MAHASISWI BARU

1011 Words
Tatiana tiba di kampus di sambut Mikhaila. Mereka memang memiliki cita- cita yang sama untuk menjadi seorang dokter. Saat melihat Tatiana, Mikhaila langsung memeluk dengan erat. "Aku kira, kau tidak jadi kuliah di sini, Tatia. Aku senang semalam kau menelponku. Eh, ngomong- ngomong semua yang kau pakai baru? Ponselmu juga ... hmmm istri konglomerat yaaa," goda Mikhaila. Tatiana menghela napas panjang dan mengembuskan nya perlahan. "Semua pakaianku tidak ada yang aku bawa, Kha. Bahkan sampai dalaman pun istri Hans yang menyiapkan. Aku memang seperti seorang Putri. Seharian aku berada di kamar. Apa yang aku mau sudah tersedia. Bahkan, istri Hans itu memperlakukan aku dengan baik. Tapi, hidupku rasanya bagai di sangkar emas Kha. Aku masih ingin bebas menikmati masa- masa mudaku," keluh Tatiana. Mikhaila mengelus punggung Tatiana dengan lembut. Sebagai seorang sahabat , Mikhaila ikut merasakan apa yang Tatiana rasakan. "Sepulang kuliah, bagaimana jika kita ke rumahku? Bunda pasti senang kalau kau datang." "Aku harus izin mas Hans atau Kak Wihelmina dulu. Mereka sudah berpesan , kalau aku harus selalu memberitahu kemana aku pergi. Dan, kau lihat mobil.yang tadi mengantarku? Pak Erwin tidak akan beranjak pergi kemana pun. Dia sudah seperti bodyguardku. Perintah mas Hans jelas padanya. Kemanapun aku pergi dia harus mengantar dan menungguiku. Kalau perlu dan kalau bisa mungkin akan menjadi ekorku, " keluh Tatiana lagi. "Bersabarlah ya, Tia, aku yakin kau pasti kuat. Kau harus kuat. Ingat kau memiliki masa depan." "Masa depan seperti apa, Kha? Sebentar lagi mungkin aku akan hamil, lalu melahirkan. Lalu apa lagi? Semua sudah di ambil secara paksa dariku." "Tatia, semua yang terjadi tidak melebihi kekuatanmu. Aku yakin kau bisa melalui semuanya. Ah, sudahlah kita masuk kelas ya. Sudah siap kan , calon dokter?" Tatiana mengangguk dan tersenyum. Mikhaila memang selalu bisa membuatnya tenang. Tatiana dan Mikhaila menyelesaikan kuliah mereka hari itu. Dengan gembira mereka pun berjalan bersama menuju parkiran. Namun, saking asyiknya mereka bercanda, Tatiana tak sengaja menabrak seseorang. Bruuuk... "Aduuuuh....." Tatiana dan Mikhaila terkejut melihat seorang pemuda di hadapan mereka memunguti buku- bukunya yang jatuh akibat bertabrakan dengan Tatiana. "Maaf.....maaaf. Aku tidak sengaja. Biar kubantu..." Kata Tatiana sambil berjongkok dan ikut memungut buku- buku yang jatuh itu. "Maafkan aku ya, ini buku- bukumu." Kata Tatiana sambil menyerahkan kepada pemuda itu. Pemuda itu tersenyum manis, ia menatap Tatiana dengan lembut. "Tidak apa-apa. Lain kali hati- hati ya. Kalian pasti mahasiswi baru ya? Namaku Galang. Aku mahasiswa dari fakultas hukum semester akhir. Nama kalian?hmmm, maaf itupun kalau boleh." "Aku Tatiana dan ini sahabatku Mikhaila," jawab Tatiana. Galang mengangguk,untuk sejenak ia mengagumi wajah Tatiana yang begitu cantik. Lalu ia pun tersenyum."Baiklah, aku masih ada kuliah siang ini, aku duluan ya. Senang berkenalan dengan kalian," ujarnya lalu beranjak pergi. Untuk sejenak, Tatiana menatap punggung Galang yang berjalan menjauh. Tiba- tiba ia merasakan denyut jantungnya berdebar cepat. Ah, ada apa ini....Tatiana belum pernah merasakan ini sebelumnya. Mikhaila yang melihat semua itu hanya tersenyum, ia langsung tau, bahwa Tatiana jatuh cinta pada pandangan pertama. "Tatiana, hei.....kamu kenapa?" Goda Mikhaila sambil menyenggol tangan Tatiana. Tatiana tersipu malu. "Dia seperti pangeran dalam negeri dongeng, Kha.. seandainya saja....." Tatiana mengeluh dan kembali menghela napas. "Jodoh, tidak akan lari kemanapun Tatia. Jika memang dia adalah jodohmu, maka Tuhan akan menjaganya untukmu." Kata Mikhaila. Setelah mendapatkan izin dari Wihelmina, Tatiana dan Mikhaila pun langsung menuju rumah Mikhaila. Sepanjang jalan, mereka tidak ada yang berbicara. Tatiana tidak ingin jika Erwin banyak mendengarkan cerita mereka lalu melaporkan kepada Hans atau Wihelmina. Cindy menyambut Tatiana dengan gembira. Ia merasa senang Tatiana mau datang. Tempo hari, saat pesta pernikahan Cindy memang tidak sempat bertemu dengan Tatiana di acara resepsi. Karena Tatiana sudah keburu pergi bersama Hans. "Ya ampun Tia sayaang, bunda senang kamu datang. Semalam Mikha bilang, kalian ternyata satu kampus. Syukurlah. Bunda pikir Hans dan Istrinya tidak mengizinkan mu untuk kuliah." Tatiana memeluk Cindy dengan erat. "Tatia rindu, bunda." "Kau sudah mengunjungi Ayah dan Ibumu?" Tatiana menggeleng. Semenjak menikah, dia memang belum pernah mengunjungi orang tuanya. Tatiana masih merasa tidak sanggup untuk bertemu ayahnya. Entah mengapa setiap kali Tatia bertemu dengan sang ayah ia akan merasakan rasa sakit yang begitu perih menyiksanya. Tatiana merasa mungkin ia membenci Darmawan atas segala perbuatan Darmawan kepadanya. "Kau masih marah pada ayahmu, Tatia?" Tanya Cindy. Tatiana mengangguk. "Entahlah bunda. Setiap kali bertemu dengan ayah, rasanya ada rasa sakit di sini Bunda. Ada luka yang menganga tapi, tidak ada darah yang mengalir. Tapi, rasanya begitu perih Bunda. Sakit sekali ..." Ujar Tatiana mulai terisak. Cindy menghela napas panjang. Ia memeluk Tatiana dan membelai rambut Tatiana dengan lembut. "Bunda mengerti perasaanmu. Bunda juga merasa marah pada ayahmu. Tapi, pernikahan yang sekarang ini kamu jalani, adalah pilihanmu Tatia. Saat ini yang kita, kamu bisa lakukan hanya berdoa. Minta Tuhan untuk membantumu. Yang terbaik, Tatia. Minta yang terbaik pada Tuhan, anakku." Ujar Cindy. "Kadang, aku bertanya dalam hati Bunda. Apakah ayah mencintaiku. Apakah aku ini benar-benar anak kandung ayah. Kenapa ayah begitu tega menjualku dulu. Menyuruhku untuk melayani nafsu para lelaki hidung belang itu. Apakah bagi ayah harta lebih berarti daripada aku yang darah dagingnya ini?" "Saat ini, mungkin ayahmu sedang khilaf dan di butakan oleh harta duniawi, Tatia. Kita doakan saja semoga ayahmu sadar ya nak. Oya, kalian udah makan? Bunda baru aja selesai masak rendang daging sapi , gulai daun ubi, sambal teri kacang sama kerupuk udang. Dan ada puding keju favoritmu, Tatia. Kita makan sama- sama ya. Liat ini badanmu, perasaan bunda koq makin kurus aja sih nak." "Bener tu, bunda dia makin kurus liat aja ni. Ketiup angin aja dia bakalan terbang bunda," ledek Mikhaila. Tatiana hanya mencebikkan bibirnya pada Mikhaila. "Sudah,ayo kita makan ya." "Iya bunda, aku juga udah kangen ni sama masakan bunda." "Sudah pamit kan pada suamimu, Tatia?" Tatiana mengangguk. "Wihelmina, istri Hans. Apakah dia memperlakukanmu dengan baik?" "Kami jarang bicara ,bunda. Tapi, dia selalu menyediakan apa yang Tatia butuhkan. Sejauh ini dia baik, Bunda." "Syukurlah kalau begitu. Nah, ayo kita makan. Kamu makan yang banyak ya. Kalau mampir ke sini lagi, bunda mau liat kamu agak berisi ya. Jangan terlalu kurus sepertu ini." Kata Cindy lagi sambil mengisi piring Tatia dengan nasi dan lauk pauk..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD