Di sisi lain, Rafael melamar Nadine secara langsung tetapi Wanita itu menolaknya karena alasannya kariernya masih cemerlang. Meskipun Rafael mendesaknya tetapi Wanita itu tetap meminta Rafael untuk menunggunya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain mengangguk tanpa daya.
Malam sudah larut, Rafael pamit kemudian. Dia melebarkan langkahnya saat dia berjalan ke mobilnya. Suasana hening di dalam mobil hanya terdengar jarum jam yang berdetik. Hatinya sedang tidak baik saat ini.
Sementara, Fiona menatapnya dalam diam. Dia mengerutkan bibirnya saat dia ingin bertanya tetapi dia menelan pertanyaannya Kembali.
Setelah beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah. Fiona tiba-tiba lupa mengembalikan kunci mobil saat dia ingin pulang. Oleh karena itu, dia kembali dan menyerahkan kunci itu.
Namun, dia menabrak Kevin ketika dia terburu-buru. Keduanya terjatuh di tanah ketika mereka tertegun. Kevin dengan segera bangkit sambal mengulur tangannya, “Sini, aku bantu.”
Mata Fiona menatap uluran tangan pria itu. Dia mengangguk sebelum meraihnya. Begitu dia berdiri dia berkata, “Terima kasih. Permisi, saya mau pulang.”
Kevin mengangguk. “Iya.”
Fiona merasa tersentuh dengan perlakuan Kevin.
Di perjalanan pulang ke rumah, dia menerima pesan dari Pamannya bahwa dia telah kembali. Fiona menyeringai dengan senang. Itu artinya, dia tidak perlu menggantikannya lagi, bukan?”
Begitu dia membuka pintu, dia disambut oleh pria paruh baya dengan senyuman yang ceria di wajahnya. Dia bergumam dengan senang, “Paman, mengapa tidak menelponku? Aku bisa menjemput Paman.”
Wilson melambaikan tangannya saat dia berkata, “Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong terima kasih sudah menggantikan pekerjaan Paman. Besok Paman akan kembali bekerja. Oh ya, Bagaimana sikap Rafael terhadapmu?”
Fiona mengerutkan bibirnya sebelum dia berkata dengan kesal, "Dia menyebalkan pastinya.”
“Aku senang mendengarkannya.” Fiona mengangguk dengan gembira.
Mata Wilson melirik sesuatu yang ditenteng oleh Fiona saat ini. Dia bertanya sambil menggerakan bibirnya, “Apa itu?”
“Oh, ini makan malam kita. Mari makan.” Fiona mengangkat bungkusan itu saat dia berbicara. Setelah itu, dia meletakkan bungkusan itu di atas meja dan mengambil peralatan makan untuk mereka berdua.
Di sisi lain, Rafael dilemma dengan ucapan sang kekasih ketika keluarganya sedang makan malam bersama. Melihat putranya tidak ikut makan malam, Sheryn memberi intruksi pda pelayan, “Panggilkan Rafael untuk makan malam.”
“Baik, Nyonya.” Pelayan pergi setelah mengangguk.
Rafael yang sedang tenggelam dengan pemikirannya tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, “Tuan Muda, Tuan Besar menunggu Anda makan malam.”
“Iya.” Rafael menyahutinya. Begitu dia keluar, pelayan sudah pergi. Pria itu segera melangkah ke ruang makan dan ikut makan bersama. Setelah beberapa menit kemudian, makan malam itu berakhir.
Mereka berkumpul di ruang tamu setelah itu. Suasana tegang menyelimuti ruangan itu ketika Tuan Besar Willian berkata dengan tegas, “Papa tidak merestui hubungan kamu dengan putri Carderyck Algio. Apa kamu paham?”
“Tapi pa…” Rafael ingin mengatakan sesuatu tetapi Tuan Besar menyela dengan cepat. “Kamu mau bilang bahwa kamu mencintainya?”
“Iya.” Rafael membenarkan ucapan ayahnya.
“Hah! Tau apa kamu tentang cinta? Kamu tau kan? Carderyck Algio itu adalah saingan bisnis Papa. Apa kamu ingin menghancurkan Papamu?” Willian berkata dengan dingin saat dia mencibir.
Rafael menunduk kepalanya ketika dia merasa enggan menghadapi ayahnya. Dia memang sudah tahu bahwa pria yang bernama Carderyck Algio itu adalah saingan ayahnya. Tetapi mengapa hubungan mereka yang menjadi sasarannya.
Rafael mencintai gadis itu. Dia tidak ingin menikah dengan orang lain. Namun, ayahnya melarangnya berhubungan dengan Nadine. Dia tidak tahu mengapa ayahnya itu begitu mementingkan bisnis dari pada kebahagiaannya.
Ruangan itu menjadi hening dalam waktu yang lama sebelum Willian berkata untuk memecahkan keheningan, “Papa akan mencarikan seorang gadis untuk kamu.”
Rafael menatap Sheryn ketika dia meminta dukungannya tetapi wanita itu tidak berdaya. Pasalnya, dia tidak bisa membantah suaminya. Lagi pula, dia tidak ingin kehancuran pada keluarganya. Willian sudah menjelaskan siapa Carderyck Algio itu. Jadi dia hanya bisa mematuhi perintah suaminya.
Wanita tua itu hanya tersenyum canggung ke arah putranya yang duduk di ujung sofa saat ini. Dia kemudian menggeleng untuk memberikan syarat padanya. Tidak ada yang berani berpihak padanya saat ini.
Rafael bangkit tanpa mengatakan sepatah kata pun sebelum dia pergi. Willian menggeleng saat dia mendapati tindakan putranya. Dia tetap pada keputusannya. Apa yang dia lakukan ini demi kepentingan bersama. Apakah Rafael tidak melihat itu?
Willian menggepalkan tinjunya dengan erat ketika dia mengingat musuhnya yang sedag menertawakannya jika dia tidak bisa mencegah putranya menikah dengan Nadine. Dia tidak akan membiarkan itu terjadi.
Di kamar, Rafael berteriak marah tetapi tanpa suara. Dia merasa tertekan dengan perkataan ayahnya. Bagaimana bisa dia mengatur hidupnya? Dia bukan Rafael kecil lagi tetapi dia sudah dewasa dan berhak menentukan pilihannya.
Wilson kembali bekerja besok harinya. Dengan begitu, tugas Fiona pun selesai. Fiona bergegas ke sebuah kantor untuk menyerahkan berkas lamaran tetapi kemalangan menimpanya ketika dia dikejar debt kolektor.
“Akhirnya kau kutemukan.” Derai tawa terdengar saat seorang pria mencengkeram tangan Fiona.
Fiona tersentak karena terkejut. “Lepaskan aku!” Dia memelototi pria itu ketika dia berjuang untuk melepaskan dirinya sebelum dia berteriak untuk mencari bantuan, “Tolong… Tolong…”
Pria itu tampak mengerikan saat dia tertawa dengan sorotan matanya yang jahat. “Apakah kau pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja sebelum melunasi hutang ayahmu? Hem? Tidak sama sekali! Apakah kau dengar? Haha.”
Jalanan terlihat sangat sepi saat ini ketika para warga sibuk dengan aktivitas mereka. Fiona merasa tidak berdaya ketika dia tidak bisa melarikan dirinya karena cengkeraman kuat pada pergelangan tangannya. Dia hanya bisa berdoa di dalam hatinya saat ini. Melihat Fiona yang berhenti bergerak membuat kedua pria itu mengendurkan cengkeramannya.
Detik berikutnya, suara teriakan pria itu terdengar. “Aaa…”
Salah satu di antara mereka meringgis kesakitan sambil memegang bagian itu dengan gerakan spontan. Pasalnya, Fiona melayangkan tendangannya ke arah depan pria itu. Di berteriak marah saat dia berbicara, “Gadis jalaang! Berani sekali kau menendangku!”
Selain menendangnya, Fiona juga telah menginjak kaki pria itu dengan sepatu tingginya. Temannya yang lain tercengang sebelum dia mendengar sebuah intruksi dari bosnya, “Cepat kejar dia! Jangan biarkan dia lolos!” Dia membuat gerakan bibirnya saat dia memberikan intruksi.
“Baik, bos.” Pria itu mengangguk sebelum mengejar Fiona.
Fiona terengah-engah saat dia berlari dari kejaran para rentenir itu. Dia berhenti sesaat ketika dia menemukan sebuah taman untuk beristirahat di balik bunga bonsai.
Dia merasa sedikit lega ketika dia bisa menghilangkan lelahnya. Kemudian, dia bersandar dengan posisi sembarang. Tiba-tiba dia mendengar suara seseorang yang menyebutkan ‘Gadis cantik kau di mana. Keluarlah!’
Fiona kembali membenarkan posisi duduknya dan membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika para penjahat itu menemukannya sekarang. Apa yang akan mereka lakukan padanya?