5. Rumah Diandra

1442 Words
                                                                                        __                                                                         Selamat membaca.                                                                                         __                                         Rasa suka yang aku kira tak lagi hadir, tanpa perkiraan hadir kembali saat aku melihamu, saat aku pertama kali melihatmu.                                                                                       ---             Hembusan napas Diandra kembali kelur saat ia membuka matanya sekali lagi, jari jemarinya mencoba menghapus akhir cerita yang bagi Diandra sendiri pun menyakitkan saat ia menulisnya, saat ia membayangkan berada di posisi tokoh yang tengah menjalankan ceritanya itu, Diandra sendiri menyadari bahwa dirinya dengan tega memisahkan dua tokoh yang sejak awal cerita ia tuliskan hidup bahagia, hidup dengan kisah cinta yang manis dan penuh kebahagiaan.             Diandra mencoba kembali memainkan jarinya di atas keyborad laptopnya dengan otak yang terus memikirkan akhir bagaimana yang bisa ia berikan di naskahnya ini, menulis beberapa kata yang semoga menjadi kalimat dari akhri cerita ini, tapi tubuhnya terperanjat kaget saat ia mendengar ponselnya berbunyi nyaring, menandakan ada yang sedang menghubunginya via telepon.             “Mbak saya Rafin, ini saya sudah ada di depan rumah Mbak buat nganter pesenan Mas Azlan tadi,” suara laki-laki yang Diandra dengar dari ponselnya itu entah kenapa membuat bibir Diandra mengulum senyum, padahal Diandra tahu Rafin ke sini bukan untuk menemuinya secara pribadi, tapi Rafin ke sini untuk mengantarkan barang pesanan Azlan.             “Masuk aja Mas ke dalam rumah, ada satpam yang jaga kan?’ tanya Diandra lagi. “Saya kebetulan lagi sibuk, masuk dulu ya Mas, sekalian saya mau ngomong sesuatu bilang aja mau ketemu saya gitu,” kata Diandra yang langsung menutup panggilan telpon itu sepihak tanpa mendengar apa yang dikatakan oleh Rafin, apakah laki-laki itu mau menemuinya atau tidak, ya Diandra langsung menutup panggilan mereka tanpa mendengar jawaban dari Rafin.             Diandra berloncat dari kursi kerjanya setelah menutup panggilannya, perempuan itu membuka lemari pakaiannya, syukurnya ia sudah mandi tadi, entah kenapa, adanya Rafin membuat Diandra berbahagia sekali hari ini, beban di kepalanya dikarenakan pekerjaanya terasa terangkat begitu saja saat ini, ia benar-benar merasa bahagia mendengar Rafin ada di rumahnya saat ini. Sebelum pulang ke rumah setelah menemani Azlan tadi Diandra dan Azlan memang mampir ke toko kue, dan entah kenapa Diandra malah kepikiran untuk memberikan kue itu kepada Rafin. Modus Diandra oke juga kan untuk mendekati laki-laki itu? Terlebih Diandra ingat bahwa Rafin akan ke rumahnya hari ini.             Diandra masih sibuk memilih pakaian apa yang mestinya ia kenakan ia merasa menyesal karena tidak menyiapkannya sejak tadi, sedangkan Rafin sudah dipersilahkan masuk dan duduk di sofa ruang tamu rumah Diandra, oleh Dewi – Asisten rumah tangga di rumah Diandra.             Sambil menunggu Diandra untuk menemuinya, Rafin terlihat memeriksa isi ponselnya yang bebrunyi sedari tadi, ada beberapa pekerjaan yang memang harus ia selesaikan setelah dari rumah ini, ia juga sebenarnya bertanya-tanya sejak tadi, apa yang sebenarnya ingin dibicarakan oleh Diandra kepada dirinya.             Langkah kaki Diandra terdengar karena perempuan itu turun dari tangga rumahnya dengan tergesa, membuat Rafin mendongkakan kepalanya, melihat pergerakan Diandra, melihat Diandra berlari kecil yang membuat surainya juga ikut bergoyang dari belakang, dan pergerakan itu tanpa sadar membuat Rafin tersenyum simpul, Diandra benar-benar terlihat lucu dengan kelakuannya itu.             Langkah Diandra yang cepat membuat tubuhnya semakin tidak seimbang, terlebih semangatnya yang menegebu, menginginkan dirinya ingin segera berada di samping Rafin, hingga ia tidak menyadari ada satu anak tangga yang ia pijak tanpa keseimbangan yang penuh, yang saat itu tanpa sadar sedang membahayakan dirinya sendiri. Diandra akhirnya jatuh, di depan mata Rafin, tanpa perkiraan, tanpa dugaan dari Rafin mau pun Diandra sendiri, di sore hari itu Diandra benar-benar mengalami kecelakaan yang tidak pernah ia sangka akan terjadi kepadanya, lebih tepatnya yang terjadi di depan Rafin, Diandra jatuh di sana.             Teriakan Diandra membuat Rafin bergegas berdiri dan berlari menuju Diandra yang sudah terlentang di lantai rumah perempuan itu, Mbak Dewi pun sama terkejut, perempuan yang tengah berjalan dari dapur menuju ke ruang tamu untuk memberikan Rafin minuman pun tak kalah berlari dengan cepat saat mendengar teriakan juga melihat tubuh Diandra yang jatuh ke lantai.             Diandra masih sadarkan diri, perempuan itu hanya bisa meringis saat Rafin memegang pergelangan kakinya sehabis terjatuh tadi, sial, Diandra benar-benar merasakan kesakitan di lenggan kakinya, juga malu kenapa insiden ini bisa terjadih, disaat Rafi nada di rumahnya, ada di depan matanya.             “Kita ke rumah sakit aja,” kata Rafin tanpa ragu mengangkat tunbuh Diandra dan membawanya bergeas ke motornya – yang membuat Rafin tiba-tiba tersadar dengan tindakannya barusan, tidak mungkin rasanya Rafin membawa Diandra dengan motornya, tapi kali ini Rafin memang pakai motor saat mengantar pesanan Azlan, Rafin pun meminta kepada Dewi kunci mobil Diandra, laki-laki itu dengan lancang mengucapkan itu, karena keadaan memang mendesaknya seperti ini.             Dewi pun dengan cepat untuk mengambil kunci mobil Diandra di tempatnya untuk diserahkan kepada Rafin yang berniat mengantarkan Diandra ke rumah sakit.             Rafin dengan cepat bergerak setelah mendapatkan kunci mobil Diandra, laki-laki itu akhirnya menghidupi mesin mobil Diandra setelah meletakan Diandra di kursi samping pengemudi, dan membawa Diandra yang tengah duduk sambil meringis itu di tempatnya, Diandra sebenarnya terlihat baik-baik saja tapi rasanya sungguh tidak baik-baik saja, mungkin kaki perempuan itu hanya terkilir, dan Rafin berdo’a, tidak ada luka dalam yang disebabkan oleh jatuhnya Diandra tadi, atau yang lebih fatal malah kaki perempuan itu patah, tidak-tidak, rasanya kepala Rafin sudah berpikrian yang sangat buruk tentang keadaan perempuan itu.             “Sebenarnya aku enggak apa-apa,” perkataan pelan Diandra membuat Rafin hanya diam saja, ia tidak menanggapi, Rafin hanya ingin menyetir dan membawa mobil itu dengan cepat ke rumah sakit, agar Diandra segera mendapatkan kepastian tentang lukanya.             Diandra menahan napasnya saat Rafin kembali menggendongnya ala bridal style untuk membawanya ke UGD dari mobilnya yang terparkir begitu saja di depan rumah sakit, hari ini pasein memang telrihat banyak berlalu lalang, membuat Rafin yang merasa Diandra bisa ia gendong sendiri akhrinya tidak repot berteriak membutuhkan bantuan, hanya saja ia mempercepat langkahnya agar perempuan itu bisa segera ditangani.             “Sebenanrnya aku bisa jalan sendiri, Mas Rafin,” komentar Diandra dalam gendongan Rafin, walau Diandra berucap seperti itu, tapi perempuan itu malah tersenyum dan mengeratkan tangannya di leher Rafin agar tubuhnya tak merosot dari tangan Rafin, berbanding sekali dengan ucapan yang barusan ia lontarkan kepada Rafin.             Diandra didudukan di bangkar, kakinya akhrinya diperiksa oleh Dokter yang bertugas, sedangkan Rafin berada di luar ruangan, pikirannya sedikit terusik karena keadaan perempuan itu. Diandra mengangguk saat Dokter mengatakan kakinya tidak kenapa-kenapa, dan tidak perlu untuk pemeriksaan lebih lanjut, Diandra juga merasa begitu, kakinya hanya terkilir sedikit, mungkin akan langsung sembuh kalau Rafin bersedia mengantarnya ke tukang urut langganannya, bukan ke rumah sakit.             Diandra mengganguk dan segera dibantu oleh suster keluar dari ruangan pemeriksaan, dirinya tidak perlu menginap di rumah sakit ini. “Mas Rafin.” Diandra memanggil Rafin yang berdiri di ujung koridor ruangan pemeriksaan, banyak orang berlalu lalang membuat Rafin kesusahan untuk menatap Diandra yang kini duduk di kursi roda dan dibantu dorong oleh suster yang bertugas. “Katanya sudah boleh pulang, aku lupa bawa uang, bayarin dulu boleh nanti di rumah aku ganti biayanya?” pinta Diandra setelah ia sampai di depan Rafin yang baru saja menyelesaikan panggilan telponya.             Rafin jelas mengangguk mengiyakan, setelahnya ia membantu Diandra untuk mendorong kursi rodanya, tak lupa mengikuti suster yang menunjukannya tempat adminitrasi untuk penyelesaian p********n.             Diandra menatap punggung Rafin yang berdiri di depan meja adminitrasi dari tempatnya menunggu, pertemuan ke tiga ini entah kenapa bagi Diandra pertemuan yang sangat amat memalukan, sekaligus mengharukan ah menyenangkan juga. Diandra awalnya tentu malu dengan Rafin, karena kelakuannya sendiri yang membuat dirinya bisa begini, bahkan Rafin benar-benar melihat Diandra yang jatuh di depan kakinya di depan mata laki-laki itu, Diandra juga terharu saat Rafin langsung menolongnya, menggendong juga membawanya ke rumah sakit, hal itu juga yang membuat dirinya merasa senang, berada di dalam gendongan dan memeluk laki-laki itu, bahkan Diandra sendiri tidak sampai membayangkan ia akan memeluk tubuh Rafin, terlebih dari tatapan juga wajah laki-laki itu terlihat bahwa saat itu Rafin tengah khuwatir dengan dirinya.             “Ini.” Rafin menyadarkan Diandara yang tengah melamun dengan memberikan bukti p********n, lalu kembali mendorong kursi roda Diandra hingga ke depan lobby rumah sakit, laki-laki itu juga menyempatkan mengambil obat yang resepnya diberikan dokter yang memeriksa Diandra tadi.             “Makasih ya Mas,” ucap Diandra lagi saat Rafin membantunya masuk ke dalam mobil, yang hanya dibalas oleh Rafin dengan senyuman.             Setelah menutup pintu mobil, dan memastikan Diandra sudah nyaman dengan duduknya, Rafin mengelilingi mobil, berniat untuk duduk di bangku pengemudi, lalu menoleh dan menatap Diandra. “Sama-sama Mbak, sudah enggak usah berterima kasih lagi, kamu sudah ngomong terima kasih dari tadi,” katanya tak lupa disertai senyuman yang membuat Diandra tak bisa ikut menahahan bibirnya membentuk senyum juga.             Semesta, kalau Diadnra jatuh hati dengan Rafin, apakah hati Diandra akan baik-baik saja? Apakah nanti kisah yang dituliskan oleh Diandra akan berubah menjadi happy ending karena hadirnya tokoh baru diantara dirinya dan juga Azlan?                                                                                         --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD