Sudut bibir pria itu terangkat ke atas ketika dia menemukan kain baju di balik bunga bonsai. Dia bergegas ke arah itu sebelum mengejutkannya, “Aku menemukanmu…”
Tetapi Fiona dengan cepat melepaskan sepatunya saat dia kembali berlari dengan kencang hingga dia menghentikan sebuah mobil. “Stop!”
Gerakan tangannya memberi isyarat untuk berhenti pada pengemudi. Pria yang berada di dalam mobil itu segera menginjak rem hingga mobil itu berhenti. Fiona berkata dengan tengah-engah, “Tolong bantu saya, pak. Ada penjahat yang sedang mengincar saya.”
“Baiklah!” Pria itu mengangguk setuju tanpa berpikir panjang.
Pria itu bernama Ruben. Dia adalah menejer di perusahaan Rafael. Pada hari ini, Tuan Besar Leonard, Willian berangkat ke kantor bersamanya karena dia terburu-buru. Kerutan di alis Willian tampak dalam saat dia menatap bayangan seorang gadis yang sedang duduk di bangku belakang.
Willian mengerutkan bibirnya sebelum dia memutuskan untuk bertanya, “Kamu, Fiona, kan?"
Fiona mendongkak dan menatapnya sebelum dia membenarkannya, “Iya.”
“Mengapa mereka mengejar kamu?” Willian bertanya dengan rasa ingin tahu.
Fiona mendesah tanpa daya, “Mereka rentenir, pak. Ayah saya meninggalkan banyak hutang sebelum dia meninggal.”
“Oh?” Willian mengangguk dan menyeringai ketika dia memikirkan sesuatu. Mungkin dia bisa menawarkan kerjasama padanya. Dia menikah dengan Rafael dan aku bisa membantu melunasi hutang ayahnya. Bukankah itu menarik?
Sementara, Ruben memandangi Fiona dengan bingung tetapi sebuah ide juga melintas di benaknya. Mungkin gadis ini bisa menggantikan Selena untuk hari ini. Dia memiliki paras yang cantik dan akan menarik banyak pelanggan jika modelnya dia.
Memikirkan hal itu, Ruben berkata dengan semangat. “Ngomong-ngomong kamu mau ke mana?”
“Saya ingin melamar kerja.” Sahut Fiona.
“Oh begitu.” Ruben bergumam singkat.
“Iya.” Fiona mengangguk sebagai tanggapannya.
Dia mengerutkan keningnya saat dia bertanya dengan ragu-ragu, “Kamu mau tidak bekerja dengan saya hari ini saja?”
“Mau Pak. Apa yang akan saya kerjakan?”
“Kamu akan menggantikan artis kami hari ini. Honornya akan saya berikan setelah kamu menyelesaikan pekerjaanmu.”
“Baik, Pak. Saya bersedia.” Wajah Fiona langsung ceria.
Mereka tiba di kantor setelah beberapa menit kemudian. Sebelum pergi pemotretan, Willian telah membuat janji dengan Fiona di sore harinya. Keduanya telah menyetujuinya.
Ruben menuntunnya ke ruang pemotretan, beberapa orang terus melemparkan pujian terhadapnya saat melihat Fiona tampak seperti bidadari setelah dirias.
Bahkan Ruben pun tertegun. Sementara, Rafael tidak mengenali gadis itu. Dia bahkan tidak pernah berpikir bahwa artis pengganti itu adalah mantan supirnya.
Di sore harinya, dia bertemu dengan Willian. Pria itu mendengar ketukan dari pintu. Dia mendongkak saat dia berkata, “Masuk.”
Fiona masuk dan berdiri di depannya sebelum terdengar suara pria itu. “Duduklah.”
“Baik, Tuan.” Ucapnya dengan sopan.
“Saya menawarkan kerjasama dengan kamu. Saya akan membantu kamu untuk melunasi hutang ayah kamu tetapi dengan satu syarat.” Willian berkata dengan serius.
Fiona menjadi bersemangat ketika mendengarkannya. “Apa itu Tuan?”
Willian menatapnya dengan serius dan berkata dengan serius pula, “Kamu harus menikah dengan Rafael, putra saya dan saya akan melunasi seluruh hutang ayahmu.”
Fiona tercengang sebelum dia bereaksi, “Apa? Bagaimana mungkin itu? Tuan Muda pasti akan menolaknya.”
Dia berkata dengan nada yang datar saat dia berbicara. Willian tersenyum dan berkata, “Jangan khawatir, dia akan menerimanya.”
Dengan wajah yang lugu, dia bertanya, “Apakah pernikahan itu seumur hidup?”
“Kamu bisa meninggalkan Rafael setelah kamu memberi kami cucu.”
Fiona terdiam saat dia memikirkan tawaran majikan Pamannya. Dia akan menjadi janda setelah itu. Tapi bagaimana mungkin? Tuan Muda menikahi pembantu seperti dia. Itu mustahil, bukan?
Suasana ruangan itu menjadi hening sebelum seseorang menerobos masuk. “Tuan, apakah yang Anda katakan itu benar?”
Willian mendongkak dan menatapnya, “Wilson, kau ada di sini.”
“Maaf, Tuan. Saya langsung masuk.” Wilson berkata dengan gugup.
Willian melambaikan tangannya saat dia menanggapinya dengan santai, “Tidak apa-apa. Ke marilah bergabung.”
Wilson mengangguk dan menghampiri. Dia bisa melihat ekpresi Fiona yang linglung saat ini. Tawaran bosnya adalah yang terbaik untuknya bukan? Pasalnya Willian berjanji akan melunasi hutang ayahnya dengan sebuah syarat.
Memikirkan hal tersebut, Willian menyetujui Fiona menerima kerjasama itu. Dia berkata, “Fiona, bantulah Tuan Willian ini. Beliau juga akan membantumu dari incaran rentening.”
Fiona menatap Pamannya dalam waktu yang lama. Wilson mengangguk saat memberi syarat padanya.
Kemudian, dia berkata, “Baiklah. Aku setuju.”
Willian menyeringai dengan senang saat dia mengejek musuhnya dalam hati. Dia berkata, “Karena kamu sudah menyetujuinya maka saya akan membuat surat perjanjian ini.”
Fiona mengangguk. Setelah itu, Willian memberi intruksi pada sekretarisnya agar menyiapkan dokumen kerjasama ini.
Willian bahkan memberinya pekerjaan sebagai sopir anaknya. Setelah menandatangani perjanjian itu, Fiona pergi. Sementara Wilson masih menunggu bosnya di kantor.
Willian juga menghubungi pihak bank agar memblokir kartu tabungan milik anak-anaknya saat ini. Dia ingin membuktikan pada Rafael bahwa dia serius dengan ucapannya. Jika Rafael melawannya maka dia akan menderita karena uang.
Hidupnya tidak pernah kekurangan uang selama hidupnya. Sekarang, setelah fasilitas diblokir apakah dia masih bisa bertahan menjadi orang miskin? Willian mengenali putranya, dia anak yang manja. Tentu akan mengalami kesulitan ketika itu terjadi.
Di sisi lain, Ruben datang ke ruangan Rafael dan mendapati pria itu dengan penampilan yang kusut. Ruben diselimuti rasa penasaran. Oleh karena itu, dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya, “Kamu ada masalah?”
“Ya.” Rafael menanggapinya dengan dingin.
“Masalahnya apa?”
“Papaku menolak hubunganku dengan Nadine dan menjodohkan aku dengan wanita pilihannya.” Rafael akhirnya membuka suara setelah terdiam dengan waktu yang lama.
"Aku mengerti.” Ruben mengerutkan bibirnya sebelum dia berkata, “Kita ke mall, yuk. Kamu akan tetekan jika di sini terus.”
“Baiklah.” Rafael bangkit sebelum dia pergi bersama Ruben. Dia tidak ingin membebani pikirannya hanya dengan gertakan ayahnya.
Suasana mobil pun menjadi hening ketika Rafael tenggelam dalam pikirannya sedangkan Ruben berfokus pada stir kemudi dan jalan yang mereka lewati.
Hanya terdengar suara bising yang samar dari luar jendela. Rafael memiringkan tubuhnya saat tatapannya beralih ke pemandangan luar jendela. Dia mendapati jalan yang dipadati oleh kendaraan. Ditambah lagi suasana yang terik hari ini karena cerah.
Namun, cerahnya hari bukan berarti cerah hatinya. Dia merasa tidak nyaman saat ini. Perkataan ayahnya terus tergiang di pikirannya saat ini. Bagaimana dia harus menyampaikan ini pada Nadine? Bagaimana reaksi Nadine setelah mendengarkan ini?
Kepalanya berkedut ketika rasa sakit tiba-tiba muncul. Dia menghela nafasnya beberapa kali untuk menenangkan dirinya. Dan mencoba menepis bayangan itu dari pikirannya.
Tidak lama kemudian, mobil memasuki parkir mall ketika mereka telah tiba.