Namun anehnya Bella justru berteriak yang membuat Argan juga terkejut. "AAAAAA!!!" "TOLONG JANGAN APA- APAKAN SAYA!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD