DIA MASIH SANGAT MUDA

1028 Words
Seakan tak percaya Paramitha menatap layar ponselnya. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Tatiana hamil? Putri kecilnya hamil? Rasanya ingin sekali ia memaki Hans saat itu juga. Astaga, tak bisakan menunda kehamilan? Usia Tatiana belum 20 tahun. Braaaak! Paramitha menggebrak meja membuat Darmawan dan anak- anaknya yang sedang menikmati sarapan terkejut. "Ibu kenapa? Bikin kaget saja, " sahut Cecilia. "Kalian sudah selesai? Jika sudah segera berangkat ke sekolah. Ibu mau bicara dengan ayah kalian." Paramitha berkata. Lebih tepatnya dengan nada sedikit memerintah. Membuat Oktavius dan Cecilia terkejut dan bergegas menyambar tas sekolah mereka dan segera pergi. Paramitha memang jarang sekali marah. Tapi, sekali ia marah, Darmawan sendiri kadang tidak mau ambil resiko untuk berdebat. Darmawan menelan salivanya, menatap punggung kedua anaknya yang bergegas berangkat sekolah ,yang tak sempat mencium tangannya untuk berpamitan. "Ada apa sih Bu? Ibu membaca chat siapa kok langsung marah- marah." Darmawan berusaha tenang menatap Istrinya itu. "Apa Hans itu tidak punya otak?! Istrinya juga tidak punya otak?! Mereka itu manusia atau bukan?!" Paramitha mulai mengoceh. Darmawan yang memang tidak mengerti hanya menggaruk kepalanya. "Bu, Ayah tidak mengerti Ibu ngomong apa. Jelasin dulu baik- baik sama ayah." "Tatiana hamil!" Darmawan terdiam, entah mengapa ia merasa sedih mendengar berita itu. Ia tau, Tatiana sudah menikah dan terlebih dia juga sudah tidak gadis lagi saat menikah, jadi jika sekarang hamil tentunya adalah hal yang wajar sekali. Tapi, entahlah. d**a Darmawan saat ini terasa sedikit sesak. Perlahan ia melonggarkan dasinya,rasanya ia perlu sedikit tanbahan oksigen. "Hans ... apa tidak bisa menunggu untuk memiliki keturunan? Tatiana itu belum genap berusia 19 tahun. Kandungannya masih sangat muda sekali. Jika nanti terjadi sesuatu kepadanya bagaimana?! Sepertinya aku harus menegur Hans." "Sudahlah Bu. Hans itu suami Tatiana sekarang. Apa kau tidak lihat penampilan Tatiana sekarang?Wihelmina bahkan memperlakukan Tatiana seperti ratu. Mulai dari pakaian, uang saku, laptop, tas, sepatu, ponsel. Semua mereka sediakan buat Tatiana. Bahkan kau sendiri dengar kalau setiap bulan Hans tanpa di minta selalu membei uang kepada Tatiana. Dan aku yakin jumlahnya tidak kecil. Dan kalau sekarang dia hamil ya wajar Bu. Dia toh sudah menikah. Aku yakin Wihelmina juga akan menjaga Tatiana dengan baik. Ibu tidak perlu berpikir aneh- aneh." Paramitha menatap Darmawan tidak percaya. Dia merasa kesal sekali. Uang ternyata bisa membeli segalanya. "Ibu liat ayah kalah sekali sama Hans. Kalau memang dia itu baik, tanpa ayah memberikan Tatiana padanya pun dia akan membantu modal untuk ayah. Kok rasanya ibu merasa ayah dan Tatiana menyembunyikan sesuatu ya dari Ibu? Ibu memang sempat sakit yah, sempat tidak bisa bicara. Tapi, indera ibu yang lain tetap berfungsi dengan baik. Ibu tetap bisa melihat dan merasakan." Kata Paramitha dengan tajam. Darmawan terdiam, tidak mungkin ia mengatakan bahwa ia sudah menjual Tatiana. Dan Hans adalah lelaki pertama yang mengambil kesucian Tatiana. "Tidak ada yang ayah sembunyikan, bu. Tolong percayalah. Mungkin Hans memang mencintai Tatiana. Lagipula memang dia dan istrinya itu tidak memiliki keturunan bukan. Jadi ,jika setelah menikah Hans tidak menahan diri ya itu suatu hal yang wajar bu. Sudahlah, yang penting kan kehidupan Tatiana terjamin. Dia pun tidak mengeluh bukan. Ibu jangan terlalu banyak pikiran aneh- aneh." Ujar Darmawan. Paramitha hanya mampu menghela napas. " Ibu akan menjenguk Tatiana ke rumah suaminya siang nanti. Tatia bilang dia lemas sejak tadi pagi." "Terserah Ibu saja. Tapi, Ayah minta jangan marah- marah disana nanti." Paramitha hanya mengendikkan bahunya lalu berlalu ke dapur. Darmawan hanya mampu menelan saliva nya sambil mengusap wajahnya berkali- kali. "Aku berangkat kerja ya Bu. Mungkin malam aku baru pulang, hari ini banyak pekerjaan dan aku juga harus meeting!" Darmawan berseru pada Paramitha yang berada di dapur. Namun tak ada jawaban, sehingga Darmawan pun hanya bisa menggelengkan kepala dan langsung berangkat ke kantor. Wanita memang begitu kalau sudah ngambek, pikir Darmawan. * * * Saat Paramitha datang, kebetulan Wihelmina sedang berada di kamar Tatiana. Paramitha merasa takjub saat ia masuk ke kamar putrinya itu. Ada sedikit kelegaan yang ia rasakan. Ternyata putrinya hidup dengan cukup baik. Wihelmina langsung memeluk Paramitha saat melihatnya masuk. "Aduh, saya kira jeng nggak jadi dateng. Ayo sini masuk Jeng. Aku bawain Tia makanan. Kasian kalau harus naik turun tangga. Dia kan masih pusing. Kalau sampai jatuh kan celaka." Wihelmina dan Paramitha memang seumuran. Sehingga mereka terlihat seperti kawan. Wihelmina biasa memanggil Paramitha jeng. Sementara Paramitha memanggilnya sis Mina. Paramitha tersenyum , lalu melangkah menghampiri putrinya yang sedang berbaring dan mencium kedua pipi Tatiana dengan sayang. "Sudah makan?" Tanyanya pada Tatiana. "Sudah bu, aku paksa. Nggak bisa banyak, mual." Jawab Tatiana. "Hal itu wajar di trimester pertama Tatia. Ibu juga mengalami hal yang sama saat ibu mengandung mu. Nanti memasuki trimester kedua hilang dengan sendirinya kok." "Besok saya mau ke kampusnya Tatiana jeng. Kehamilan Tatiana harus dirahasiakan dari teman- teman kampusnya. Tatiana kan masih muda. Saya nggak mau dia minder karena menikah di usia muda. Jadi, biar Tatiana cuti kuliah dulu sampai dia melahirkan dan melanjutkan setelah melahirkan nanti." Kata Wihelmina. "Loh, kan banyak juga mahasiswi yang kuliah sambil mengandung sis Mina. Lagi pula saya rasa tidak masalahlah, bukankah ketika menikah juga ada beberapa teman sekolah Tatia yang di undang?" Ujar Paramitha keheranan. "Hans pasti tidak mau Tatia kecapean jeng. Saya juga nanti khawatir kalau dia ke kampus trus kenapa-napa. Maklum ya jeng, kami menikah lama, hampir dua puluh dua tahun tapi tidak dikaruniai momongan. Jadi , saya excited sekali dengan kehamilan Tatiana. Tatia masih muda , makanya itu saya ingin menjaganya baik- baik Jeng." Wihelmina berkata seolah bisa membaca apa yang Paramitha pikirkan. Paramitha menghela napas. Dia bisa apa sekarang. Menentang pun percuma. Lagipula tidak mungkin ia menyuruh Tatiana menggugurkan kandungannya. "Saya percayakan Tatia sama sis Mina ya." "Jangan cemas, jeng. Kami pasti berikan yang terbaik pada Tatiana. Apalagi jika yang lahir lelaki. Hans pasti akan senang sekali." "Hm, maaf sis Mina, kalau boleh saya tanya. Kenapa sis dan mas Hans tidak mengadopsi anak saja sejak dulu? Maaf kalau pertanyaan saya lancang sis," ujar Paramitha. Wihelmina hanya tertawa kecil. "Jeng, papa saya nggak mau punya cucu yang bukan darah daging kami. Karena saya sudah tidak memiliki rahim, Hans harus mencari istri yang cocok dan bisa memberikan keturunan tentunya. Setelah lama saya bujuk- bujuk eh, dia pilih Tatiana. Ya saya langsung setuju Jeng." Paramitha hanya mengangguk- anggukkan kepalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD