Ririn?

1291 Words
Ririn?   Aisyah  akhirnya sampai juga di depan rumah minimalis sesuai dengan alamat yang diberikan oleh suaminya. Bismillahirrahmanirrahim, Ya Allah hamba berserah diri hanya kepadaMu ya Allah dari kejahatan manusia, dan juga makhluk ciptaan-Mu yang lainnya. Aisyah mengetuk pintu rumah suaminya pelan sambil mengucapkan salam. "Assalamu'alaikum," ujarnya sedikit menaikkan volume suaranya karena sepertinya suaminya tidak mendengar teriakannya. "Neng mau bertemu sama Aden Dimas?" tanya seorang wanita paruh baya di samping rumah suaminya itu. Wanita itu melongokkan kepalanya. "Assalamu'alaikum ibu, iya saya istrinya mas Adimas," sapa Aisyah ramah, "perkenalkan nama saya Aisyah." "Istri barunya den Dimas toh? Meneh gelies pisan ya," kata ibu itu ramah, "saya teh Mira tetangga Dimas." Aisyah sedikit bingung dengan julukan 'istri baru' apa maksud ibu ini istri yang baru dinikahi mas Adimas gitu ya?  Enggak boleh suudzhon Syah, pikir batinnya mengingatkan. "Saya pikir istri barunya Dimas itu yang sebulanan ini tinggal dengannya, soalnya suka mesra gitu," kata Mira lagi, Aisyah pikir ibu ini memang biang gosip. Meskipun agak bingung dengan keterangan sang ibu. Tapi Aisyah tidak mau memperpanjang pembicaraan mereka karena badannya yang lelah. "Mas Adimas tinggal dengan perempuan lain Bu di sini? Mungkin itu saudaranya Bu," sanggah Aisyah, walau ada segudang tanya di benaknya. "Lalu mas Adimasnya mana ya Bu?" tanya Aisyah lagi, dia terlalu malas berbicara dengan ibu-ibu yang mulutnya enggak ada remnya. Takut Gibah. "Ada kayaknya, entah saya jarang lihat dia kerja," kata ibu itu sinis, "orang sudah menikah kok enggak mau kerja." "Mas Adimas ada usaha sendiri kok Bu, mungkin dia memantau pekerjaannya dari rumah Bu," kata Aisyah masih menutupi keburukan sang suami, "saya permisi dulu kalau begitu, mau coba ketok lagi." " Coba dibuka saja, barangkali tidak dikunci," kata ibu itu akhirnya. Aisyah mengucapkan salam dan segera berlalu. Aisyahpun mengikuti saran ibu itu, ternyata memang benar pintunya tidak dikunci. Matanya menilai isi dalam rumah Adimas, kelihatan berantakan. Baju pria dan ... WANITA?? Kenapa ada baju wanita yang berhamburan di sini??? Aisyah mengambil pakaian dalam wanita itu ... hatinya bergemuruh ... rasa panas memenuhi pelupuk matanya, membuat bening itu meluruh di pipinya. Apa dia ??? Wanita itu??? Aku harus membuktikannya sendiri. Dia berjalan pelan melintasi ruangan, mencari sosok penghuni rumah. Aisyah mendengar suara orang ber-bincang dari arah kamar yang paling besar. Aisyah mendekat, dia mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. Dia melihat punggung telanjang seorang pria sedang memeluk seorang wanita. Dan mereka sama-sama telanjang. Astaghfirullah!! Aisyah membekap mulutnya yang hampir meneriakkan kalimat itu. Apakah yang di dalam itu suaminya sedang tiduran sambil berpelukan? Dan mereka telanjang??! Apa yang sudah mereka lakukan??? Ya Allah ... apa mereka sudah berzina??? Apa suamiku pezinah??? Bukankah kau berjanji akan menjodohkan pezinah dengan pezinah. Kenapa kau beri aku jodoh pezinah??? Aku juga ingin suami yang bisa menjaga auratnya seperti aku menjaga auratku. Aku ingin suami yang bisa menjaga k*********a seperti aku menjaga kemaluanku hanya untuk suamiku. Kenapa Ya Robb?? Aku menagih janjimu ... Ya Allah "Mas ... kapan kau menikahiku, kupikir aku hamil anak kita," kata wanita yang seperti sangat familier di telinga Aisyah. Kenapa suaranya terdengar memuakkan sekarang. "Sayang ... sabar ya, mas ngomong dulu sama Aisyah ya," kata lelaki itu yang ternyata memang benar suaminya. Aisyah mencengkeram sisi gamisnya. "Tapi bayi kita tidak bisa menunggu sayang," kata wanita itu lagi manja. "Kamu tenang saja, aku akan bertanggung jawab kok," kata Adimas sambil mengecupi kening Ririn, membuat amarah Aisyah semakin tak tertahankan. Aisyah memejam-kan matanya, hatinya sangat sakit. Apa yang harus hamba lakukan Ya Allah??? Apa dia harus pura-pura tidak melihat? Tapi jika dia diam saja mereka berdua semakin terjerumus dalam dosa. Dan dia yang melihat dan diam saja juga berdosa. Aisyah memutuskan duduk di ruang tamu dan menunggu kedua makhluk tak tahu malu itu menjelaskan kepadanya. Aisyah memejamkan matanya. Dia beristighfar tiada henti. Maafkan hamba-Mu ini ya Allah.... Astaghfirullah hal Adzim…. Air mata Aisyah sudah kering, dia sudah ikhlas atas apa yang terjadi padanya. Lantas apa yang harus hamba lakukan untuk pernikahanku yang baru seumur jagung? Apa aku harus bercerai?? Apa aku tetap mempertahankan pernikahanku dan menjadi istri tua? Aku tidak sekuat itu Ya Allah ... kadar keimananku belum bisa menerima madu suamiku. Aku tidak sekuat istri nabi yang rela dipoligami. Walau dia tahu kemuliaan yang dijanjikan Allah buat istri yang rela dimadu. Tapi Aisyah tidak cukup kuat jika harus menjalaninya. Aisyah mendengar suara orang berbicara dan saling menggoda keluar dari kamar tadi. "Sayaang ... ih ... nakal banget sih tangannya ...." Aisyah mendengar suara Ririn yang terdengar manja. "Habis kamu sexy banget sih sayang," suara suaminya. Aisyah menghela nafas, meresapi rasa sakit yang mengoyak batinnya. Dia tidak sekuat istri nabi. Dan suaminya juga bukan nabi. Lelaki tukang selingkuh itu tidak bisa dibandingkan dengan nabi yang menikahi wanita lain karena ingin melindungi mereka pasca meninggalnya suami-suami mereka di medan perang. Tak seperti suaminya yang tergoda karena nafsu birahi. Berselingkuh di belakang istri. Dirinya sudah memutuskan, semoga keluarganya menerima. Aisyah membuka matanya saat mendengar suara terkesiap dari sahabatnya, Aisyah tersenyum miris mengingat label wanita tadi 'sahabat'. Sahabat mana yang tega menusuk sahabatnya sendiri dari belakang? Sahabat mana yang menggoda suami sahabatnya di saat sahabatnya masih berduka akan kematian ibunya? Sahabat mana yang tidur dengan suami sahabatnya sendiri? "Assalamu'alaikum mas ... Rin, sudah asik-asiknya?" tanya Aisyah pelan, tidak terlihat kemarahan dari nada bicaranya. Tapi itu bahkan membuat kedua manusia yang baru saja mereguk madu dunia memucat. Mereka tidak menyangka reaksi Aisyah akan sesantai itu. "Kau ... kau tidak marah?" tanya Ririn akhirnya setelah dibuat syok dengan reaksi Aisyah. "Tentu aku marah, 'Teman'," sahut Aisyah masih dengan senyum di bibirnya walau ada nada sinis dari ucapannya barusan. "Tapi aku juga tahu anakmu butuh ayah kan?" tanya Aisyah to the poin. "Kurasa ini yang terbaik bagi kita semua, kau ceraikan aku mas dan nikahi Ririn," suara tegas Aisyah menggema di ruangan membuat kedua orang di depannya terhenyak. Adimas tidak menyangka perbuatannya akan diketahui secepat ini oleh istrinya. Lalu bagaimana dengan Mitha? Dia akan membunuhku kalau tahu aku akan menikahi wanita lain selain Aisyah. Bodoh! Sungutnya dalam hati, wanita itu bisa-bisa menendangnya dari rumah ini dan berhenti memberinya uang. Adimas hanya pengangguran yang berlagak sebagai seorang bos. Padahal selama ini Mithalah yang mencukupi semua biaya hidupnya selama ini. Tentu saja dengan menjual diri. Adimas mengerti pekerjaan Mitha istrinya karena dirinyalah yang mengenalkannya dengan para bos itu. Sedang Ririn tak menyangka Aisyah bisa menerima kenyataan dirinya sudah merebut suami tajirnya. Tapi dia tidak menyesal. Dia malah lega karena Aisyah menuntut cerai. Jadi dirinya menjadi satu-satunya istri Adimas. "Aku tidak akan menceraikanmu," kata Adimas dengan suara keras. Perkataan Adimas, tak hanya mengagetkan Aisyah karena Ririn juga tak menyangka Adimas tidak mau bercerai dari Aisyah. "Tapi buat apa? Bukankah mas yang mengkhianati pernikahan kita? Lantas kenapa mas masih ingin mempertahankan pernikahan kita?" tanya Aisyah tak mengerti. "Kau tahu perceraian itu sangat dibenci oleh Allah," katanya sedikit melunak. "Tapi aku tidak mau dimadu mas, perceraian memang dibenci oleh Allah tapi diperbolehkan oleh Allah," kata Aisyah jengkel, siapa dia menceramahiku tentang agama, "lagi pula mas enggak pantas menceramahiku tentang agama." "Tapi aku suamimu," kata Adimas geram. Dia marah pada dirinya sendiri tapi dia menyalurkannya kepada Aisyah. "Oh ya? Apa karena mas sudah menikahiku lantas mas sudah bisa disebut sebagai suami? Suami yang bahkan tidak peduli saat istrinya sedang berduka akibat kematian ibunya, suami yang bahkan sedang bercinta dengan sahabat dari istrinya di saat istrinya berkabung, itu yang disebut suami?" sentak Aisyah. Dia memang lemah lembut tapi dia wanita berprinsip. Selama ini dia mematuhi permintaan orang tuanya tapi jika dia melihat dan merasakan sendiri ketidak adilan maka dia kan memberontak. Baginya, tidak sudi dirinya mempunyai suami tukang selingkuh. Tidak menutup kemungkinan suami laknatnya itu akan berselingkuh lagi. Siapa yang bisa menjamin suaminya tidak akan mengulangi perbuatan menjijikkan itu dengan wanita lain? Ya Allah ampuni hamba-Mu ini ya Allah ….
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD