Keesokan harinya. Hampir beberapa jam perjalanan. Brian berhenti di pinggir jalan untuk istirahat sejenak. mobilnya sudah terlalu panas di bawa perjalanan sangat jauh. Mungkin membutuhkan waktu sampai 12 jam perjalanan. Berkali-kali Brian berhenti di suatu tempat.
Setiap 6 jam perjalanan Brian berhenti untuk istirahat sebentar. Brian juga belum mampir untuk sekedar beli makan. Jika Aron dia sama sekali tidak peduli tentang makanan. Hidupnya tidur dan tidur terus. Mungkin karena efek obat yang masih berada di tubuhnya. Membuat tubuhnya terus merasa lelah.
Brian tertegun sejenak. Meski pandangan mata fokus ke depan. Kedua tangan masih fokus pada setir mobilnya. Pikiran Brian mulai teringat tentang ramuan yang dia ambil kemarin. Entah ramuan apa itu. berbahaya atau tidak. setidaknya dia berhasil mendapatkannya. Dan, akan terus menyimpannya di tempat yang aman.
Drtt… Drtt.
Ponsel Brian terus bergetar di dalam saku jaket tebal miliknya. Jemari tangan kiri mengambil ponselnya. Pandangan mata was-was kedepan. Dia melirik sekilas ke layar ponselnya yang masih menyala.
"Shiitt…" umpat kesal Brian. Dia mematikan ponselnya. Memasukan kembali ke dalam saku jaketnya. Tanpa harus menerima panggilan telfon itu.
"Tidak akan ada yang menggangguku sekarang. Aku akan melakukan semua penelitian sendiri." kata Brian.
"Mungkin nanti ada buku petunjuk apa yang harus aku lakukan. Setidaknya, yang bisa membantu Aron mengintip kekuatannya. "Aku tidak akan khawatir lagi dengannya. Dia bisa jaga diri sendiri." ucap Brian, sembari tersenyum tipis, melirik beberapa detik ke arah Aron yang masih tertidur.
Beberapa jam perjalanan terasa sangat melelahkan. Malam dan sampai pagi hari. Dia
Brian sesekali melirik ke arah Aron. kaki-laki remaja itu masih berbaring di tempatnya. wajahnya tampak lesu. Brian berhenti tepat di pinggir jalan, dia berbaring sejenak. sebelum benar-benar pergi dari sana.
perjalan mereka masih sangat jauh. hampir e jam lagi baru akan sampai di tempat tinggal Aron. bahkan Aron belum juga sadarkan dirinya. Dari tadi masih di dalam mobil belum juga bangun. Sementara Brian setiap perjalanan hanya diam. Dan, diam. Tidak sama sekali mengeluarkan suaranya.
Brian sesekali merokok pandangan matanya lurus ke depan. Dia melihat beberapa orang yang melintas di sana. Brian menghentikan mobilnya sejenak di pinggir jalan. Merasa tubuhnya benar-benar capek. Brian ikut tertidur sebentar. Tanpa dia sadari, ada orang yang mengikutinya. Dia membawa mobil hitam pekat di belakang mobilnya. Dan, berhenti sama di belakangnya.
Setengah jam istirahat sudah selesai. Merasa istirahatnya sudah cukup. Brian segera melanjutkan perjalanannya lagi. Brian menghela napasnya kesal. Saat melihat Aron masih saja tidur. Hampir 8 jam perjalanan dia belum juga bangun.
3 jam perjalanan lagi masih terasa begitu lama. Akhirnya dia bisa menemukan titik terang sampai di rumah Aron. Brian menghela napasnya kesal. Dia tersenyum tipis. Melihat rumah Aron dari kejauhan. Akhirnya perjalanan jauh bisa sampai juga.
Sampai di rumah kecil milik Aron. Brian menghentikan mobilnya tepat di depan halaman rumah Aron. Sementara Aron dia mengerjakan kedua matanya. mencoba mengusap matanya masih masih terasa sangat lengket. Dia seolah merasa jika sudah sampai. Batu membuka mata. Setelah hampir 12 jam tidur. Anehnya dia bahkan tidak merasa sakit-sakit sama sekali tidur dengan posisi seperti itu.
"Huam..."
Aron mengusap sangat lebar. Dia melirik sekilas ke arah Brian. "Sudah sampai?'' tanya Aron.
"Sudah! Cepat turun!" pinta Brian. Dia melangkahkan kakinya turun. dengan segera mengeluarkan beberapa barang-barang yang ada di bagasi mobil dan jok belakang mobilnya.
Sementara Aron, dengan santainya tanpa dosa. Dia hanya berdiri terdiam. Dia melirik dari kejauhan melihat mobil yang sedang berhenti. Batu kali ini dirinya melihat ada orang yang melintas di sini selain Brian dan dirinya. Sepertinya dia terlihat ingin mencintainya.
"Apa kamu bawa teman?" tanya Aron.
"Teman?" Brian mengangkat kepalanya. Memicingkan matanya heran. "Aku tidak bawa teman." kata Brian.
"Terus siapa yang bawa mobil putih itu?" tanya Aron. Menunjuk ke arah mobil itu. Brian menatap ke arah dimana Aron menatap ke depan. Dia berjalan pelan ke arah Aron. Merangkul pundak Aron dari belakang. Sembari menepuk pundaknya.
"Bentar! Aku akan coba lihat kesana. Kamu disini dulu. Aku akan memastikan." kata Brian.
"Iya, tapi aku merasa aneh. kenapa ada orang lain ada disini. Ini tempat yang tidak pernah dijangkau orang." kata Aron.
**
"Ayah.. dimana Brian?" Tanya Felly menarik ujung bajunya berkali-kali.
"Ayah, apa Aron sudah pergi?" tanya Felly lagi. Felly menatap sekeliling rumah Aron. Dia menatap ke arah kebun Aron. Tetap saja sama, tidak ada orang sama sekali di sana.
Ayahnya hanya diam, dia menatap ke arah rumah itu. Melihat rumah tampak terkunci dari luar. Ayahnya berjalan mendekati Felly memeluk anaknya. Sembari berbisik pelan padanya. Dengan badan sedikit condong ke depan.
"Sayang, sepertinya kita harus pergi dulu. nanti, saja kita bicara di rumah'" kata Ayahnya.
"Tapi, aku mau lihat Aron ayah. Kenapa Ayah malah jauhin aku bersama dengannya. Aron itu orang baik. Aron juga menyelamatkan aku." kata Felly kesal.
"Felly, sama sekali tidak pernah pernah tahu urusan orang dewasa. Bukannya ayah kamu ini melarang kamu berteman dengannya. Tapi ada hal yang ayah hindari. Dan, ayah takutkan."
"Tapi, aku mau bertemu dengannya. Felly hanya mau berteman dengannya." kesal anaknya. Sembari menghentakkan kakinya. Pandangan ayah Felly menatap ke atas. Dia melihat jelas ada beberapa yang mengintai rumah Aron dari balik gedung tua itu.
"Kamu masih kecil jangan berpikir dewasa lebih dulu. Banyak yang harus kamu lakukan nantinya." Ucap Ayah Felly. Dia meraih tangan Anaknya. Menariknya untuk segera pergi dari sana. Apalagi saat ayah Felly melihat seseorang mengawasi dirinya. Bisa dibilang bukan mengawasi dirinya tapi rumah itu. jika sudah tersentuh dengan tangannya.
"Ayah... Aku gak mau pergi" teriak Felly.
"Diamlah! Ayah menyelamatkanmu. Ayah tidak mau kamu terlihat bersama dengan mereka. Merek semua ada disini. Aku tidak mau jika anak ayah juga terancam.," Kata ayahnya. Dia menarik tangan anaknya lagi untuk segera pergi dari rumah itu.
Siapa tadi? Kenapa banyak sekali yang mengintai rumah itu? Sebenarnya siapa mereka? Dan, siapa anak itu?
Pertanyaan itu muncul di kepala ayah Felly. Sementara Felly dia hanya diam mengerutkan bibirnya kesal dengan ayahnya. Ayahnya tidak pernah menghargai dirinya. Dia sudah bangun pagi bersiap pergi ke rumah Aron. Tetapi kenyataannya, dia malah diseret pulang lagi.
Sampai di rumah. Felly menarik tangannya dari cengkraman tangan ayahnya. Dia berlari masuk ke dalam kamarnya.
Brak!
Suara pintu tertutup sangat keras. Felly, Mengunci pintu kamarnya rapat-rapat.
"Felly, jangan marah. ayah bisa kelamaan padamu."
"Ayah jahat!"
"Ayah, tidak sayang dengan Felly. Ayah jahat!" umpat kesal Felly