Hening. Hanya terdengar bunyi sendok teh yang membentur permukaan gelas keramik berwarna putih yang memecahkan keheningan di dalam sebuah bilik kedai kopi di kawasan Yongsan. Tampak dua orang muda saling mematri manik mata, seakan-akan mencari sesuatu dari pandangan lawan.
Pagi ini, Kim Seo Hyung kembali mendapat perintah untuk menjemput calon istrinya. Ingin sekali ia menolak, akan tetapi Kim Seo Hyung seperti telah diprogram untuk melupakan kata 'tidak'. Hampir seolah dibangun selama bertahun-tahun untuk menerima perintah absolute ayahnya tanpa menolak.
Hanya bisa berdecak kesal dengan rahang yang terkatup dan kepalan tangan yang mengencang. Kim Seo Hyung bagai seekor kuda yang baru terkena pecutan. Ia pun patuh. Mengikuti kehendak ayahnya dan berakhir dengan pagi yang membosankan di sebuah private coffee shop di kawasan Yongsan.
Duduk di depan Seo Hyung, seorang gadis berdarah Park yang sedang bersedekap sambil memandang pemuda Kim di depannya dengan tatapan menyelidik. Sudah 20 menit mereka berada di tempat ini, akan tetapi belum ada satu pun dari mereka yang ingin memulai percakapan. Keduanya begitu sibuk mencari sesuatu di dalam pikiran mereka. Sesuatu yang bisa mengungkap jati diri dari lawan mereka.
"Ck!" Kim Seo Hyung berdecak pelan. Ia melirik pada arloji mahal yang melingkari pergelangan tangan kanannya. Pukul sembilan lebih dua puluh dua menit. Pikiran Kim Seo Hyung langsung melayang pada pertemuan dengan tim Smart City. Dengan gampangnya Kim Seo Dam menyuruh direktur pelaksana untuk menggantikan posisi Kim Seo Hyung memimpin rapat pagi ini.
"Sial!" Kelebat percakapan dengan ayahnya membuat Seo Hyung kesal. Seketika rahang pria itu mengencang, sekencang kepalan tangan kanannya di atas paha.
"Kau tampak gelisah, Tuan muda Kim." Akhirnya Park Ahn Lee membuka percakapan. Ia mencondongkan tubuh, lantas meraih cangkir berisi cappucino hangat. Bunyi yang keluar dari mulut gadis itu membuat Kim Seo Hyung mendongak hingga mendapati manik biru di depannya. Entah bagaimana aslinya warna mata Park Ahn Lee. Tiga kali bertemu gadis itu dan warna matanya selalu berubah-ubah.
"Ah, maaf." Kim Seo Hyung terkekeh lalu memalingkan wajahnya. Lelaki itu berusaha mengalihkan perhatian. Ia membawa telunjuk menggaruk kening. Situasi ini sangat canggung, secanggung perasaannya saat ini. Lelaki itu tak lagi berucap selain tangannya yang meraih cangkir di depannya. Kim Seo Hyung ikut menyesap latte yang telah menganggur sejak tadi.
"Kita bisa menjadwal ulang pertemuan jika aku terlalu mengganggu pagimu."
Ucapan Park Ahn Lee membuat Kim Seo Hyung kemudian memutar pandangan dan kembali menatap gadis di depannya.
"Ah, bukan itu." Seo Hyung menggoyangkan tangan sambil memaksa kedua lesung pipinya terbentuk. Senyum kaku. Jelas sekali. Park Ahn Lee bisa menangkap senyum paksa itu. Namun, ia tetap diam. Memilih untuk menaikkan sudut bibir. Dalam hati menertawakan sikap calon suaminya.
"Kurasa kita tidak perlu saling menutup-nutupi sifat, Tuan muda Kim."
Sekali lagi Kim Seo Hyun menatapnya. Senyum sinis tampak di wajah Park Ahn Lee, mengisyaratkan sesuatu yang lebih besar di dalam hatinya.
"Bukankah sudah jelas?" kata Ahn Lee. Gadis itu meletakkan cangkir putih di tangannya ke atas meja. Raut wajah gadis Park itu berubah total dengan seringaian yang mencuat di wajah. Ia kembali melempar punggung ke sandaran kursi. Melilit kedua tangan lalu melipatnya tepat di depan ulu hati.
"Kau dan aku,” ucap gadis itu lagi. Sungguh. Tatapan matanya itu. Raut wajahnya. Kim Seo Hyung seperti menangkap aura menakutkan di sana. Hingga tanpa sadar, lelaki itu kini sedang memicingkan matanya. “Hubungan kita hanya untuk urusan bisnis. Kau tidak perlu memaksakan diri untuk membuatku terpukau, Tuan muda Kim."
Kim Seo Hyung mengerutkan keningnya. Ada satu siratan di sana yang dengan sengaja dilontarkan Park Ahn Lee, dan Kim Seo Hyung adalah lelaki yang terlampau cerdas untuk memahami sesuatu hanya dari cara berbicara, gesture dan bahkan napas seseorang. Dan untuk perkataan Park Ahn Lee barusan, langsung membuat Kim Seo Hyung tahu ke mana arah pembicaraan mereka.
Seo Hyung terkekeh. Membawa pandangan ke atas di lantai dua, pada kesemuan di atas sana hanya untuk melepaskan ketidak percayaannya.
"Wahh ...." Seo Hyung bergumam. Ia menggoyangkan kepala lalu menjatuhkan pandangan. Menatap kedua tangan yang saling menyatu di atas pahanya.
"Kenapa? Kau terkejut?"
Wanita muda di depannya kembali berucap, membuat Seo Hyung terpaksa harus mengangkat tatapannya. Setengah alis Park Ahn Lee terangkat memberi tatapan menantang pada calon suaminya itu.
"Kurasa aku juga tidak perlu menyembunyikan sifat asli ku padamu. Kau—," Ahn Lee menunjuk Seo Hyung dengan sendok teh yang diapit dengan telunjuk dan ibu jari– "juga aku. Kita berdua hanya alat untuk menyatukan dua perusahaan. Kita hanya perlu bersikap formal di depan orang tua. Jika hanya kau dan aku, kita tidak perlu menyembunyikan apa pun.”
Terlihat sudut bibir Seo Hyung terangkat. Pria itu menyeringai dengan wajah yang menunduk sendu.
"Akhirnya kau menunjukkan sifat aslimu," ucap Seo Hyung sambil membawa tatapannya naik. Kali ini Kim Seo Hyung tak perlu menjaga sikap. Seperti yang diinginkan calon istrinya.
Ahn Lee memanyunkan bibir lagi membanting kembali punggung kemudian menyilangkan tangan di da’da. Raut wajahnya berubah sinis. Kini tampak sudah bagaimana sifat asli dari calon istri Seo Hyung.
"Nona Park," panggil Seo Hyung. Sejenak pria itu menunduk. Satu tangan berada di atas meja dan satu tangan lagi telah mengepal dengan kuat di atas paha. Ia menepis bibir lalu kembali mengangkat wajah. Membawa bola matanya pada gadis Park yang masih mematri tatapannya pada Seo Hyung.
"Kurasa kita sudah harus memperjelas semua ini,” ucap Seo Hyung. Ia menjeda ucapannya dan sengaja melihat raut wajah Park Ahn Lee, tetapi kali ini tak ada ekspresi apa pun di sana. Lantas Kim Seo Hyung melanjutkan, “apakah kau tidak menginginkan pernikahan ini?"
Park Ahn Lee menyeringai. Sejenak menelengkan wajahnya ke samping lalu kembali dengan tatapan penuh intimidasi.
"Memangnya kau pikir gadis mana yang mau dinikahkan dengan pria yang tak pernah ditemuinya, hah?!" Suara Ahn Lee berubah. Tersirat kebencian dari sorot mata gadis Park itu dan Seo Hyung mengerti dengan jelas.
"Lantas mengapa kau tidak coba menolak?" tanya Seo Hyung.
Park Ahn Lee kemudian tergelak. "Jika kulempar pertanyaan yang sama padamu, bagaimana?"
Untuk sekelebat, Kim Seo Hyung terdiam. Lelaki itu kemudian menurunkan tatapan. Tangannya terulur dan kembali meraih cangkir di atas meja. Lelaki itu terdiam. Konsentrasinya berada pada cangkir yang kini ia letakan di atas paha. Lewat ibu jarinya, Kim Seo Hyung menyapu bibir gelas dan membiarkan otaknya untuk berpikir.
"Sepertinya kita memang terjebak," ucap Seo Hyung tanpa menatap lawan bicara. "Seperti aku, kau juga tidak punya nyali yang kuat untuk menentang pernikahan ini."
"Ya!” tandas Ahn Lee. “Untuk itu aku ingin sedikit membebaskan diriku.” Lanjutnya.
Seo Hyung melirik kecil. Tampak Park Ahn Lee masih memasang wajah datar dengan tatapan benci yang ia layangkan tepat pada Seo Hyung.
"Tidak ada cinta dalam pernikahan ini tapi kita tetap harus melakukannya. Namun, baik kau dan aku, setelah menikah kita harus setuju untuk tidak mencampuri urusan masing-masing." Lanjut Ahn Lee.
Kim Seo Hyung mengerutkan dahi dan dengan polosnya lelaki itu bertanya, "Maksudmu?"
Park Ahn Lee berdecak kesal. Ia memajukan tubuh untuk lebih memberikan tekanan pada sorot matanya.
"Seperti tujuan pernikahan sialan ini. Kita hanya perlu membuat kedua perusahaan bersatu. Hanya itu. Aku rela menukar statusku demi kehormatan keluarga, tapi aku tidak akan pernah menukar masa mudaku dengan menjadi wanita yang berdiri di belakang kompor sambil mengaduk-aduk spatula," ujar Park Ahn Lee. Ia menggeleng lalu mendecih sinis. "Memikirkannya saja sudah membuatku jijik!"
Kim Seo Hyung menghela napas seraya membawa punggung kembali ke tempat bersandar. Sejenak menimbang perkataan gadis di depannya.
"Nona Park, bolehkah aku bertanya lagi?" tanya Seo Hyung. Park Ahn Lee hanya mengangkat setengah alisnya dengan tatapan yang menikam ke arah Seo Hyung. "Seberapa besar kebencianmu padaku?"
Untuk kesekian kalinya Park Ahn Lee tergelak. Gadis itu menggelengkan kepala sambil memalingkan wajahnya.
"Aku tidak membencimu, tuan muda Kim," jawab Ahn Lee, santai.
"Oh ya? Tapi wajahmu mengatakan hal yang berbeda, Nona Park."
Seketika suasana menjadi tegang. Baik Seo Hyung maupun Park Ahn Lee, keduanya terlibat perdebatan sengit lewat tatapan mata.
"Aku tidak peduli dengan tanggapanmu tentang diriku, Tuan muda Kim. Yang jelas kita hanya akan melakukan prosesi pernikahan seperti orang bodoh pada umumnya. Namun kita tetaplah dua orang cerdas yang harus tahu apa arti pernikahan ini. Jadi, sebelum kita semakin melangkah ke jenjang yang lebih serius, ada baiknya kita saling membuka kedok. Aku tidak ingin hidupku terkekang." Park Ahn Lee menggeleng pelan dengan tatapan makin arogan.
"Sejujurnya tidak ada yang bisa mengekang diriku. Diriku adalah milikku!" tandas Ahn Lee menekan setiap kalimat yang ia ucapkan.
Kim Seo Hyung terdiam seribu bahasa. Ingin berdebat lebih jauh namun ia yakin jika gadis di depannya punya jutaan kata untuk melawan setiap kalimat kecil yang nantinya akan sangat sia-sia. Maka Seo Hyung memilih untuk mengambil jalan tengah.
"Oke." Akhirnya keluar kalimat persetujuan dari bibir Seo Hyung. Pria itu melepas pangkuan kakinya. Senyum membingkai wajah tampannya. Namun, bukan senyum yang tulus. Ada goresan besar di hati pria itu yang membuatnya terpaksa tersenyum daripada harus terus mendecih kesal.
"Sepertinya sudah jelas sekarang. Kurasa kita tidak perlu melanjutkan pernikahan ini," ujar Seo Hyung.
Park Ahn Lee mengerutkan kening selanjutnya ia mendecih. Decihan sinisnya kini terganti dengan gelak tawa.
"Kau serius?" Ahn Lee berucap sambil terus tertawa. Menatap penuh cela pada pria Kim di depannya. "Astaga!" Ahn Lee menggelengkan kepala. Ia menikmati gelak tawanya selama beberapa detik dan Seo Hyung tak ingin repot-repot menegur gadis itu.
Lelaki itu memilih untuk mengedikkan alis sambil mengembuskan napas panjang.
"Terserah apa yang ingin kau katakan, Nona Park. Tapi, aku benar-benar tidak bisa menikah denganmu. Ya. Memang pernikahan ini hanya sebuah pernikahan politik, tapi ... aku tidak akan membiarkan pernikahan ternodai oleh peraturan tidak masuk akal."
"Peraturan tidak masuk akal?!” Ahn Lee memekik lengkap dengan pandangan nyalang. Ia terdiam selama beberapa detik ketika otaknya menegur. Gadis itu menarik napas panjang sambil menutup mata.
"Oke,” kata Ahn Lee masih menutup mata dan kali ini ia mengangguk lambat-lambat. Ia tak ingin berdebat maka Park Ahn Lee memilih untuk mengalah. Ia kembali menatap Kim Seo Hyung.
"Kita lihat apakah kau berani mengatakan pembatalan pernikahan ini pada ayahmu.”
Mendengar kata ayah membuat Seo Hyung membuat hati Seo Hyung berkedut nyeri. Ia langsung menggerakkan bola mata ke sudut dan menatap gadis di depannya.
Park Ahn Lee menyeringai. Senang jika ia berhasil menembak musuh hanya dengan satu kalimat jitu. Dan ia yakin, Kim Seo Hyung akan menjadi gamang dalam sedetik saat mendengar kalimat itu —Ayah.
"Kenapa? wajahmu langsung berubah pucat, kau ingin pembatalan nikah, ‘kan?"
Kim Seo Hyung terdiam. Pertanyaan Park Ahn Lee benar-benar membunuh keberaniannya. Sekali lagi. Jiwa pengecutnya mencuat.
"Astaga ...." Park Ahn Lee memutar bola mata seraya melayangkan tangan ke udara. Gadis itu menikmati senyum mengejek yang kini berkembang di wajahnya.
"Kau pikir pria sepertimu layak menjadi suamiku?" Ahn Lee menutup pertanyaannya dengan kekehan sinis.
Kim Seo Hyung masih terdiam. Walau wanita di depannya terlalu kentara mengolok Seo Hyung, ia tetap memilih untuk diam, karena sebagian dirinya membenarkan kalimat Park Ahn Lee.
"Ingat Seo Hyung, perusahaanmu dipertaruhkan dalam pernikahan ini. Jika kau berpikir bisa lari dari pernikahan ini, maka aku jamin kau akan tamat sebelum melakukannya. Kau—"
Seo Hyung mengangkat pandangannya lagi saat Park Ahn Lee semakin menaikkan nada bicaranya.
"Adalah bonekanya Kim Seo Dam!"
DEG
Detik terasa berhenti saat hati Seo Hyung kembali berkedut nyeri. Pemuda Kim itu tak menyangka jika seorang gadis yang baru saja bertemu dengannya bisa langsung menyimpulkan bagaimana pengecutnya Kim Seo Hyung dan sialnya ia sangat benar hingga Seo Hyung tak mampu menyangkalnya lagi.
Kim Seo Hyung hanya bisa mematri tatapan pada senyum iblis di wajah calon istrinya. Begitu merdeka mendapati kebenaran lebih dramatis daripada yang ia bayangkan.
"Kurasa kita sudah sepakat." Ahn Lee terus berucap. Ia melirik sepintas pada layar ponsel yang terlihat menyala. Sebuah icon pesan w******p baru saja masuk membuat Ahn Lee langsung mengulurkan tangan mengambil ponselnya. Seringaian kembali muncul di bibir wanita muda itu. Setelah mengetik sesuatu untuk membalas pesan, ia kembali membawa tatapan pada Kim Seo Hyung yang masih terdiam dengan wajah yang berubah pucat.
"Untuk gedung pernikahan, gaun dan segala t***k-bengek tentang pernikahan, kau saja yang urus. Aku tidak ingin waktuku tersita untuk hal yang tidak penting. Pastikan saja kau meneleponku saat akan melakukan fitting dress. Ahh ...."
Jari telunjuk Ahn Lee meraih sesuatu dari dalam tasnya. Ia mengapit sebuah kertas kecil dengan telunjuk dan jari tengah lalu menaruhnya tepat di samping gelas milik Seo Hyung.
"Kurasa kau belum punya nomor teleponku. Oh ya, ada sesuatu yang ingin kukatakan-" Ahn Lee mengangkat tubuh lalu mencondongkan badannya ke depan. Mendekatkan wajah pada Kim Seo Hyung, lelaki itu tampak telah mati gaya hingga ia hanya mampu menatap manik gelap di depannya dengan pasrah.
"Pastikan kau menyiapkan hadiah mewah untuk mempelaimu," ucap Ahn Lee menutup kalimatnya dengan seringaian licik.
Gadis itu tidak berkata apa pun lagi. Ia menarik tubuhnya, memberikan senyum iblis sebelum akhirnya memutar tubuh.
Rahang Seo Hyung mengencang hingga menimbulkan kertakan gigi. Wajahnya bergetar dengan sorot mata tajam menatap punggung polos dari gadis yang tengah melangkah pergi. Masih sempat ekor matanya menoleh lengkap dengan senyum iblisnya, semakin menekan Kim Seo Hyung dalam ketidakberdayaan.
"Argh!!"
Buncahan emosi yang berkumpul menjadi satu kubangan pekat dalam dadanya tumpah keluar menjadi satu teriakan, “SIAL!”
Kim Seo Hyung tak dapat menahan semuanya lebih lama lagi. Wajah pria itu bergetar. Masih kurang cukup, ia pun menampar meja di depannya.
“SIAL!” Sekali lagi Seo Hyung memaki.
Hidup macam apa ini. Tekanan yang ia alami dari ayahnya saja sudah membuatnya begitu frustasi. Sekarang ia harus berhadapan dengan calon istrinya yang tampaknya jauh lebih menyeramkan dari apa yang ia duga.
"Park Ahn Lee ...."
Nama itu mengalun dari bibir Seo Hyung yang terkatup. Setelah sang gadis memperlihatkan sifat aslinya, akankah Kim Seo Hyung mampu membatalkan pernikahan ini?
________________