Remaja laki-laki berpostur standar dengan wajah yang manis dan berkaca mata tebal, tengah menjalan menghampiri Keanu yang saat itu sedang duduk manis di kursi panjang depan kelas.
Ia membisikkan sesuatu ke telinga Keanu. Yosa dan Romeo yang juga berada di tempat yang sama, secara otomatis ikut mendekat untuk mendengarkan apa yang dibisikkan oleh anak itu.
"Di mana mereka sekarang?" tanya Keanu kemudian.
"Mereka menunggu kalian di lapangan basket," jawabnya.
“Oke, thanks, Kevan," ucap Keanu seraya memberi isyarat pada anak itu untuk segera pergi.
“Berani banget itu monyet nantangin kita!” sungut Romeo setelah Kevan pergi.
"Mungkin itu monyet lagi pengin jajal kemampuan barunya. Biarin aja. buruan kita samperin. Toh seperti yang sudah-sudah, dia dan dua kacungnya bakal kalah!” Yosa terlihat bersemangat untuk segera mengalahkan mereka.
“Eh, Yos, bentar … bentar!" Keanu mencegah Yosa untuk menersukan langkahnya.
“Kenapa, sih, K?” Yosa kesal tentu saja.
Keanu terlihat seperti memikirkan sesuatu. Rautnya terlihat ragu. Di mana hal itu cukup membuat Yosa dan Romeo heran. Namun tak lama kemudian, Keanu beranjak. “Ya udah, yuk, ke sana!”
Yosa dan Romeo semakin heran saja dengan kelakuan Keanu yang semakin hari semakin aneh. Sebenarnya kenapa, sih, anak itu?
***
Seseorang bernama Elmer yang merupakan rival sejati dari Keanu. Ia sedang sibuk memainkan bola basket.
Tak jauh darinya, ada dua orang remaja laki-laki lain. Zafir dan Alejandro. Wajah mereka terlihat tak santai. Mereka sudah tidak sabar menunggu kedatangan Keanu dan dua kunyuknya.
“Lama banget, sih? Si Kevan beneran nyamperin mereka atau nggak?” Zafir si jangkung dengan tinggi badan nyaris 190 cm mulai mengomel.
“Besok-besok kayaknya kita nggak usah nyuruh Kevan lagi, deh,” sahut Alejandro. “Percuma. Dia, tuh, lelet. Atau kalo perlu kita kerjain aja. Biar gercep dikit!”
Sementara Elmer hanya diam, sibuk dengan bolanya. Namun tatapannya dipenuhi kebencian.
Elmer tak pernah akur dengan Keanu semenjak anak itu masuk ke sekolah ini. Dulu ia, Zafir, dan Alejandro adalah trio dambaan di sekolah ini.
Semua orang mengelu-elukan mereka, entah karena prestasi, kesempurnaan fisik, ataupun wibawa keluarga mereka. Dua tahun masa keemasan mereka tak pernah meredup.
Tapi saat mereka naik ke kelas XII, di mana mereka menjadi yang paling senior dari seluruh angkatan. Keanu dan dua kunyuk yang lain justru menghancurkan pamor mereka.
Elmer sangat membenci mereka terutama Keanu. Kebencian yang sebenarnya sedikit berlebihan. Entah benar-benar hanya karena kalah saing … atau ada sebab lain.
“Beneran lo tadi manggil kita?”
Elmer segera menoleh mengikuti sumber suara itu. Suara yang sangat dikenalnya. Suara Keanu.
“Hm … apa dengan keberadaan kami di sini masih kurang jelas?” Elmer mengatakan hal itu tanpa menatap Keanu. Ia justru konsentrasi menatap ring. Ia melempar bolanya masuk ke ring.
“Oke … oke …. gue udah paham.” Keanu mengangguk. “Yah … kemampuan lo ada sedikit peningkatan, sih. Tapi … nggak terlalu signifikan.”
Ucapan Keanu disambut cekikikan dari Yosa dan Romeo.
“Tapi gue hargain usaha lo. Jadi meskipun peningkatan lo cuman dikit, kita bakal tetep ladenin. Meskipun … ending-nya udah bisa ketebak. Kita menang … dan kalian ….” Keanu berlagak menahan tawa, sengaja membuat Elmer semakin marah.
Di sekeliling lapangan sedikit demi sedikit mulai dipenuhi oleh murid-murid yang ingin menonton persaingan dua kubu itu. Karena persaingan mereka memang selalu asyik untuk disimak.
Dua kubu itu memiliki pendukungnya masing-masing. Para kakak kelas sebagian besar membela Elmer. Sementara kebanyakan adik kelas membela Keanu.
Pak Saipul, guru olahraga bertubuh super gembul dan terkenal disiplin, sedang sibuk meniupkan peluitnya. Ia tengah berusaha berlari menuju ke lapangan basket untuk menghentikan kerumunan—yang ia sebut sebagai kericuhan—yang sedang terjadi.
Murid-murid pembela dua kubu saling memberi tahu tentang kedatangan Pak Saipul. Seandainya hanya ada beberapa orang di sana, mereka akan ketakutan dengan Pak Saipul. Tapi karena jumlah mereka sangat banyak, mereka jadi cuek saja.
Pak Saipul membelah kerumunan dengan mudah karena kegembulannya di atas rata-rata. Ia meniup peluitnya lagi, bermaksud agar para biang kerok—dua kubu itu—menghentikan aksi mereka.
Sayang, tiupan peluit yang kencang dan memekakan telinga itu … jutru dianggap sebagai pertanda dimulainya pertarungan sengit dua kubu.
Elmer melempar bolanya ke atas. Keenamnya segera berancang-ancang untuk berebut bola. Yang ada di pikiran mereka sekarang hanyalah satu hal … lawan harus kalah.
TBC