"Tapi, Pak. Nona Mita sudah putus adik tiri Anda?" ujar orang kepercayaan Regan.
Namun hal itu tak membuat Regan kecewa, melainkan sebaliknya. Pria itu menyeringai lalu tersenyum aneh.
"Apa yang harus dikhawatirkan, ini bukan pertama kalinya. Aku sudah pernah merusak hubungan Leo dengan kekasihnya. Sayang sekali dia belum trauma, meskipun sekarang sepertinya dia lebih waspada," jelas Regan memberitahu.
Regan bukan orang bodoh yang tidak tahu sepak terjang adik tirinya itu. Dia bahkan yakin kabar putus itu hanya alibi Leo, apalagi dari laporan sebelumnya dari orang kepercayaannya yang melaporkan bagaimana Leo memperhatikan Mita saat mereka menjadi kekasih.
"Dia terkesan menyembunyikan hubungan mereka, dan saat kabar itu menyebar, mereka tiba-tiba putus? Apa itu tidak aneh?! Aku yakin putus itu cuma akal-akalan Leo supaya Aku tidak curiga," ungkap Regan dengan penuh perhitungan.
Orang kepercayaannya itu mengangguk setuju sembari menunggu instruksi dari bosnya.
"Setelah ini ikuti Mita dan amati apa yang dia lakukan!" perintah Regan.
Kali ini tidak ada hubungannya dengan Leo, dia hanya teringat dengan calon anaknya dan tidak menginginkan hal buruk. Bagaimanapun juga meski dijadikan senjata untuk menyakiti adik tirinya, wanita itu sekarang adalah miliknya.
Pulang kerja, Regan langsung ke kamar Mita. Memeriksa apa wanita itu sudah pulang, tapi yang dia dapatkan malah sesuatu yang membuatnya mengerutkan dahi.
"Hiks-hiks ... arrrggghhh! Brengs*k, Aku akan membunuhmu!" teriak Mita.
Suaranya segera terdengar keluar saat Regan membuka pintunya. Dia terlihat mengenaskan dengan pakaian yang acak dan wajah yang sembab. Namun, saat Mita menyadari Regan ada di sana, wanita itu anehnya langsung terdiam.
"Kamu kenapa?" tanya Regan.
"Ti--dak, Aku hanya kelilipan. A--pa yang Kamu lakukan di sini?" cicit Mita terlihat malu.
Sepertinya wanita itu ialah tipikal orang yang tidak bisa menangis dihadapan orang lain. Bahkan sekarang dia sudah berbalik dan menyeka air matanya.
"Jawaban bodoh! Siapa yang percaya dengan ucapanmu? Lihatlah kamar ini, lalu bercerminlah," saran Regan dengan wajah datar.
Mita membuang nafasnya kasar. "Kalau sudah tahu, ngapain masih nanya?!"
"Aku hanya tahu Kau gila, stress dan menangis, tapi tidak dengan penyebabnya!" sarkas Regan.
"Kau tidak perlu tahu!" jawab Mita ketus.
Sayangnya, Regan sudah memikirkan dan menduganya. Dia yakin istrinya menangis berhubungan dengan Leo. Sial, Regan tiba-tiba saja menjadi kesal tanpa sebab.
"Aku tidak peduli dengan apa yang Kau tangisi, tapi Aku tidak suka kamar berantakan dan Kau merusak barang-barang di rumah ini. Jadi, tahan dirimu Mita dan lakukan hal yang waras!" tegas Regan membuat Mita kesal.
Hatinya masih sakit dengan penghianatan, tapi sekarang juga harus menanggung kecewa karena pemecatan. Perasaan Mita seperti terombang-ambing bercampur aduk. Namun, suaminya malah bicara dengan keterlaluan.
"Bantal dan selimut tidak akan rusak berapa kali pun dilempar, dan Aku masih sangat waras!" bantah Mita.
"Aku tidak suka dibantah. Berhenti menangis dan melakukan hal bodoh ini. Ah, ya, besok Kau harus ikut denganku ke rumah orang tuaku. Oleh sebab itu persiapkan dirimu," perintah Regan di akhir kalimatnya.
"Kalau Aku tidak mau?" balas Mita sengit.
Regan geram, dan menatap tajam. "Cobalah sekali melawanku, supaya Kau bisa merasakan akibatnya!"
Mita segera meneguk ludahnya kasar mendengar keseriusan yang menekan dan memperingatkannya. Wanita itu membuang nafasnya kasar sebelum kemudian mengangguk dengan patuh.
"Baik, Aku akan bersiap besok."
"Bagus. Aku suka wanita penurut, tapi Kau tidak perlu khawatir Mita. Besok pagi seseorang akan kemari untuk merias dan membawa pakaian untukmu," jelas Regan membuat Mita mengerutkan dahinya.
"Hanya ke rumah orang tuamu, kenapa harus seserius itu. Aku bisa merias diriku sendiri," jawab Mita bingung.
"Regan sedikit memiringkan kepalanya dan semakin menatap Mita. " Kamu akan tahu besok, tapi sebelum itu persiapkan mentalmu juga!"
"Lalu bagaimana dengan Alana?"
Regan terdiam untuk sesaat seperti sedang memikirkan sesuatu. "Tidak usah pikirkan anak itu, dia tidak ikut dan pengasuh akan menjaganya setelah pulang sekolah."
*****
"Bukankah Kita akan ke rumah orang tuamu, kenapa menuju hotel?" tanya Mita dengan wajah heran.
Dia bukannya tidak tahu, tapi mengenal jalanan yang mereka lewati. Mita sering lewat sana, sebab jalur menuju universitas tempatnya kuliah melalui rute tersebut.
"Kenapa, apa Kamu takut?" Seulas senyum disertai seringai di wajah Regan, membuat Mita meneguk ludahnya kasar.
"Takut?" Tentu saja Mita takut. Pria ini sudah memperlihatkan kemesum*nnya padahal mereka baru terhitung hari. "Jangan macam-macam, Aku sedang hamil. Dokter bilang berhubungan diusia kandungan mudah sangat beresiko."
Regan segera mengulum senyumnya, geli mendengar ucapan Mita. "Kapan ke dokter, bukankah semalam Kamu pergi kerja dan dipecat, lalu tidak kemana-mana setelahnya?!"
"A--ku pergi sebelum Kita me--"
"Tidak usah berbohong--" Regan memotong ucapan Mita, berhenti sejenak seraya mendekatkan wajahnya menatap Mita dengan serius. "Aku tidak mudah percaya dengan siapapun, dan Aku setelah ini Aku akan mencaritahunya sendiri."
Degh!
Mita memundurkan wajahnya menjauh sedikit dari Regan. Dia bukan lagi takut soal berhubungan di usia kandungan muda, tapi hal lain. Wanita itu takut jika Regan membawanya ke dokter dan membuat rahasianya terbongkar.
"Sudah sampai. Turunlah!" ujar Regan saat sopir berhenti dan membuka pintu untuk mereka.
"Kita beneran di hotel?" ulang Mita dengan waspada.
Namun hal itu malah membuat tawa Regan pecah. "Kau benar-benar wanita naif. Apa Kau pikir di hotel hanya untuk tidur dan berbuat m***m?!"
Mita cemberut, tapi saat Regan mengulurkan tangannya, wanita itu tetap menyambutnya. Mereka berjalan beriringan dengan sebelah tangan Regan yang mengapit pinggangnya.
"Terus apalagi jika bukan itu?" tanya Mita polos.
"Bodoh! Di hotel juga ada restoran dan aula yang bisa di sewa untuk pesta," jelas Regan dengan gemas sedikit menjitak dahi Mita.
Tidak mau kalah, Mita pun balas mencubit perut pria itu sampai meringis.
"Auch! Mita!!" geram Regan sambil melotot.
Akan tetapi, sebelum dia melakukan pembalasan seseorang segera menghampiri dan menuntun keduanya. Tidak seperti yang ditakutkan Mita, mereka tidak ke kamar, melainkan aula hotel.
"Hari ini ulang tahun ibu tiriku, ayo Kita berikan dia ucapan beserta hadiah yang istimewa," ungkap Regan membuat Mita mengerti.
Namun wanita itu kurang mencerna ucapan Regan, sehingga tidak mendengar kata 'ibu tiri,' dalam kalimatnya. Begitu sampai di sana, wanita itu langsung heran menatap wanita asing dan bukan ibu Regan yang ditemuinya beberapa hari lalu.
"Ibu, apa Kamu tidak salah?" ulang Mita sambil menatap Regan.
Namun di saat yang sama sudut matanya menangkap kehadiran seseorang. Tidak seharusnya terkejut, karena Mita sudah menyadarinya sejak awal. Namun, tetap saja dia terkejut. Leo mantan kekasihnya ternyata ada di sana.
"Perkenalkan dia istriku, Mita Anggraini dan sebentar lagi Kami akan mendapatkan anggota keluarga baru. Ya, istriku sedang hamil!"
Detik itu juga debar jantung Mita segera bergemuruh hebat. Dia memang sudah menduga, tapi tidak menyangka semua secepat ini.
*****