Istrinya VS Pelakor

3262 Words
Mata Rafael bersinar ketika dia membatin. ‘Hah, dia mana mungkin akan berani menyerahkan cincin itu!’ Tetapi tanpa diduga, tangan Fiona akhirnya melepas cincin yang tersemat di jari-jarinya. Lalu meletakkan cincin itu di telapak tangan Stefany. “Ini untukmu.” Rafael tercegang menyaksikan itu. ‘Wanita ini! Berani-beraninya dia menyerahkan cincin kawin itu!’ Mata Stefany bersinar bahagia ketika melihat ekpresi murung Rafael. Fiona berkata dengan acuh tak acuh pada pasangan palsu di depannya. “Aku telah mengabulkan permintaanmu jadi, tugasku sudah selesai.” Setelah itu, dia langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Rafael. Pintu tertutup dengan keras. Rafael tidak percaya bahwa wanita itu marah besar padanya! ‘Dia bertemu dengan mantan kekasihnya! Sekarang dia marah padanya? Apa-apaan ini!’ Stefany melihat cincin di jarinya dengan berat hati, tetapi gadis itu melepaskannya dan mengembalikannya pada Rafael. “Presdir, cincin ini...” “Apa menurutmu aku menginginkan barang yang tidak dia inginkan?” Ekpresi Rafael sangat dingin ketika dia mengambil cincin itu dan membuangnya ke tong sampah tanpa ragu. Stefany tertegun. ‘Bagaimana dia bisa membuang barang yang begitu berharga begitu saja?’ Namun, Rafael kembali mengambilnya setelah beberapa saat dan berkata, “Tetapi, harganya mencapai beberapa juta dolar jika dijual. Sebaiknya aku memberikannya kepada orang yang membutuhkan.” Stefany tidak berkomentar karena takut salah. Sementara, Rafael menatap ke pintu tertutup dengan murung. ‘Wanita ini tidak punya hati! Dia bahkan memberikan cincin kawinnya! Jangan harap kamu bisa menyingkirkan aku! Kamu tidak akan pernah aku lepaskan. Ingat itu!’ Di sisi lain, Fiona merasa sakit kepalanya. Oleh karena itu, dia berusaha untuk bangun dari tempat tidur dan meraih jam bekernya yang berbunyi. Deringnya membuat kepalanya bertambah sakit. Namun, tubuhnya lemah sehingga dia terjatuh lagi di tempat tidur. Dia merasa tubuhnya seolah-olah diikat dengan erat ke sebuah pohon. Itu sangat sakit. Bahkan, dia tidak dapat bergerak sedikit pun walau dia ingin melakukannya. Apakah dia akan berbaring di sana selamanya? Perasaan kecewa meluap di hati Fiona ketika dia ingin minum air karena tenggorokannya kering tetapi tidak ada yang membawakan untuknya. Sementara, Rafael menatap pintu kamar tamu dengan murung. Dia bertanya-tanya, ‘Apakah Fiona masih belum bangun?’ Dia menyipitkan matanya ketika dia berjalan ke pintu kamar tamu. Tiba-tiba langkahnya berhenti saat kemarahan di hatinya melonjak. ‘Mengapa aku harus peduli? Bahkan, dia bertemu dengan mantannya dan menyerahkan cincin kawinnya pada orang lain. Lupakan saja!’ Dia mendengus dan pergi. Stefany berjalan ke kamar tamu begitu melihat Rafael pergi. Dia memandang Fiona dengan tatapan yang mengejek. Suara pintu yang berderit membuat Fiona tersentak dan begumam, “Air.” “Air?” Stefany menyeringai jahat. Dia beranjak mengambil air di dapur dan membawakan padanya. Mata Fiona berbinar ketika dia berjuang untuk meraih segelas air. Tetapi Stefany tertawa dingin dan mengosongkan gelas itu ke kepala Fiona. Bahkan, Fiona tidak bisa menghindarinya. Air itu membuatnya menggigil karena kedinginan. Stefany tertawa, “Apakah airnya segar?” Fiona tidak punya energi untuk berdebat dengannya. Dia hanya menatap Stefany dengan datar. Dia berjuang untuk bangun dari tempat tidur. Dia menyadari bahwa dia telah masuk angin karena lama berada di luar semalam. Sekarang segelas air membasahinya. Jika dia tidak menggantikan pakaiannya maka dia sakitnya akan bertambah parah. Dia tidak ingin itu terjadi karena Pamannya tidak akan ada yang merawatnya Stefany menatapnya dengan dingin dari samping. Dia menunggu sampai Fiona turun dari tempat tidurnya lalu dia menjulurkan kakinya sehingga membuat Fiona jatuh tersungkur di lantai karena dia tidak bisa menghindarinya. “Kamu.” Fiona mendongkak dan menatapnya dengan dingin. “Oh, apakah kamu mau marah? Aku sangat takut! Haruskan aku berlutut dan memohon pengampunanmu sekarang?” Stefany membungkuk dan menepuk pipi Fiona ketika dia berbicara. Fiona menatap Stefany seperti melihat lelucon. ‘Hmmp, menurutmu kamu siapa?’ “Tatapanmu menakutkan sekali! Hidupmu sangat sedih, sayang sekali! Bahkan, suamimu bermesraan dengan wanita lain, hah! Bukankah itu sangat menyedihkan! Menikah tetapi untuk disakiti!” Stefany menyeringai puas dan mengejeknya. Fiona mengabaikan Stefany ketika dia berusaha untuk berdiri. Itu membuat Stefany marah. Tiba-tiba Stefany menendang betis Fiona dengan kuat sehingga membuat Fiona gagal berdiri dan dia terjatuh lagi ke lantai. Stefany senang melihat Fiona menderita. Kemudian dia berkata, “Lihat dirimu sekarang. Rafael bahkan tidak menyukaimu. Kamu seharusnya berinisiatif untuk pergi dan tidak menjadi benalu untuk Rafael. Apakah kamu mengerti?” Fiona memucat. Dia berkata dengan dingin. “Oh ya? Aku akan percaya jika kata-kata itu keluar dari bibir Rafael. “Ya sudah. Itu hakmu tapi Rafael mengatakan padaku dia akan menceraikanmu begitu aku mengandung anaknya. Pada saat itulah kamu akan diusir dari rumah ini.” Stefany dengan sengaja memanasi Fiona. Fiona terdiam sesaat ketika dia memikirkan apa yang dikatakan oleh Stefany. Dia sudah tahu bahwa Rafael tidak akan pernah menyukainya karena dia tidak pantas untuk dicintai demikian juga dengan ibu mertuanya. Tetapi dia tidak akan pergi dari rumah itu, meskipun Rafael tidak menyukainya, dia tetap Nyonya di rumah itu. Mereka telah menikah resmi dan tidak ada yang bisa mengusirnya. ‘Memang siapa Stefany itu, berani sekali mengusirnya?’ Lagi pula, jika dia pergi Rafael akan lebih marah padanya dan akan menghentikan biaya tagihan rumah sakit pamannya. Dia tidak ingin itu terjadi. Maka dari itu Fiona tidak ingin memikirkan perkataan Stefany. Dia menatap wanita itu dengan ekpresi acuh tak acuh terlihat di wajahnya. Stefany menggertakan giginya ketika dia tidak direspon oleh Fiona. Dia mencibir dan mengejek. “Aku sudah memberitahumu segalanya. Tetapi kamu bahkan tidak menanggapinya. Apa kamu benar-benar tidak tahu malu?” Fiona tertawa dingin ketika menatapnya sebelum berkata dengan tegas. “Seharusnya kamu bercermin siapa kamu berani mengatakan itu pada istri sah Rafael? Bukankah yang tidak tahu malu itu kamu?” Stefany tertegun dan tidak percaya bahwa Fiona berani melawannya. “Aku ingin melihat seberapa keras mulutmu ini?” Dalam sekejap Stefany mengayunkan tangannya ke wajah Fiona. Gadis itu mencoba menghindari terpaan tangan itu, tetapi tubuhnya terasa berat sehingga dia gagal mengelak. Dia tertawa getir sambil menutup matanya. Namun, tamparan itu melayang di udara dan dia melihat Rafael mencengkeram erat tangan Stefany. Wanita itu tersentak karena kaget. Dia tidak menyangka bahwa pria itu kembali dengan cepat. “Presdir... kamu sudah pulang.” Dia tahu bahwa Rafael itu sangat rumit karena itu dia tidak berani melakukan apapun ketika pria itu ada di rumah. Dia dengan sengaja menunggu Rafael berangkat ke kantor. Namun, dia tidak menyangka akan pulang dengan cepat. Rafael memelototinya ketika dia berkata, “Ini adalah rumahku. Apakah aku perlu minta izin padamu ketika aku pulang?” “A-aku...” Stefany tergagap tetapi kata-katanya tercekat. Sorotan mata Rafael mendingin dan ekpresinya tidak berubah ketika dia menatap Stefany. Itu membuat Stefany menjadi ketakutan. Dia memucat. Kemudian tatapan Rafael beralih ke arah Fiona dan berkata dengan dingin. “Wanita bodoh! Bukankah aku sudah pernah memberitahumu bagaimana cara membalas seseorang yang mengusikmu!” Tentu saja, Rafael tidak akan membiarkan siapapun menindas wanitanya. Tangannya menggepal erat dan matanya semakin dingin. Seolah ucapannya membekukan udara sekitar. Setelah hening sesaat, kemudian suara Fiona terdengar, “Aku tidak mempunyai kekuatan untuk melakukannya. Bukankah dia adalah kekasihmu? Bagaimana bisa aku melakukannya. Kamu akan mengabisiku jika terjadi sesuatu padanya!” Rafael mengupatnya dalam hati. ‘Wanita ini! Apa yang dia katakan itu salah! Dasar bodoh! Tidakkah dia peka bahwa aku mencintainya tetapi dia selalu menyakitiku maka kita akan sama-sama terluka jika begitu!’ Pria itu tidak berkomentar lagi ketika dia membantu mengangkat Fiona ke tempat tidur dan menatap Stefany dengan dingin. Stefany merasakan hawa dingin dari tatapan Rafael sehingga tubuhnya gemetar tanpa sadar. “Presdir, aku dikirim oleh Nyonya Sheryn. Aku...” “Apa kamu mengancamku?” Rafael langsung menyela dengan tatapannya yang tajam. “Tidak, tidak...” Stefany menjawab dengan gugup. “Kamu bahkan sangat berani berbuat semaumu di rumahku dan apa yang kau lakukan pada Fiona?” Rafael berteriak dengan kasar pada Stefany sehingga membuat wanita itu ketakutan. Lirikan tajam Stefany tertuju pada Fiona. Dia membatin bahwa wanita itu pasti sedang menertawakannya saat ini. Tiba-tiba tangannya terkepal tanpa sadar. Dia merasa sangat tidak berdaya di depan Rafael. Ketika Stefany berniat jahat pada Fiona, Rafael berkata dengan lantang. “Kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini!” Stefany tidak bisa menahan diri untuk tidak komplain. “Presdir, aku ke sini karena Nyonya Sheryn!” Rafael melototinya dan berkata dengan wajah tanpa ekpresi. “Itulah mengapa kamu ahrus mencari Nyonya Sheryn sekarang.” Rafael mengusirnya? Mata Stefany berkedip dengan rasa enggan. Dia menggertakan giginya dan berkata, “Presdir, Nyonya tidak akan senang jika kamu melakukan ini.” “Itu bukan urusanmu. Sekarang, aku beri kamu waktu 5 menit untuk mengemasi barang-barangmu.” Rafael berkata dengan ekpresi datar. Wanita itu pun bergegas pergi dengan raut wajahnya yang murung. Sementara Fiona menatap Rafael dengan bingung. Dia bertanya dengan hati-hati, “Mengapa kamu mengusirnya? Bukankah kamu menyukai dia?” “Tidak!” Sahut Rafael dengan ketus. “Oh, sepertinya Mama akan segera mengirim orang baru lagi,” gumam Fiona. “Tidak akan ada orang lain lagi selain kita!” Rafael mengatupkan giginya ketika dia berbicara dengan Fiona. “Terserah kamu!” Fiona meresponnya dengan tatapan yang tidak dipahaminya. Setelah itu, Rafael membungkuk ketika dia mengangkat Fiona dan berkata, “Aku akan membantumu menggantikan pakaianmu.” “Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri.” Fiona tersipu dan berkata dengan panik sebagai jawaban dari penolakannya. Namun, pria itu mengabaikan perkataan istrinya. Setelah beberapa saat, dia telah menggantikan pakaian Fiona. Kemudian dia melemparkan wanita itu ke atas kasur. Rafael memandangi wajah pucat Fiona. Dia merasa menyesal karena telah membiarkan Stefany tinggal di rumahnya. Wanita itu telah menyakiti Fiona. Dia tidak bisa menerima itu. Bahkan, dia tidak akan membiarkan siapapun merebut Fiona darinya. Meskipun, dulunya dia tidak pernah menyukai gadis ini tetapi perubahan rasa itu tidak bisa dielakkan. Dia malah jatuh cinta dengan Fiona. Dia benar-benar menyesali perbuatannya karena telah mengabaikan Fiona hingga dia harus keguguran saat itu. Oleh karena itu, dia ingin menebus kesalahannya saat ini tetapi Fiona menanggapinya dengan dingin. Fiona mengeluh ketika dia mencoba menggeser tubuhnya dengan tidak nyaman. Rafael memegang tangannya dan mengomelinya. “Fiona, lain kali jangan biarkan siapapun menganggumu.” Fiona mendengarnya dengan mata tertutup. Dia begumam kenak-kanakan, “Kamulah yang sering menindasku!” Sikapnya yang kenak-kanakan ini membuat Rafael merasa geli dan geram padanya. ‘Wanita ini! Aku selalu melindunginya. Kapan aku pernah menindasmu.’ “Katakan padaku, bagaimana cara aku menindasmu?” tanya Rafael dengan pelan. “Sangat banyak. Sikap galakmu padaku setiap hari dan kamu malah ingat dengan ulang tahun Stefany tetapi tidak dengan ulang tahunku.” Suaranya perlahan memudar mungkin karena dia kelelahan. Rafael memandang Fiona yang tidur lelap dan berkata dengan lembut. “Fiona, bagaimana mungkin aku bisa melupakan hari ulang tahunmu?” Pria itu tidak tahu apakah Fiona mendengar perkataannya. Pria itu menundukkan kepalanya ketika dia mencium kening Fiona dengan lembut. Sementara, Fiona tidak berdaya karena merasakan tubuhnya memanas. Dia seperti mendengarkan kata-kata tetapi dia tidak tahu apa itu. Fiona hanya merasakan seseorang merawatnya dan ada sensasi sejuk di keningnya. Dia ingin melihat siapa orang yang merawatnya tetapi tidak bisa karena merasakan kelopaknya berat. Begitu dia bangun hari sudah pagi. Tubuhnya jauh lebih ringan sekarang. Dia merasa lapar. Mak dari itu dia bergegas ke dapur tetapi dia tertegun saat melihat ada seseorang di sana. Dia segera menghampirinya, "Kamu siapa?" Wanita paruh baya itu berbalik dan menatap Fiona dengan senyuman ramah di wajahnya. “Nyonya, sudah bangun! Tuan Muda bilang bahwa Nyonya harus beristirahat. Tuan pergi ke kantor dan menugaskanku untuk menjaga Nyonya. Anda bisa memanggil aku Bibi Qiu.” Fiona mengangguknya dengan senang. Dia tidak tahu siapa yang merawatnya tadi malam. Mungkinkah wanita ini? Tapi itu tidak penting siapa yang menjaganya. Dia benar-benar bingung tentang itu. “Nyonya, saya telah memasak bubur. Karena Anda sudah bangun, maka makanlah.” Bibi Qiu menawarkan semangkuk bubur sambil tersenyum. “Terima kasih. Terima kasih telah merawatku.” Fiona mengucapkan dengan sopan. Setelah itu, menikmati sarapannya. “Aku hanya membuatkan bubur untuk Anda.” Wanita paruh baya itu berkata dengan ramah. Wanita itu mengerutkan keningnya dan ingin mengelaknya tetapi wanita di depannya terus beranggapan bahwa dia yang merawatnya. Dia tidak ingin membuatnya marah. Sebenarnya Rafaellah yang sudah menjaganya. Namun, itu masalah antara suami dan istri. Sebagai seorang pelayan, dia tidak perlu banyak bicara. Dia hanya harus menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati. Fiona mendapatkan telpon dari mertuanya begitu dia selesai sarapan. Dia menjawab panggilan itu dengan gugup, “Mama!” “Apa aku masih ada artinya di matamu?” nada suara Nyonya Sheryn terdengar kasar. Fiona bertanya dengan hati-hati, "Ma, apakah aku melakukan sesuatu yang salah?" “Aku tidak ingin membicarakannya di telpon. Datang dan temui aku segera. Aku akan menunggumu di rumah!” Nyonya Sheryn menginstruksinya. Setelah itu, wanita tua itu mengakhiri telponnya. Fiona langsung memahami tindakan mertuanya. ‘Itu pasti ada hubungannya dengan Stefany.’ Setelah itu, dia langsung ke rumah mertuanya agar datang tepat waktu. Dia akan dimarah jika dia datang terlambat.’ Fiona mengambil tasnya dan pergi setelah dia mengatakan, “Bibi Qiu, aku pergi sebentar.” Wanita paruh baya yang dipanggil Bibi Qiu oleh Fiona berkedip. Dia segera memberitahu Rafael tentang ini karena Tuan Muda telah menitip pesan padanya. “Tuan Muda, Nyonya menerima telpon dan keluar. Sepertinya telpon itu dari Nyonya Besar karena Nyonya Muda memanggilnya mama.” Setelah telpon berakhir, wanita paruh baya itu melanjutkan pekerjaannya. Di sisi lain, Fiona sudah berada di rumah Nyonya Besar Leonard. Dugaannya benar, ini ada hubungannya dengan Stefany makanya Nyonya Sheryn mencarinya. Wanita tua itu berkata dengan dingin ketika dia menatapnya tanpa ekpresi, “Katakan padaku.” “Apa yang harus aku katakan?” Fiona mengerutkan keningnya. “Ceritakan padaku tentang cara yang kamu gunakan untuk mempengaruhi Rafael untuk mengusir Stefany.” Nyonya tua itu memelototinya dengan tajam. "Aku tidak tahu bagaimana aku menyinggung perasaanmu karena kamu sangat membenciku.” Stefany memasang wajahnya yang sedih. “Aku hanya ingin melahirkan anak untuk keluarga Leonard. Aku akan pergi setelah melahirkan dan tidak akan mengantikan posisimu.” Fiona tercegang. Bagaimana bisa wanita ini membalikan fakta? Nyonya Sheryn langsung menyela ketika Fiona ingin mengatakan sesuatu. “Tidak masalah jika kamu tidak bisa memberikan anak bagi Rafael, tetapi sekarang kamu bahkan mengusir orang lain yang dapat memberikan anak. Fiona, aku tidak ingin kamu ikut campur dan seharusnya kamu lebih tahu diri.” “Ma, aku tidak ikut campur. Rafael sendiri yang mengusir Stefany.” Akhirnya Fiona mendapatkan kesempatan untuk berbicara. Stefany sengaja memalsukan kesedihannya. Seolah-olah dia wanita yang rapuh dan mudah ditindas. “Jika bukan karena kamu yang membuat Rafael berpikir bahwa aku adalah wanita yang jahat, lalu mengapa dia mengusirku?” Fiona menggelengkan kepala ketika dia memandang Stefany dengan datar. ‘Dialah yang telah membuat dirinya diusir oleh Rafael. Pria itu tidak buta!’ Nyonya besar mengerutkan keningnya. “Fiona, selama kamu jujur, maka posisimu tidak akan tergantikan dengan orang lain tetapi jika kamu terus bersikap seperti ini. Aku...” "Apa yang akan Mama lakukan?" Suara seseorang terdengar. Ketika mereka berbalik untuk melihatnya, itu Rafael. Dia ada di sini! Pria itu masuk dengan tenang. “Rafael? Bukankah kamu sedang menangani sebuah proyek yang mendesak? Lalu mengapa kamu di sini?” Nyonya Tersentak dan bertanya dengan gusar. Pria itu menyeringai sebelum menjawab, “Jika aku tidak datang, bukankah aku akan melewatkan sisi luar biasa dari Mama?” Nyonya tua itu menatapnya. “Apa yang kamu katakan? Semua yang aku lakukan adalah untukmu. Usiamu sekarang sudah 30 tahun. Kamu..” “Mama, tidak perlu mengkhawatirkan urusan aku.” Rafael duduk dengan tenang di samping Fiona dan memberikan dukungan secara tidak langsung. “Jangan khawatir? Katakan bagaimana aku tidak khawatir? Jika kamu tidak menyukai Stefany, katakan saja padaku dan aku akan mencarikan wanita yang lebih berkualitas untukmu.” “Nyonya...” Stefany langsung memucat. Dia tidak pernah berpikir bahwa wanita tua itu akan membuangnya seperti itu. Wanita tua itu hanya menatap Rafael. “Katakan padaku wanita seperti apa yang kamu sukai. Apakah itu...” "Tidak masalah wanita seperti apa yang kusuka,” sahut Rafael. Nyonya tua itu mengerutkan keningnya dan bertanya dengan bingung. “Apa maksudmu?” “Karena… tubuhku yang bermasalah,” ucap Rafael dengan tenang. Fiona tercegang ketika dia menatap suaminya. Bang! Cangkir s**u di tangan Nyonya tua itu jatuh ke atas lantai. Stefany juga menunjukan reaksi yang sama dengan Fiona. Tidak heran Rafael tidak pernah ingin menyentuhnya. Dia impoten. "Kamu ... Kamu ..." Ujung jari Nyonya tua itu gemetar ketika dia menunjuk ke arah Rafael. Dia menarik napasnya dalam-dalam kemudian berkata, “Katakan padaku dengan jelas apa maksumu?” “Meskipun ada wanita yang lebih cantik, aku tidak akan memiliki perasaan padanya. Tidak peduli siapapun dia, aku tidak bisa memberinya anak. Ini hukuman Tuhan untukku karena perbuatanku yang pernah menyia-nyiakan seorang di masa lalu.” Rafael berkata dengan tenang dan sudut matanya melirik Fiona ketika dia berbicara. Nyonya Sheryn mengalihkan pandangannya ke Stefany. “Bukankah kamu bilang hubunganmu dengan Rafael baik-baik saja?” "Aku ..." Stefany menundukkan kepalanya dengan perasaan bersalah. Sementara Nyonya Sheryn masih tidak bisa menerima kenyataan dengan apa yang dikatakan oleh putranya. Itu membuat pukulan yang besar untuknya. Wanita tua itu menatap putranya dan bertanya dengan rasa tidak sabar, “Lalu, bagaimana dengan semua kekasihmu sebelumnya?” “Aku tidak pernah menyentuh mereka kecuali Fiona. Itu karena aku mabuk.” Meskipun Rafael telah melihat ibunya mengelus d**a dengan cemas tetapi itu tidak akan mempengaruhinya. Dia menyeringai dengan santai. Setelah beberapa saat, wanita tua itu mengelus dadanya dan menatap Stefany. "Anggap saja kamu tidak mendengarkan apapa hari ini.” ”Sekarang naiklah dan tunggu di sana!” Wanita tua itu menginstruksinya. Stefany mengangguk patuh. “Baik.” Di ruang tamu, sekarang hanya ada wanita tua, Rafael dan Fiona. Wanita itu sudah menenangkan dirinya kembali dan menatap Rafael dengan tegas. “Rafael, masalah ini bukan lelucon. Katakan padaku, apakah itu benar?” “Tentu saja itu benar. Bagaimana orang bisa bercanda dengan itu,” ucap Rafael dengan tenang. Setelah jeda sesaat, wanita itu bertanya dengan rasa ingin tahu, “Apakah kamu sudah pergi ke dokter?” “Ya, dan dokter mengatakan untuk menjaga kesehatanku dengan baik dan akan sembuh dengan sendirinya.” "Itu bagus.” Nyonya Sheryn menghela napas lega. “Oleh karena itu, Mama tidak perlu mencarikan wanita untukku. Aku tidak membutuhkannya,” Pada akhirnya, Rafael menemukan gagasan untuk mencegat indakan sang mama yang mencarikan wanita lain untuknya. Nyonya tua tampak kesal. “Jika kamu mengatakannya lebih awal maka, aku tidak perlu mencarikan wanita untukmu. Aku tidak akan mencarikan siapapun. Tidak ada yang tahu tentang ini kecuali Stefany.” Sudut bibirnya melengkung ke atas sebelum dia bertanya dengan tenang, “Jadi, bisakah aku membawa Fiona pergi?” "Pergilah. Aku akan mengurus Stefany sekarang.” Kemudian tatapan wanita itu beralih ke arah Fiona. “Kamu harus menjaganya dengan baik.” Fiona merasa aneh dengan tindakan mertuanya yang mendadak baik padanya. ‘Bukankah sebelumnya dia begitu kejam. Tetapi mengapa sekarang?’ Fiona membatin sesaat. "Iya, Ma." Dia menjawab dengan cepat. Di dalam mobil. Fiona tidak dapat menahan diri untuk tidak menoleh ke arah Rafael. “Apa yang kamu lihat? Apakah aku terlihat seperti badut?” tanya Rafael. “Tidak.” Fiona melambaikan tangannya. Setelah beberapa saat, dia menaap Rafael lagi. “Fiona, aku tidak bisa konsentrasi menyetir jika kamu terus memandangku. Tanyakan saja apa yang ingin kamu tanyakan.” Rafael mendengus kesal Fiona berdeham sebelum dia bertanya dengan lembut. “Rafael, kamu jangan khawatir. Penyakitmu bisa disembuhkan dengan mudah.” Rafael menepikan mobilnya di pinggir jalan dan menatap Fiona dengan mengerutkan keningnya. “Apa menurutmu aku punya masalah?” “Bukankah kamu mengakuinya tadi?” Fiona mengernyit keningnya. Dia berkata dengan pelan ketika dia menatap suaminya dengan penuh kasih. “Jangan khawatir. Semua masalah bisa diselesaikan dan itu akan berakhir.” Alis Rafael terangkat ketika dia menanggapi wanita di sampingnya. Dia mengupatnya dalam hati. ‘Dasar wanita bodoh! Omong kosong apa yang dikatakannya! Bahkan, aku mencintai wanita bodoh ini!’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD