14. Keheningan Yang Mencekam

1235 Words
Tiba di beranda rumahnya, untuk sekejap Kim Seo Hyung memilih untuk tetap berada di dalam mobil yang telah membawanya dari kantor polisi. Sekalipun Kim Seo Hyung sepenuhnya sadar jika mobil yang telah membawanya pergi telah berhenti dan dia sudah berada di depan rumah. Namun, Kim Seo Hyung memerlukan waktu. Merasa seperti ada bebatuan besar yang diletakkan di atas kedua bahunya. Kim Seo Hyung merasa tak pantas berjalan masuk ke dalam rumah mewah itu. “Tuan muda.” Panggilan itu mau tak mau membuat Kim Seo Hyung memutar pandangan. Desahan napas panjang kembali terdengar sebelum akhirnya lelaki itu melesak keluar dari dalam mobil. “Seo Hyung-ah!” Kim Seo Hyung tak menunggu lama untuk mendongakkan wajahnya. “Ibu ....” Song Tae Eul mendesah dengan wajah sendu. Ia berlari sementara Noah menaiki anak tangga. Di depan kedua pintu raksasa yang disepuh warna putih, Song Tae Eul membuka kedua tangan. Menyambut putranya di dalam pelukan hangat. “Ya Tuhan, Seo Hyung ....” Song Tae Eul menutup mata dan membiarkan setetes cairan bening jatuh di antara kedua pelupuk matanya. Ia mendekap tubuh Seo Hyung dengan erat. “Kakak!” Di dalam pelukan sang ibu, Kim Seo Hyung mendongak. Kim Sun Yi berlari tergesa-gesa keluar dari rumah. Secara alamiah Kim Seo Hyung melepas pelukannya dengan sang ibu. “Kakak!” Berbeda dari Song Tae Eul yang masih berusaha menyembunyikan tangisannya, tangisan Kim Sun Yi pecah di dalam pelukan kakaknya. “Sun Yi-ah.” Lelaki itu juga tak dapat menahan kesedihan. Ia mendongak dan mengerjap beberapa kali supaya air matanya jangan tumpah agar keluarganya juga tak semakin sedih. “Aku baik-baik saja, Sun Yi. Aku baik-baik saja,” ucap Seo Hyung. Lelaki itu memaksa senyum di wajah sebelum mendorong kedua sisi pundak Kim Sun Yi. Gadis itu masih menangis. Bahkan kini tersedu-sedu. Sehingga Kim Seo Hyung pun berinisiatif untuk menghapus air mata Sun Yi dengan kedua ibu jarinya. “Hey ... tenanglah. Kau tahu aku tidak bersalah, kan?” Kim Sun Yi mengangguk walau bibirnya terlihat manyun. Lantas Seo Hyung kembali tersenyum. “Kalau begitu kau tidak perlu bersedih,” ucap Seo Hyung lalu memutar wajah menatap ibunya. “Ibu juga jangan bersedih. Aku minta maaf telah mempermalukan keluarga.” Song Tae Eul menggelengkan kepalanya. “Itu tidak benar, Nak.” Wanita itu kembali mendekat. Membelai pipi Seo Hyung sambil menahan getaran di bibirnya juga air mata yang telah mengumpul di pelupuk matanya. “Jika ada yang harus disalahkan di sini adalah keluarga Park.” “Ya!” timpal Sun Yi dengan nada menekan. “Park Ahn Lee benar-benar jahat!” Sudut bibir Seo Hyung naik dan membentuk senyum. Manik matanya dilapisi cairan bening, tetapi dalam hati ia sungguh terharu. “Aku akan menemui perempuan jahat itu dan meminta pertanggung jawaban!” Seo Hyung menggeleng. Ia meraih tubuh adiknya dan memeluk Kim Sun Yi dari samping. “Tidak perlu, Sun Yi. Kau tidak perlu menghadapi wanita itu.” “Mengapa?!” tandas Sun Yi, merasa tak terima. Ia pun memutar tubuh dan menatap kakaknya dengan pandangan penuh teror. “Wanita itu sudah menjebakmu dan menuduhmu. Membuat publik percaya jika kau mele’cehkannya sementara dirinya dikasihani juga sekarang dipuji-puji. Dia dianggap seperti malaikat yang dengan rela memaafkanmu. Cih!” Kim Sun Yi mengentak da’danya dengan kedua tangan yang terlipat. “Yak, Sun Yi-ah,” panggil Seo Hyung. Adik perempuannya itu memandang lewat sudut mata dan wajahnya terlihat sinis. “aku tidak butuh dikasihani oleh dunia. Aku juga sudah tidak peduli lagi dengan nama baikku. Lagi pula semua itu percuma. Aku bahkan tidak pernah mengenal siapa diriku.” “Bagaimana kau bisa bicara seperti itu!” Kim Sun Yi menaikkan nada bicaranya. Tampak da’da Seo Hyung mengembang ketika ia mengela napas panjang lalu mengembuskannya dari mulut. Sekejap ia memilih untuk menundukkan kepala lalu tersenyum dan menatap adiknya. “Tidak penting bagaimana dunia menilaiku. Yang terpenting adalah kalian,” ujar Seo Hyung. Ia menarik ibu dan adiknya ke dalam pelukan. Seo Hyung mengusap lengan mereka dan menatap dua wanita yang paling berarti di dalam hidupnya itu. “Bagiku, cukup kalian percaya aku tidak melakukannya maka aku tidak akan memusingkan hal yang lain.” Kim Sun Yi masih mendecih sinis. Ia bahkan memalingkan wajah, seakan tak sudi menatap wajah sang kakak namun sebenarnya dia tidak ingin kakaknya melihat ia menangis. “Dasar payah!” desis Sun Yi. Sementara Song Tae Eul memilih untuk diam sambil memaksa sebuah senyum di wajah. “Oh ya, Bu, di mana ayah?” Song Tae Eul lalu mendongak menatap putranya, “Dia ada di atas. Ayo temui dia,” ujar Tae Eul dan Kim Seo Hyung mengangguk setuju. Walaupun ketika melangkahkan kakinya, Kim Seo Hyung merasa kembali tertekan. Namun, dunia membuat Kim Seo Hyung tak memiliki banyak pilihan. Hingga suka atau tidak, ia harus bertemu sang ayah. “Nona Park, bisakah Anda jelaskan pada kami, bagaimana Anda dilecehkan oleh Kim Soe Hyung?” Baru saja ingin bernapas. Tiba-tiba saja tenggorokan Seo Hyung sudah dicekik dengan suara yang muncul dari televisi layar lebar tepat di mana sang ayah sedang beristirahat. “Aku tidak mengerti. Awalnya kami hanya bicara, tapi tiba-tiba saja dia menyerangku. Aku, aku ....” Bola mata Kim Seo Hyung lantas melebar. Secara naluriah kedua kakinya bergerak. “Itu tidak benar!” tandas Seo Hyung begitu saja. Terdengar desahan napas panjang sebelum Kim Seo Dam mendongak. Insting Seo Hyung bekerja cepat dan membuatnya ikut memutar pandangan. Menyadari jika barusan ia telah berbuat lancang, Kim Seo Hyung kemudian menunduk setengah badan. “Maafkan aku, Ayah.” Didengar Seo Hyung bagaimana semilir angin berbisik padanya ketika Kim Seo Dam kembali memutar wajah. Kim Soe Hyung berpikir bahwa ia akan dimarahi habis-habisan, tetapi entah apa yang terjadi kepada sang ayah sehingga tak ada satu kata yang keluar dari mulutnya. “Lalu, mengapa Anda mengatakan ingin menyelesaikan semua ini dengan cara kekeluargaan. Bukankah seharusnya Anda menyerahkan kasus ini untuk diselesaikan oleh pihak berwenang?” “Maaf!” Masih sambil membungkukkan badannya, Kim Seo Hyung memutar wajah lambat-lambat. Dilihat lelaki itu bagaimana wajah Park Jang Hae yang menegas berucap kepada wartawan. “Anda tidak tahu apa-apa. Anda tidak tahu bagaimana eratnya hubungan kami dengan keluarga Kim. Jika kami memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan maka tak ada satu pun dari kalian yang mampu menghalangi kami.” “Tuan Park, Anda sungguh murah hati. A-“ Suara itu terhenti ketika layar berubah menjadi hitam. Kim Soe Dam menghela napas sebelum ia bangkit dari duduknya. Kim Seo Hyung sudah menegakkan badan walaupun masih menundukkan kepala. Ia mendengar langkah kaki sang ayah yang berjalan melewatinya Kim Seo Dam terlihat tenang.  Namun, ketenangan yang ia perlihatkan justru memancarkan kengerian yang menyeramkan. Semua orang tertunduk dan terdiam. Suasana serasa mencekam dan hanya terdengar suara dari wiski yang dituang ke dalam seloki. Manik mata Song Tae Eul terbuka lebar, tetapi mulutnya terkatup untuk menegur sang suami. Ia hanya bisa melempar tatapan kepada asisten pribadi Kim Seo Dam yang sedari tadi berdiri dekat sofa panjang tempat tuannya duduk tadi. Namun, Song Tae Eul sepertinya lupa jika semua orang di rumah ini hanya tunduk pada satu perintah yaitu perintah Kim Seo Dam. Jadi, walau seperti apa raut wajah Song Tae Eul. Walaupun bola matanya seperti akan meloncat dari tempat, tetap saja lelaki bertubuh tinggi tegap itu tak bergerak dari tempatnya berdiri. Semua keheningan yang berlangsung itu sirna ketika Kim Seo Dam mengayunkan tangan. PRANG .... Semua orang tersentak ketika mendengarkan bunyi benda rapuh yang baru saja mendarat kasar di lantai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD