Bab 7. Laporan Kehamilan Palsu

1163 Words
"Buatin laporan hasil tes kayak gini, Lia," ujar Mita menghampiri sahabatnya sambil menyerahkan selebaran sampel. Sebenarnya Lia ini memang ahlinya memalsukan surat sakit palsu beberapa temannya. Mereka melakukannya meskipun tidak sakit, untuk mendapatkan izin libur yang lebih lama dari kompensasi yang sudah disepakati dengan dosen. "Loh, baru kemarin libur, Mit? Apa nggak curiga itu dosen, Kamu libur terus karena sakit?" tanya Lia sambil mengerutkan dahinya. Dia masih belum memeriksa laporan tes yang Mita berikan, meskipun sudah diterimanya. "Aku bukan mau absen lagi, Lia! Itu juga bukan surat sakit. Periksalah," jelas Mita. Sontak Lia pun menatap dan melihat kertas yang awalnya dia pikir contoh surat sakit yang harus buatnya. Membacanya, kemudiaan terkejut. Lia meneguk ludahnya kasar, seraya menghujamkan tatapan tajamnya pada Mita. "Apa maksudnya ini, dan dari mana Kamu mendapatkannya?!" tanya Lia serius dan menuntut. Namun, bukannya langsung menjawab, Mita justru menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia terlihat ragu memberitahu, tapi kalau diam saja Lia pasti menolak membantunya. "I--tu milik kakak iparku, Aku meminjamnya," jelas Mita ragu-ragu. Membuat Lia semakin tegas menginterogasi sahabatnya. Sebenarnya sejak Mita beberapa hari sebelumnya meminta untuk membuat surat sakit palsu. "Urusan keluarga yang Aku bilang kemarin itu, sebenarnya--" "Apa Mita? Kamu nggak macam-macamkan dan buat apa hasil tes kehamilan begini?!" Mita tiba-tiba terdiam, menatap serius sahabatnya, sebelum kemudian menundukkan kepala dan menangis. Membuat Lia tambah bingung dan gelisah. "Hei, Kamu kenapa?" "Aku putus dari Leo, hiks-hiks!!" beritahu Mita dengan sedih. Namun, bukannya iba, Lia malah terlihat lega. "Baguslah kalau begitu, akhirnya Kamu lepas juga dari cowok nggak guna kayak dia!" Mita mendongak dan menatap sahabatnya dengan tidak terima. Bukannya tidak suka Leo dikatai Lia, namun kesal karena sahabatnya bersyukur dengan nasib buruknya. "Jangan melihatku begitu, Aku juga tak mau melihatmu sedih, Mit. Akan tetapi jujur Aku lega kalian akhirnya putus," ungkap Lia. Wanita itu segera mengusap bahu sahabatnya, guna untuk menenangkannya. "Laki-laki itu cuma manfaatin Kamu. Semua tugas kuliahnya Kamu terus yang mengerjakan. Abis itu apa? Dia enak-enakan sama cewek lain, Mita. Ah, tapi sudahlah akhirnya kalian berakhir dan kalian lepas juga." Mita mengangguk paham. Ternyata selama ini dia memang bodoh. Bahkan Lia yang belum diberitahu masalahnya pun bisa menebak dengan baik. "Kamu kok langsung tahu Leo main sama cewek lain?" tanya Mita serius. Lia pun bercerita, dan mengingatkan dirinya yang pernah memperingatkan Mita. Namun, saat itu Mita keras kepala dan sekarang akhirnya dia sendiri yang membuktikannya. "Jadi Leo beneran selingkuh sebelum kami putus?" ujar Mita dengan miris. Lia menghela nafasnya kasar. Dia mengerti Mita saat ini pasti sulit, terlebih lagi sosok Leo sangat dipuja Mita. Lia sendiri sampai bosan mendengar pujiannya. "Kamu jangan sedih, terlepas dia yang mutusin kamu atau kamu sendiri. Kamu udah beruntung bisa lepas dari laki-laki seperti dia," bujuk Lia sambil tersenyum. Mita menganggukkan kepalanya, dan Lia yang belum terpuaskan masalah laporan tes kehamilan kembali menuntut sahabatnya. Mita menjelaskan dan menceritakan semuanya, termasuk kegilaan Mita dan pernikahannya. "Gila!!" umpat Lia sangat terkejut. "Kamu jauh di luar nalar. Kamu pake otak digimanain sih, kok kepikiran menggoda kakak dari bajin*n itu sampai kalian menikah?! Astaga sampe pura-pura hamil lagi?" Lia masih berusaha mengatur pernafasannya. Tak habis pikir dan juga sangat tidak menduga sahabatnya. Menikah untuk membalas dendam. "Udahlah, Lia. Semuanya sudah terlanjur. Kamu mau mengutuk kebodohan Aku, sekarang udah percuma. Mending Kamu bantu, buat laporan tes kehamilan palsu persis seperti milik kakak iparku ini," jelas Mita yang sudah tak menangis. Pletak!! Lia yang tak tahan, kelepasan menjitak dahi Mita. "Waktu itu Kamu apain otak Kamu, Mit. Sampe nggak digunain gitu?!" Mita menghela nafasnya kasar. Sekalipun kesal dengan sahabatnya yang menjitak dahinya Mita tidak protes. Dia sadar yang dia lakukan memang sudah sangat berlebihan. "Aku simpan di rumah," ceplos Mita dengan asal. "Sial! Aku serius, Mit!" "Aku nggak tahu, Li. Saat itu, Aku cuma kalut, kecewa luar biasa. Leo tiba-tiba putusin, Aku, dan jujur soal udah mempunyai wanita lain. Dia bilang Aku sok suci, karena terus-terusan menolak hubungan int*m." Mita tidak memberitahu Lia soal dirinya yang lebih bodoh lagi saat itu, sebab sempat menawarkan dirinya, namun malah ditolak Leo. Dia tak mau sahabatnya lebih mengutuknya. "Terus apa lagi yang bajing*n itu lakuin ke Kamu?" tanya Lia. Mita menghela nafasnya kasar sebelum kemudian kembali bercerita. "Asal Kamu tahu aja, Li. Aku diputusin, setelah memberikan tugas kuliahnya yang sudah selesai aku kerjakan." Pletak! "Bangs*t emang bajing*n itu!" umpat Lea makin kesetanan. "Tapi Kamu juga nggak harus jitak dahiku dua kali, Lia!" keluh Mita protes. "Itu akibatnya Kamu terlalu polos jadi orang. Haiss! Untung Kamu sahabatku!" ujar Lia sambil membuang nafasnya kasar. Sebenarnya Mita tidak begitu polos dan naif, tapi sejak mengenal perasaan cinta sahabatnya memang seperti itu. Mita sering tidak menggunakan akal sehatnya dengan baik, sebab terlalu bucin pada Leo. "Yasudah, sekarang Kamu mau kan kerjain laporan hasil tes kehamilannya?" tanya Mita mengingatkan. Lia sebenarnya masih kesal, tapi tak setega itu pada sahabatnya. Mereka sudah kenal sejak lama. Beberapa tahun lalu dari SMP. ***** "Keluyuran terus, dari mana Kamu?" Regan berkacak pinggang menatap Mita yang baru pulang. Wajahnya datar, disertai tatapan yang intens pada Mita. Hal itupun membuat Mita sontak jadi sedikit takut. "Belum genap satu minggu menikah, tapi Kamu udah banyak bertingkah. Pergi tanpa izin dan pulang sampai kemalaman begini!" omel Regan terlihat gusar. Dia bukan mencemaskan Mita, tapi bayinya. Wanita itu sangat tidak bisa ditebak dan aneh di mata Regan. Beberapa saat dia bahkan memikirkan bagaimana adiknya Leo sangat menyukai Mita. "Kan Aku masih Kuliah, jadi habis dari kampus?" jawab Mita ragu. Regan menyadari kegugupannya, jadi bagaimana mungkin dia percaya, terlebih lagi alasan Mita yang kurang masuk akal. "Apa Aku terlihat bodoh, sampai Kau menipuku?!" sarkas Regan membuat Mita mengerutkan dari. "Walaupun ada kuliah jam malam, tapi Aku yakin Kamu tidak mungkin mengambil jadwal itu, Mita! Jadi, jujurlah. Darimana saja Kamu?" Mita menggigit kecil bibirnya, sembari menarik nafas karena gugup lalu membuangnya. Dia tidak yakin dengan rencananya, takut jika Regan sadar dan membuat hal gila yang terlanjur terjadi berakhir sia-sia. Namun, Mita juga tak punya pilihan. Dia harus bertaruh untuk meyakinkan Regan. "A--ku ... sebenarnya habis dari dokter siang tadi, sama teman. Pulang periksa, Aku capek terus ketiduran di rumahnya," cicit Mita berbohong. "Kau yakin?" tanya Regan memastikan. Mita menganggukkan kepalanya dengan serius. Dia harus terlihat meyakinkan atau Regan akan mencurigainya. "Kalau begitu mana hasil pemeriksaannya?" tanya Regan membuat Mita menggigit bibir. Wanita itu meneguk ludahnya kasar, sembari merogoh tas, tapi sampai beberapa saat kemudian Dia tak mengeluarkan apapun dari sana. "Sepertinya tertinggal di rumah teman, Aku," jawabnya ragu. "Tapi--aku bisa minta di fotoin kalau Kamu mau liat," tawar Mita melanjutkan. Regan setuju dan Mita akhirnya bisa lega. Sebenarnya bukan tertinggal, tapi Mita sengaja. Menyerahkan laporan tes palsu, bukan tidak mungkin membuat Regan tahu sedang dibodohi. Dia pemegang saham tertinggi di perusahaan keluarganya, dan Mita pikir dia tidak mungkin sebodoh itu tertipu dengan kertas palsu. Jadi, Mita tidak akan pernah memberinya langsung. "Lain kali jangan seperti ini lagi. Kalau ingin ke dokter setidaknya beritahu Aku. Kita bisa pergi bersama, dan satu lagi. Terlepas dari bagaimana Kita menikah, Kau adalah tanggungjawabku sekarang. Minta izinlah sebelum pergi!" tegas Regan. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD