Game zone terbesar di kota Kediri itu sedang ramai pengunjung. Bukan. Bukan ramai karena mereka antre main. Mereka terlihat bergerombol di area tengah game zone. Tempat di mana si Game Master berada. Yang bersangkutan tengah adu bakat dengan sengit melawan penantangnya.
Sebagai informasi saja, tempat ini memang selalu ramai seperti ini tiap kali Game Master itu datang. Mereka rela berjam-jam menunggu demi melihat ketatnya persaingan yang terjadi.
Sebutan master dari orang-orang sebenarnya sedikit berlebihan bagi Keanu. Menurutnya ia belum sehebat itu untuk dijuluki master. Namun orang-orang yang mengaku sebagai penggemarnya, telanjur terbiasa memanggilnya dengan sebutan itu.
Soal game, Keanu memang sangat hobi. Lima belas tahun Keanu hidup di dunia, hanya game lah yang selalu setia menemaninya tanpa pergi seinci pun, dalam keadaan apa pun. Jika boleh jujur, Keanu jauh lebih menghormati dan menyayangi game daripada orangtuanya.
Keanu berkonsentrasi penuh pada game yang sedang ia mainkan. Kurang satu putaran lagi, sedikit lagi. Dan … seperti yang sudah ditebak para penggemar, sang Master menang lagi.
Game Zone pun segera riuh dengan sorakan orang-orang itu. Bahkan tidak sedikit yang sedang bertransaksi uang hasil taruhan mereka.
Tiap kali menang seperti ini, Keanu mendapat uang dengan nominal yang tidak sedikit. Biasanya ia akan menggunakan uang itu untuk menraktir Yosa dan Romeo. Sisanya?
Percaya atau tidak, Keanu memiliki jiwa sosial yang cukup tinggi. Sisa dari uang yang ia dapat—yang pastinya tidak sedikit—selalu ia sumbangkan ke panti asuhan Karsa Dharma.
Keanu pribadi tidak membutuhkan uang itu. Mengingat rekeningnya sudah gemuk tanpa ia harus berusaha sama sekali. Hibah dari orangtuanya yang beretos kerja tinggi.
Keanu bermain game untuk memenuhi kebutuhan. Namun bukan kebutuhan materiil. Lebih pada kebutuhan batin. Bisa dikatakan, Keanu kecanduan game tingkat tinggi. Di mana ia akan sakau jika tidak memainkannya barang sehari. Itu yang dialaminya ketika dirawat kemarin. Keanu benar-benar butuh masuk ke panti rehabilitasi game.
“K, laper, nih,” rengek Romeo seraya menarik-narik ujung lengan baju Keanu.
Yosa memasang tampang ingin muntah karena tingkah Romeo yang sok imut.
Keanu memasukkan uang tunai yang ia dapat ke dalam saku. “Tapi gue lagi nggak mau nraktir hari ini.”
“Lhah, kok gitu?” Romeo tidak terima.
Yosa pun sama. “Punya rejeki ya bagi-bagilah. Jangan pelit, ntar kuburan sempit.”
Keanu menggeleng. “Sekali-sekali gue juga pengin ditraktir, lah. Justru kalian berdua, tuh, yang pelit tujuh turunan. Duit hibah dari orangtua nggak pernah dipakek. Kerjaannya malakin anak kecil polos nggak berdosa macem gue.
“Padahal duit gue buat nyumbang panti asuhan. Tega kalian makan jatah anak yatim. Kuburan kalian nggak cuman sempit ntar. Tapi juga muncul api sekalian asepnya. Kayak di FTV yang azab-azab, noh.”
Yosa dan Romeo merinding seketika.
“L-lo kalo ngomong dijaga dikit kenapa? Itu sama artinya lo nyumpahin kita, tauk!” Romeo menempeleng kepala Keanu.
“Lagian ngomong panjaaaaaang banget macem rel kereta api. Keselek tahu rasa lo!” tambah Yosa.
Keanu tak memberi reaksi yang berarti. Mimiknya tetap begitu-begitu saja. sama sekali tak terpengaruh dengan kata-kata dua kunyuk. “Jadi kalian nraktir gue, nggak?”
“Iye-iye ….” Romeo ingin menyembur muka Keanu. Sayang tidak sampai. Mengingat ia hanya setinggi leher Keanu.
“Apa boleh buat, daripada lo sumpahin kena azab.” Yosa terlihat tidak ikhlas namun di saat bersamaan juga takut.
“Nah, gitu, dong!” Keanu segera berjalan mendahului dua kunyuk menuju restoran favoritnya.
Sementara dua kunyuk sedang menyumpah serapahi Keanu tanpa sepengatahuannya.
***
Keanu tidak salah. Yosa dan Romeo memang anak orang yang berada, sama seperti dirinya. Itulah alasan kenapa Keanu mau dan betah bersama mereka selama ini.
Uhm … jangan salah sangka dulu.
Maksudnya bukan karena Keanu pilih-pilih teman atau anak itu hanya mau berteman dengan yang sepadan derajatnya—semua manusia sama derajatnya di mata Tuhan, kan?
Keanu mau berteman hanya merasa dengan kesetaraan di antara mereka, maka tak aka nada kemunafikan. Keanu yakin Yosa dan Romeo benar-benar berteman dengannya secara tulus, bukan karena harta.
Juga jangan jahat dengan berpikir bahwa menurut Keanu, mereka yang kurang mampu semuanya berteman dengan anak orang kaya hanya karena hartanya.
Banyak juga yang berteman dengan tulus, kok. Keanu hanya mengantisipasi. Karena ia tidak mau kecewa lagi. Seumur hidupnya sudah dipenuhi kecewa. Ia tak mau mengambil risiko dengan menghadapi kekecewaan sekali lagi.
Aish … tapi bukankah mulai sekarang Keanu tidak boleh takut lagi dengan kekecewaan itu? Karena sekeras apa pun ia berusaha menghindar, takdirnya akan tetap berada pada poros yang ditentukan Tuhan.
Maksudnya … kekecewaan yang seandainya ia dapat dari mereka yang berteman dengannya hanya karena harta, tidak sebanding dengan kekecewaannya akan takdir yang baru saja ia hadapi. Penyakit itu ….
Sebenarnya, sampai detik ini pun Keanu belum sepenuhnya percaya bahwa ia benar-benar sakit.
“K, ataa o au eia. Ai aa ak?” Romeo bertanya dengan mulut yang penuh dengan makanan.
“Lo ngemeng apaan, sih?” Keanu menggetok kepala kakak kecilnya dengan sendok.
Romeo sibuk mengelus kepalanya yang malang. Sementara Yosa sibuk menertawakan Romeo.
Keanu tak sungkan-sungkan melakukan hal yang sama—memukulkan sendok—pada kepala Yosa. Seketika tawa sesepuh itu terhenti. Gantian Romeo yang tertawa sampai makanannya muncrat-muncrat.
“Gue salah apaan, sih, K? Kenapa gue juga lo getok?” Yosa tak terima tentu saja.
“Pengin aja,” jawab Keanu dengan tampang tanpa dosa.
“Padahal gue peduli sama lo. Tapi lo selalu tega sama gue.” Romeo akhirnya bisa bicara dengan jelas karena sudah tidak ada makanan di mulutnya. Ada yang ditelan, ada yang muncrat.
“Peduli gimana?” tanya Keanu malas-malasan.
“Gue tadi, tuh, tanya. Katanya lo mau periksa, jadi apa nggak? Kalo jadi kan bisa gue anterin sama Yosa.” Romeo menjelaskan dengan baik meski dengan tampang super kesal.
“Iya, juga, K,” sela Yosa. “Ayo cepetan kalo mau ke rumah sakit. Takutnya penyakit serius. Kan berabe kalo nggak buruan diobatin.”
“Hmh ….” Keanu masih tak memberi tanggapan berarti. Ia mempertahankan muka datarnya. Sementara di dalam sana jiwanya bergejolak.
Ia memang sakit. Bukan penyakit biasa yang bisa diobati dengan sekadar minum obat selama beberapa waktu.
Kepedulian dari Yosa dan Romeo membuat hati Keanu tersayat. Ia merasa lega memiliki mereka. Namun … Keanu tak sampai hati menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi.
“Gue udah periksa, sih,” jawab Keanu akhirnya.
“Wah, udah? Kapan?”
“Kok lo nggak ajak-ajak kita?”
Keanu menggeleng. Masih berusaha terlihat senormal mungkin. “Waktu itu sekalian lewat."
“Terus hasilnya?”
Pertanyaan itu … Keanu berpikir keras bagaimana harus menjawabnya.
Ia lalu menggeleng. “Nggak apa-apa. Gue sehat. Sakit kepala itu sering muncul gara-gara gue kebanyakan main game. Radiasinya nggak baik buat kesehatan. Gue disuruh ngurangin dikit-dikit.”
Yosa dan Romeo mengangguk mengerti.
“Syukur, deh, kalo bukan penyakit serius.” Yosa terlihat benar-benar lega.
“Tapi gue setuju sama saran dokter. Emang sebaiknya lo kurang-kurangin main game. Daripada minus lo makin nambah juga. Makin tebel ntar kacamata lo.”
Keanu tersenyum tipis. Hal yang jarang dilakukan oleh remaja itu. Ia hanya terlalu terkesan dengan kebaikan hati dua kunyuk di hadapannya. Terkadang mereka memang bisa semanis ini.
Keanu sedang memikirkan satu hal sekarang. Kira-kira kapan ia akan memberitahukan kenyataan sebenarnya pada mereka? Karena jika sampai Yosa dan Keanu tahu dari orang lain, mereka pasti akan sangat kecewa.
***
TBC