Chapter-10 | Langsung Saja?

1386 Words
*** Milan, Italia... Pemberkatan pernikahan berjalan lancar dan beberapa orang yang menjadi saksi di pernikahan mereka, pun memberi ucapan selamat pada keduanya. Gabriel dan Caroline. Walau pernikahan ini tanpa dihadiri oleh keluarga besar, tidak membuat Caroline bersedih seperti apa yang ia bayangkan sebelumnya. Karena masih ada sang Kakak, Lucas, yang menyaksikan momen sakralnya malam ini. Setidaknya kehadiran lelaki itu cukup mengobati rasa sedihnya. Setelah pemberkatan usai, Caroline merasakan sesuatu yang berbeda di dalam hatinya. Ia tersenyum dalam hati ketika melirik ke samping dan mendapati Gabriel yang sudah berstatus menjadi suaminya. Ada apa dengan Caroline? Apakah ia mulai menyadari rasa yang ia miliki terhadap pria itu? Namun sayangnya, Caroline tetap menyangkal. Tidak mungkin ia secepat itu mencintai Gabriel. Apalagi ketika pria itu mengungkapkan perasaan cinta kepadanya, ia masih enggan membalas dan memilih diam atau mungkin akan membalas dengan kalimat —Aku tidak mencintaimu—. Bahkan Caroline tidak pernah berpikir sedikitpun jika jawabannya tersebut bisa saja menyakiti perasaan Gabriel. Setelah acara usai, Gabriel langsung membawa Caroline kembali ke penginapan. Sedangkan Lucas dan Erlan, entah mau ke mana kedua pemuda itu. Apakah mereka akan menetap beberapa hari di kota ini atau mungkin akan langsung kembali ke Wellington. Lucas sudah mempersiapkan dirinya untuk menerima amukan dari Ayahnya. Morgan. °°° Penginapan William's... Kamar Gabriel dan Caroline… Gabriel dan Caroline baru saja sampai di penginapan. Dan pasangan pengantin baru itu langsung menuju ke kamar mereka. Kamar pribadi Gabriel yang kini akan dihuni bersama Caroline, istrinya. "Kenapa?" tanya Gabriel saat melihat wajah bingung istrinya. "Sepertinya aku membutuhkan bantuan orang lain. Aku tidak bisa melepas ini semua seorang diri. Gaun ini berat sekali." terang Caroline. Sejenak Gabriel menggaruk pelipisnya yang tidak gatal dan kembali berkata. "Ya sudah, biar aku saja yang membantumu." "Kamu mana bisa melepas semua ini, Gabriel." tolak Caroline. Lantas, Gabriel mengulum senyum saat mendengar gadis itu tidak lagi memanggilnya dengan sebutan 'kakak'. "Kenapa, sih, senyum-senyum begitu? Ada yang lucu?!" sinis Caroline. Gabriel mengedikkan sebelah bahu. "Tidak ada yang lucu. Aku suka saja mendengar suaramu yang seksi." jawabnya. Caroline memutar malas kedua bola matanya. "Dasar aneh! Andai ada orang lain yang melihat dan mendengarmu seperti ini, mereka pasti akan pingsan. Atau mengira kalau itu bukan kamu!" ketusnya. "Why?" tanya Gabriel. "Pria es balok seperti kamu tiba-tiba menjadi perayu ulung. Apa tidak aneh?! Atau jangan-jangan selama ini, kamu memang seperti ini dengan wanita lain diluar sana?!" Caroline menatap Gabriel dengan kedua mata memicing curiga. Masih dengan senyum tampannya, Gabriel pun menjawab. "Pertama, aku seperti ini hanya denganmu saja. Kedua, kalau memang betul aku merayu banyak wanita diluar sana, memangnya kenapa? Kau cemburu?" Caroline mendengus sambil berdecak. "Ck! tidak akan!" Gabriel terkekeh pelan. "Haah! Baiklah, biarkan aku panggil mereka sebentar supaya membantumu. Setelah itu, mandi lah, supaya kau bisa istirahat dengan nyaman." ucap Gabriel. "Kamu mau panggil siapa?" tanya Caroline. "Pelayan. Siapa lagi memangnya? Atau kau mau aku saja yang membantumu melepas gaunmu yang cantik ini?" tanya Gabriel dan lagi-lagi dibalas dengusan muak oleh Caroline. Gabriel membuka langkah dan berdiri hampir tak berjarak dengan gadis itu. "Oh yeah, satu lagi, Baby. Aku yakin kau tidak memakai bra, 'kan?" Deg! Caroline sontak membelalak kedua mata sambil menyilangkan kedua tangan didada sebagai bentuk perlindungan untuk diri sendiri. "Aku sempat melihatnya sedikit. Tidak sengaja, Baby. Bagus dan sepertinya pas di tanganku" lanjut Gabriel. Caroline mengangkat sebelah tangan yang terkepal, hendak memukul lengan atas Gabriel. Namun pria itu sigap menahan pergelangan tangannya dan membawa kearah bibir, lalu dikecup lembut. "Dasar mesumm sialan…!" pekik Caroline. "Bukan mesumm namanya kalau sama istri sendiri, My Carol. Oh, ayolah, daripada aku mesumm dengan wanita lain? Memangnya kau rela?" Carolin mendengus. "Aku tidak peduli!" ketusnya, kemudian menarik kasar tangannya dari genggaman Gabriel, lalu memutar tubuh dan melangkah menuju walk in closet. 'Bisa-bisanya dia bicara seperti itu. Aku 'kan jadi malu! Malu dan membayangkan kalau payudaraku diremas-remas. Seperti apa sih, rasanya?!' gerutu Caroline bertanya dalam hatinya. Gabriel masih berdiri di tempatnya menatap lekat punggung polos Caroline sampai benar-benar menghilang dari pandangannya. Kemudian setelah itu, ia pun melangkah keluar dari kamar dan memanggil beberapa maid untuk membantu istrinya. °°° Beberapa saat kemudian… Teras belakang... "Ya Tuhan … sayang, kau ke mana saja sih, Nak?! Mommy menghubungimu dari kemarin, Gabriel!" pekik suara seorang wanita di seberang telepon. Gabriel berdiri di atas teras sambil memegang ponsel yang menempel di telinga kanannya dengan posisi membelakangi pintu. "Maaf, Mom, aku tahu kau sedang marah. Maka dari itu aku tidak mengganggumu. Aku minta maaf." ucap Gabriel. Hening ... Dan berselang saat kemudian suara Megan kembali terdengar. "Kenapa, sih, sayang, kamu malah nekat dan memancing Daddy mu seperti ini?" suara Megan terdengar pelan. "Mom tidak senang aku menikahi Caroline?" tanya Gabriel. "Bukan begitu, sayang. Tapi dengan cara kamu mengirim rekaman video seperti itu pada Daddy mu, itu sama saja kamu memancing keributan, Gabriel. Kamu tidak tahu saja kalau beberapa saat lalu Daddy mu sempat berdebat sama Grandpa mu. Apa kamu tidak memikirkan kesehatan keduanya?" "Sebenarnya aku tidak akan mungkin melupakan itu, Mom. Hanya saja keegoisan Dad yang membuatku seperti melupakannya." balas Gabriel. "Ya Tuhan, Gabriel…! Kamu kenapa, sih, Nak?!" teriak Megan. "Pertanyaan mu bisa dijawab oleh Dad. Daddy mertua, Mom." "Sayang, kamu tidak boleh seperti itu sama Daddy mu. Gabriel…?!" "Lalu aku harus bagaimana, Mom? Selangkah saja aku terlambat, Caroline sudah menjadi milik pria lain. Sedangkan Dad, bahkan tidak sedikit pun dia memikirkan perasaanku. Jadi jangan salahkan aku jika aku bertindak seperti ini." Gabriel menjeda kalimatnya sejenak. Ia kembali melanjutkan. "Ini jauh lebih baik, Mom. Aku menculik Caroline sebelum Axel menikahinya. Andai saja aku terlambat, aku akan tetap melakukannya. Aku tidak peduli dengan statusnya yang telah menjadi istri orang lain." Hening… Gabriel tahu, diseberang telepon, sang Mommy pasti terkejut saat mendengar kalimat yang ia lontarkan barusan. "Jika menyangkut Caroline, aku tidak pernah bermain-main." imbuhnya. "Susah sekali berbicara denganmu, sayang." keluh Megan. Gabriel terdiam. "Mommy hanya khawatir kalau kamu sampai dia apa-apain sama Daddy mu, sayang. Tidakkah kau mengerti sedikit saja tentang kekhawatiran kami semua disini?" "Dad mana mungkin sanggup melukaiku, Mom. Aku sama seperti Lucas di matanya. percayalah, Mom." Gabriel mendengar jelas helaan nafas lelah sang Mommy diseberang telepon. "Ya sudahlah, terserah kamu saja, sayang. Caroline di mana?" "Di kamar." jawab Gabriel. "Ingat, Gabriel, jangan sakiti dia." ucap Megan mengingatkan sang putra. "Peringatanmu barusan adalah salah satu hal yang tidak akan mungkin aku lakukan di dunia ini, Mom." "Syukurlah kalau begitu. Jangan lupakan kalau Caroline itu cantik. Dia bisa mendapatkan pria yang lebih tampan dari kamu." Gabriel terkekeh pelan. "Kapan kalian kembali?" tanya Megan. "Aku belum tahu, Mom." "Kalian akan lama di sana?" Gabriel mengedikkan sebelah bahu. "Tidak juga, mungkin semingguan." jawabnya. Ia kembali melanjutkan. "Sekalian kami akan berbulan madu di sini. Memangnya kau tidak menginginkan cucu dariku? Yang sedikit lebih normal dari Sein?" Hening … Gabriel mengulum senyum, ia tahu jika sang Mommy sudah pasti tersipu di seberang telepon. "Aku bertanya, Mom." "Ya mau lah, sayang! Siapa coba yang tidak mau cucu." "Oke. Kalau begitu, doakan aku supaya bisa secepatnya memberimu cucu yang bisa menghiburmu. Aku tahu, Sein sering membuatmu pusing." ucap Gabriel. Megan lantas tertawa mendengar ucapan putranya. "Ya sudah, sampaikan salam Mom pada Caroline. Kalian baik-baik di sana. Jangan buat dia menangis, Gabriel." "Iya, Mom." Gabriel menjauhkan ponsel dari telinganya setelah sambungan telepon dengan sang Mommy berakhir. Sejenak ia menatap lekat layar canggih itu. Kedua sudut bibirnya melengkung menciptakan senyum tampan di wajahnya saat memandang foto dirinya bersama Caroline di sebuah taman. °°° Ceklek! Caroline tersentak kaget saat pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Ia menoleh ke belakang dan ternyata yang membuka pintu adalah Gabriel, suaminya. 'Suami? Ya Tuhan, aku masih tidak percaya.' gumam Caroline dalam hati. Caroline berdiri mematung saat Gabriel menghampiri. Ia baru saja selesai mandi setelah dua orang maid membantunya melepas gaun pengantin. Saat ini Caroline mengenakan baju tidur berbahan sutra tali satu dan dilapisi oleh juba tidur. "Ada salam dari Mommy mertuamu." ucap Gabriel setelah menghentikan langkah dihadapan Caroline. Gadis itu terdiam menatap gugup pada Gabriel. Ditambah lagi pria itu semakin dekat dan mengikis jarak diantara mereka. "Kenapa diam saja, Baby?" tanyanya dengan suara serak. Caroline tersentak ketika pinggang rampingnya ditarik sekali sentakan oleh tangan besar Gabriel. Caroline memekik kaget, kedua tangannya berusaha menahan dadaa bidang itu. "Kau mau apa?" tanya Caroline gugup. "Kau maunya bagaimana?" Gabriel balik bertanya. Ia mengecup singkat hidung mancung Caroline. Caroline diam, sementara dadanya semakin berdebar. "Foreplay, atau langsung saja? Unboxing, Baby!" Deg! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD