Cemburu

3204 Words
Mathew tertawa. “Fiona, kau tidak perlu mencari alasan lagi. Bahkan jika kamu sudah memiliki suami, kamu masih bisa menceraikannya dan aku akan menyayangimu lebih dari dia. Aku harap kamu akan mempertimbangkan diriku!” “Maaf, aku benar- benar…” Fiona menolaknya sekali lagi. Tatapannya merosot dan dia terdiam. Mathew memecahkan keheningan dengan tertawa. “Fiona, apakah kamu kehabisan ide untuk menolakku? Kenapa kamu tidak…” “Betapa semangatnya kalian pagi ini,” suara dingin terdengar dari belakang. Mathew tertegun dan menoleh ke belakang. Dia melihat pria yang berstelan jas dengan rapi tetapi wajah tampannya terlihat datar. “Apa yang kau katakan tadi? Aku ingin mendengarnya juga,” pinta Rafael. Mathew tertawa dan berkata, “Presdir Rafael, aku meminta Fiona untuk menjadi kekasihku tetapi dia menolaknya. Dia bilang kalau dia sudah menikah tetapi aku tidak percaya dengan hal itu buktinya suaminya tidak pernah datang ke sini untuk menemaninya pada acara yang dibuat oleh perusahaan. Kurasa dia terpaksa berbohong padaku demi menolak cintaku. Presdir Rafael, dapatkah kau membujuknya untuk menerima cintaku?” Mathew tidak menyadari ekpresi Rafael yang kesal saat dia terus mengoceh dengan gembira. Fiona merasa tidak nyaman dengan kondisi ini. Dia menarik-narik kemeja Mathew. “Fiona, ada apa? Apakah kau menerima perasaanku?” Mathew menatapnya dengan bingung. Fiona tidak berkata apa-apa tetapi dari tindakannya sebagai sinyal agar Mathew bisa berhenti bicara omong kosong tetapi dia tidak bisa memahami tindakan Fiona. Ekspresi Rafael semakin dingin saat dia menyaksikan interaksi di antara keduanya. "Bagus sekali!" Setelah berbicara, dia berbalik dan pergi. “Apa yang dimaksud dengan Presdir Rafael?” Mathew menjadi semakin bingung. Sementara Fiona mengupat di dalam hatinya. Dia harus menanggung sebagian besar konsekuensi dari tindakan bodoh Mathew. Memikirkan itu, dia merosot ke dalam kursinya. “Fiona, kamu belum menjawab pertanyaanku. Apakah kamu menerima perasaanku,” Mathew terus mendesak jawabannya. Ketik Fiona hendak menjawabnya, ponsel semua orang berbunyi bip. Mereka semua memeriksa ponsel mereka masing-masing. Di grup obrolan perusahaan, si presdir sulit dipahami, Rafael, tiba-tiba mengirimkan pesan. “Mulai hari ini dan seterusnya, dilarang berhubungan dekat antar karyawan!” “Hah? Tidak boleh berhubungan dekat?” “Apakah dia harus begitu egois?” Suasana di antara karyawan langsung muram. Mathew juga tercegang karena dia merasa aturan baru itu berkaitan dengannya. Seharusnya tidak begitu… Lagi pula, apa yang telah dia lakukan? Mathew merasa tertekan, tetapi Fiona langsung menemukan alasannya. Dia tersenyum pada Mathew. “Maaf, aku tidak bisa menerimamu. Peraturan perusahaan mengatakan bahwa kita tidak diperbolehkan berhubungan dekat.” Alasan itu benar-benar kuat dan dia berkata dengan penuh keyakinan, membuat Mathew tidak bisa berkutik. Setelah menyelesaikan masalah Mathew, Fiona menghela nafas lega, dan akhirnya mendapat mood untuk mempelajari gambar desainnya. Sebagai seorang desainer interior, dia telah bertemu banyak klien yang sulit, tetapi kali ini dia mendapatkan klien yang lebih sulit lagi. Klien ini akan segera menikah dan pengantinnya ingin mendesign sendiri kamar barunya. Setelah melakukan diskusi mengenai keinginan, membuat banyak rancangan yang selalu ditolak, Di ruangannya Fiona, sibuk memperbaiki desain yang diminta oleh kliennya. Ini bukan pertama kalinya, kliennya meminta untuk dirancang ulang tetapi ini sudah 10 kalinya. “Fio, klienmu kali ini sangat sulit. Mengapa kau tidak membatalkan saja?” Ucap rekan di sebelahnya. Fiona mendengus, “Aku tidak punya pilihan lain. Klien selalu benar.” Setelah beberapa jam berlalu, Fiona menyelesaikan rancangan barunya dan mengirimkan pada klien itu. Lalu dia mengemasi barang-barang sebelum waktunya pulang. Tiba-tiba sebuah notif muncul. Itu bunyi pesan dari email. “Ini harus didesign ulang.” Fiona cemberut dan menggertakan giginya karena kesal. Memperbaiki design adalah hal yang normal, tetapi dia baru mengirimkannya 5 menit yang lalu. Bagaimana itu bisa terjadi? Dia pasti sengaja melakukannya. Fiona adalah manusia biasa dan akan marah saat dia dipermainkan. Saat dia hendak memberitahukan untuk mencari designer lain, tiba-tiba sebuah pesan masuk dari klien itu. “Lupakan saja. Kemampuanmu terbatas, aku akan menemui untuk diskusi pada jam 5 sore di café dekat dengan kantormu.” Fiona langsung menyetujuinya. “Oke.” Karena klien yang memina untuk bertemu maka Fiona mencobanya sekali lagi. Jika kliennya masih tidak cocok dengan designnya maka dia tidak akan melanjutkannya. Jam sudah menujukan 4.30. Fiona berkemas-kemas untuk menemui klien sebentar lagi. Lalu dia turun kelantai bawah. “Fiona.” Gadis itu kebingungan dengan sikap keras kepala Mathew. Sepertinya, Mathew sudah menunggunya di pintu masuk perusahaan. Apakah dia tidak memahami juga dengan penolakan yang diberikan oleh Fiona padanya? Mathew menggertakan giginya dan berkata dengan serius, “Fiona, aku menyukaimu dan aku sudah memikirkan ini. Jika kamu bersedia menerimaku, maka aku akan mengundurkan diri dari perusahaan ini.” Fiona tercegang. Dia berpikir bahwa kebijakan perusahaan bisa menghentikan tindakan Mathew tetapi dia tidak menyangka kalau Mathew membuat keputusan ini dengan konyol. Keseriusan seperti itu layak mendapat tanggapan yang serius. Fiona sesaat sebelum dia berkata, “Mathew, aku sudah memiliki suami dan itu benar-benar adanya.” Mathew tertegun. "Kamu ... Apa kamu mengatakan yang sebenarnya?" Fiona mengangguk. "Itu benar. Aku sudah menikah selama 1 tahun.” Fiona sangat mencemaskan dokter Adit. Bahkan, dia berlutut memohon pada orang tua Adit bahwa dia tulus bukan karena harta. Dia hanya ingin melihat Adit saja. Namun, sayangnya yang dia dia dapatkan hanyalah sebuah ejekan. Kemudian dia diusir dari rumah sakit. Seolah-olah keadaan lebih buruk kehadirannya. Tiba-tiba ayahnya dirawat di rumah sakit karena serangan jantung mendadak. Dokter yang menangani Wilson menyatakan bahwa Pamannya harus melakukan perawatan secara intensif. Sekarang Fiona bingung harus melakukan apa. Satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah memikirkan cara mendapatkan uang untuk biaya pengobatannya. Ketika orang tuanya meninggal, dia masih remaja. Pamannya mengasuhnya seorang diri namun, saat ini Pamannya tidak bekerja lagi. Oleh karena itu, pada saat penyakit jantung menyerang Pamannya secara mendadak, Fiona merasa cemas dan takut. Fiona tidak memiliki siapa-siapa selain Pamannya saat ini. Pada akhirnya, dia menyibukan diri untuk mencari uang pengobatan Pamannya. Dia bahkan menjual rumah yang mereka tempati, tetapi uang itu belum cukup. Tentu saja masih jauh dari biaya pengobatan Pamannya. Oleh karena itu, dia melepaskan harga dirinya. Nyonya Algio melemparkan uang sejumlah $1 juta ke lantai. Wanita itu memperingatkan Fiona agar tidak pernah menghubungi Adit lagi. Fiona tidak punya pilihan lain selain memungut uang yang berserakan di lantai. Semua itu dia lakukan untuk menyelamatkan ayahnya. Pada saat itu, Nyonya Sheryn datang padanya. Rafael telah mengalami banyak masalah. Seorang peramal mengatakan bahwa dia akan menjalani tahun yang berbahaya. Untuk melewati tahun itu, dia harus menikahi seseorang yang karakter cocok. Akhirnya wanita tua itu mempertahankan keberadaan Fiona di keluarganya. Gadis itu bersedia mengurungkan niatnya untuk tidak bercerai dengan Rafael dengan syarat keluarganya mau membayar tagihan medis Pamannya. Setelah semuanya berlalu, Fiona mendengar kabar Adit Algio yang sudah bertunangan dengan Laura. Bahkan, mereka akan segera menikah. Awalnya Fiona bertekad untuk melupakan Adit Algio tetapi melihat mereka, hatinya menjadi perih. Dia dibayangi oleh sikap perhatian Adit Algio padanya dulu tetapi sekarang semua itu sudah hilang. Pria itu tidak mengingatnya sama sekali. Diam-diam Fiona mengepalkan tangan dan berkata dengan tenang. “Aku berharap yang terbaik untuk kalian berdua.” Laura menyeringai pada Fiona. “Apa? Berharap? Aku akan memberimu hadiah sebagai ucapan terima kasihku atas doamu.” Sebelum sempat Fiona menjawab, Laura mengambil cangkir teh dan menuangkan ke kepala gadis itu. Cairan itu menetes mengaburkan pandangan Fiona. Dia mengusap wajahnya dan melototi Laura dengan marah dan siap untuk mengatakan sesuatu. Tetapi Laura berteriak. “Kamu keterlaluan! Aku tidak percaya dengan wanita tidak tahu malu seperti ini.” Mendengar suara teriakan Laura, Adit langsung bergegas masuk ke dalam café itu. Dia melirik Fiona sebelum menatap Laura dan bertanya, “Laura, ada apa?” Laura gemetar dengan marah. “Adit… Aku merasa wanita ini terarik padamu barusan, jadi aku menyuruhmu menunggu di luar agar tidak mempermalukannya. Setelah kamu pergi, dia benar-benar mengakui dan ingin mengejrmu. Aku katakan kepadanya bahwa dia telah bertunangan, tetapi dia mengatakan bertunangan belum tentu menikah. Bahkan, jika kita sudah menikah, kita bisa bercerai. Aku merasa sangat marah, jadi aku menuangkan teh padanya. Apa aku salah?” Setelah dia mengatakan itu, dia menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Adit Algio dan mulai menangis. Adit menepuk punggung Laura untuk menenangkannya. “Kamu bukan orang yang jahat. Kamu tidak salah, kamu melakukan hal yang benar.” Fiona menggertakan giginya dan berkata untuk membela dirinya. “Dia bohong! Aku tidak mengatakan apapun tentang itu.” Laura meliriknya dengan sinis dan berkata dengan lesu. “Maksudmu, aku menuduhmu?” “Menurutmu? Aku tidak perduli dengan statusmu.” Fiona berkata dengan dingin. Laura menatap Adit dengan manja. Seolah-olah dia korban dari sikap Fiona. Dia berkata dengan sedih, “Adit, dia masih tidak mau mengakuinya!” Pria itu tidak bisa menahan perasaan kasihan pada Laura saat dia menatapnya. Dia berbalik menatap Fiona dan menatapnya dengan dingin. “Nona Fiona, aku ingin kamu minta maaf dengan Laura.” Fiona membalas tatapannya dengan dingin. “Tidak. Kamu mau apa?” "Jika kamu tidak mengatakan itu, mengapa aku bisa menyirammu dengan teh? Apakah kamu pikir aku orang gila?” Laura terus memojoknya. Fiona sudah berjanji pada orang tua Adit untuk tidak mengungkit masa lalunya dengan Adit. Fiona tetap bersikeras untuk tidak meminta maaf. Dia tetap diam dan memandang mereka dengan dingin. “Nona Fiona, aku memberimu kesempatan terakhir untuk meminta maaf dengan Laura.” Adit berkata dengan dingin. Tatapan Fiona semakin dingin. Dia menyeringai tajam ke mata Adit. “Jika kamu tidak percaya itu hakmu! Tapi aku tidak mengatakan hal itu pada tunanganmu.” Mata itu.. Adit tercegang dengan tatapan dingin Fiona. Dia merasa mata itu tidak asing baginya tetapi mengapa dia tidak bisa mengingat wajah gadis di depannya. Apakah mereka pernah berttemu sebelumnya? Adit terdiam setelah melihat tatapan Fiona. Melihat ekpresi Adit membuat Laura segera menghentikan pria itu agar tidak mengingat Fiona. “Sayang, kamu baik-baik saja, kan?” Adit kembali ke akal sehatnya. Dia menatap wajah Laura dan tersenyum padanya. Saat dia tersadar dari kecelakaan, orang yang dia lihat saat membuka matanya adalah Laura. Tentu saja, dia akan menikah dengan Laura dan hidup bahagia dengannya. Pandangannya beralih ke Fiona dan berkata dengan dingin. “Tentu saja. Aku tidak akan percaya padamu. Kamu bukanlah tunanganku.” Adit tidak memiliki ekpresi apapun saat dia menatap Fiona. Bahkan hanya ada sedikit rasa jijik dalam tatapannya. Fiona membeku dan menyembunyikan rasa sakit di bawah tatapannya yang dingin. Dia berkata dengan dingin. “Tidak. Aku tidak akan melakukannya.” Adit mencibir. “Minta maaf sekarang juga! Jika tidak aku akan…” “Akan apa? Katakan! Seorang laki-laki, hanya bisa menganiaya seorang wanita. Apakah kau tidak malu?” Suara dingin tiba-tiba terdengar. Adit tercegang. Saat dia berbalik, dia melihat Rafael berdiri di belakangnya dengan auranya yang dingin. “Rafael?” Pria itu menatap Fiona yang linglung. Dia berjalan melewati Adit dan Laura. Matanya menyeringai dingin ke arah Fiona dan berteriak. “Dasar bodoh! Apa kau tidak tahu bagaimana cara mengelak saat seseorang menumpahkan sesuatu padamu?” Fiona tercegat dan berkata dengan lembut. “Aku… Tidak punya waktu untuk menghindar…” “Bagus sekali. Dasar bodoh! Lalu apa kau tahu bagaimana caranya membalas dendam?” Rafael mengertakan giginya karena geram. Tiba-tiba dia mengambil cangkir teh di depan Fiona dan menyiramkan ke wajah Laura. Laura menjadi basah kuyup dan berteriak dengan marah. “Rambutku! Aku merawatnya dengan susah payah! Pakaianku…” Dia membersihkan pakaiannya dengan serbet. Rafael menatap tajam Fiona sambil berkata, “Apakah kau melihat itu? Begitulah caranya menyiram seseorang!” Fiona tersenyum dan bekata dengan senang. “Ya, aku melihatnya.” Fiona mengerutkan keningnya ketika melihat perilaku suaminya yang aneh belakangan ini. Meski awalnya, Rafael sudah mengajukan perceraian dengan Fiona ketika dia keguguran dan pria itu memberikan kompensasi untuk itu. Fiona langsung menolaknya karena menurutnya itu sangat sedikit tetapi ketika dia memikirkan kembali, dia tersadar bahwa Rafael tidak akan pernah mencintainya jadi, untuk apa lagi mempertahankannya. Bukankah perceraian itu adalah solusi terbaik? Oleh karena itu, Fiona menyetujuinya tanpa meminta kompensasi dan yang mengejutkannya adalah ketika Rafael menolak perceraian itu. Fiona tidak tahu harus bereaksi bagaimana saat itu? Haruskah dia bahagia? Atau haruskan dia bersedih? Apa yang diinginkan pria itu? Mengapa dia malah membatalkan perceraian itu? Fiona menghujani dirinya dengan banyak pertanyaan. Pria yang bernama Rafael itu sangat aneh dan sulit diduga. Itu suaminya, dia tidak pernah berkata lembut padanya. Sayangnya, ketika Rafael mencintainya, dia malah mencintai pria yang lain. Dalam hal ini, Rafael akan merahasiakan cintanya pada Fiona. "Nyonya kita ke mana?” Sang sopir melontarkan pertanyaan pada Fiona dengan sopan. Fiona melirik pria itu ketika dia menjawab. "Kita ke mall.” Setelah memikirkan sesesuatu, akhirnya dia mengakuinya. “Bawa saja aku ke toko perhiasan terbaik.” “Baik, Nyonya.” Pria itu mengangguk dan mengembudi ke alamat yang dituju. Keheningan menyelimuti suasana mobil itu selama beberapa menit sebelum mobil itu memarkir ke halaman mall tidak lama kemudian. Pria itu segera turun untuk membuka pintu mobil untuk sang majikan. “Nyonya, silahkan.” Dia berkata dengan ramah pada Fiona. Wanita itu mengangguk ketika dia turun dari mobil. “Terima kasih,” ucapnya setelah itu. Pria itu membungkuk dengan hormat dan membiarkan sang Nyonya melangkah seorang diri ke mall. Sang sopir menunggu majikannya di mobil sedangkan wanita itu memasuki salah satu pusat perbelanjaan yang menjual banyak perhiasan. Pegawai toko menyambut wanita berkelas itu dengan hangat. Melihat betapa bimbangnya dia, salah satu pegawai pun datang melayaninya dan berkata, “Nyonya, perhiasan seperti apa yang kamu inginkan? Apakah ada yang bisa saya bantu?” “Perhiasan apa yang terbaik di sini?” Fiona menjawab dengan cepat. Jika dia membeli perhiasan untuk dirinya sendiri, bahkan dia tidak akan melirik perhiasan yang harganya di atas lima digit. Namun, Fiona memikirkan ancaman Rafael tadi pagi. Dia tidak punya pilihan selain memilih sesuatu yang mahal. "Terbaik?" Mata petugas itu berbinar ketika dia mengharapkan akan adanya transaksi yang mahal. “Tolong beri aku waktu sebentar.” Dengan begitu, pegawai toko itu mengeluarkan 3 jenis perhiasan dengan cepat. Pegawai itu mulai memberi penjelasan, “Kalung ini terbuat dari safir merah terbaik, dan diukir oleh master internasional terbaik. Ini adalah perhiasan yang terbaik di dunia baik itu dalam pengerjaannya dan material. Harganya $ 2 juta.” Fiona tertegun beberapa detik sebelum dia bereaksi. “$ 2 juta!” Dia tidak percaya pada nominal harga yang baru saja dia dengar. Bagaimana bisa kalaung kecil seperti itu bisa bernilai $ 2 juta? Senyum di wajah pegawai toko itu langsung sirna. Apakah dia sudah salah menilai dengan daya beli wanita yang berdiri di depannya ini?” “Bagaimana dengan dua perhiasan lainnya?” Fiona terus bertanya meskipun dia terkejut dengan harga kalung tadi. “Ini gelang dengan full mutiara di seluruh permukaan gelang ini. Harganya $3 juta,” jawab pegawai itu. Dia merasa Fiona hanya ingin tahu dengan harga perhiasan itu saja. “Jika begitu, maka...” “Ketika perhiasan ini adalah yang terbaik di toko kami. Jika kamu tidak membelinya, maka aku harus mengembalikan ketika perhiasan ini ke tempatnya,” ucap si pegawai dengan dingin. Fiona mengerutkan kening. Dia ingin membeli semuanya tetapi dia ingin tahu lebih banyak sebelumnya. Namun, sikap pegawai itu membuatnya tidak senang. Fiona hendak mengatakan sesuatu. Tiba-tiba dia mendengar suara yang mengejek. “Oh, bukankah itu Fiona? Apakah kamu di sini untuk melihat perhiasan juga?” Dia melihat Laura mengamit tangan Adit ketika dia menoleh. Pria itu menatapnya dengan dingin. Mereka kembali dipertemukan. Fiona merasa bingung dengan situasi ini. “Hai, Mr. Algio dan Miss Laura.” Pegawai toko itu mengenali mereka berdua dan memberikan mereka senyuman yang ramah. “Kalian berdua di sini untuk membeli perhiasan pernikahan, ya kan?” Laura melihat ke rak etalase dan kalung safir merah itu terlihat bagus. “Miss Laura, kalung ini cocok denganmu.” “Tunggu! Kalung ini ditawarkan lebih dulu padaku.” Fiona menyela dengan cepat. Meskipun pegawai toko itu membuatnya tidak nyaman tetapi dia tidak ingin merepotkan dirinya untuk mengunjungi toko yang lain. Dia berniat untuk membeli ketiga perhiasan itu. “Kau!” Laura menatapnya dengan sinis. “Bisakah kau membelinya?” Wanita itu lalu menyeringai dingin sebelum dia mengejeknya. “Ah, aku tahu. Itu pasti karena kamu ingin membeli hadiah perpisahan dari Rafael ya, kan?” Adit tanpa sadar mengernyit pada wajah kaku. Dia terlihat tidak nyaman dengan itu. “Laura, tidak apa-apa. Karena dia datang lebih dahulu, kita akan menunggu giliran kita.” Ekpresi Laura segera cemberut ketika dia melihat Adit yang kesal. Wanita itu pun memegang lengan pria itu dengan mesra dan merengek, “Adit, dia pernah menghinaku sebelumnya dan bahkan membuat Rafael menyiramku dengan secangkir teh. Aku masih merasa kesal dengan itu!” Pria itu menekan amarahnya ketika dia melihat Laura yang murung maka dia menghiburnya. “Sudahlah, lupakan saja!” Kilatan kegelisahan melintas di mata Laura. Bukankah Adit telah melupakan Fiona, tetapi mengapa dia membelanya saat ini? Mungkinkah dia... tidak! Dia masih hilang ingatan. Laura sudah memastikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa Adit telah melupakannya tetapi mengapa pria itu membelanya sekarang? Tidak mungkin ingatannya kembali! Laura menyukai Adit selama nertahun-tahun dan tidak akan membiarkan Fiona menjadi ancaman untuknya. Oleh karena itu, dia berusaha menghancurkan citra Fiona di hati Adit. Dia segera tersenyum. “Adit, hanya saja aku menyukai kalung safir merah ini. Aku merasa kalung ini sangat cocok dengan gaun pengantinku. Kau tahu betapa pentingnya pernikahan bagi seorang gadis, ya kan? Aku...” Adit mendesah dan menatapnya dengan lembut. “Tunggu.” Dia berjalan ke arah Fiona dan bertanya dengan tenang, “Nona Fiona, Laura sangat menyukai kalung biru itu. Apakah kamu bersedia melepaskan perhiasan itu?” Fiona mencengkeram tasnya erat-erat dan membalas tatapan Adit. “Pernikahanmu...” “Pernikahan kami akan diadakan bulan depan. Laura sangat menyukai kalung itu. Bisakah kamu membantu kami?” Adit memohon dengan sangat sopan. Perasaan Fiona berkecamuk. Mereka saling berjanji satu sama lain bahwa mereka akan menikah begitu dia bercerai dengan Rafael tetapi sekarang dia berdiri di depannya dan mengatakan bahwa di akan menikah dan dia bukan pengantin wanitanya. Pada saat itu juga, Fiona kehilangan keinginannya untuk memiliki perhiasan itu. Pria itu memanggilnya, “Fiona?” Fiona mengerutkan bibirnya sebelum berkata dengan lembut, “Aku tidak menginginkan kalung itu lagi. Adit semoga kau bahagia.” Adit tercegang ketika mendengar betapa tegasnya perkataan Fiona. Pria itu pun mengangguk. “Terima kasih.” Adit pun segera membayar kalung itu lalu memberikannya kepada Laura. Wanita itu tersenyum penuh kemenangan ketika dia menjinjikan kakinya untuk memberikan ciuman di pipi Adit. “Sayangku, kau pria terbaik.” Gerakan mesra Laura tiba-tiba membuat pria itu tercegang. Dia tidak bisa melihat ekpresi Fiona saat matanya mengarah ke bawah. Tubuhnya yang kurus tampak sangat rapuh saat itu. Hatinya tiba-tiba terasa perih. Dia tidak tahu mengapa dia tanpa sadar mencuri pandang ke arah Fiona, dan mengapa hatinya tiba-tiba terasa perih. Tatapan pegawai toko mengarah pada Fiona yang telah kehilangan minat untuk membeli apa pun dan hanya ingin segera pergi dari toko itu. “Nona, bagaimana dengan dua barang lainnya?” Fiona berkata dengan lembut sebelum dia pergi, “Aku tidak menginginkannya.” Pegawai toko langsung mencibir sebelum berkata pelan, “Akui saha bahwa kau miskin. Kammu tidak perlu berpura-pura kaya.” Meskipun, Fiona mendengar apa yang dikatakan pegawai toko, dia mengabaikannya. Dia hanya ingin pergi secepat mungkin. Adit menyipitkan matanya ketika dia memandangi punggung Fiona. Ekpesi Laura berubah suram ketika sudut matanya mengikuti arah mata Adit. Meskipun, dia telah melupakannya, mungkinkah dia secara tidak sadar menaruh hati padanya? ‘Aku tidak akan membiarkanmu merebut Adit lagi.’ Meskipun tidak ada yang memperhatikannya, Laura menghampiri pegawai dan membisikan sesuatu padanya. “Nona, aku...” Pegawai itu ragu-ragu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD