HIDUPKU BUKAN MILIKKU

1124 Words
Seperti biasa, Hans selalu memberikan tips kepada Tatiana. Kali ini jumlahnya tidak tanggung-tanggung, 10jt rupiah. "Ayahmu menjemputmu?" Tanya Hans. " Iya om, Ayah menjemput, mungkin saat ini sudah menunggu di lobby." "Panggil aku mas, mulai sekarang. Dan ingat, aku akan bicara dengan ayahmu dan mami Valentina juga. Kau sudah tidak boleh menerima tamu lagi." "Iya. Aku menurut saja jika ayah sudah setuju. Aku permisi, mas," ujar Tatiana datar. Ya, Tatiana sudah kehilangan keceriaanya. Sudah kehilangan segalanya. Sampai- sampai ia pun merasa tidak ada gunanya untuk melawan atau berontak. Semua sia- sia saja. "Tunggu dulu Tatia," ujar Hans. Langkah Tatiana terhenti. Ia berbalik dan menunggu apa yang akan di lakukan Hans. Ternyata Hans hanya mengecup kening Tatiana perlahan lalu tersenyum dan membukakan pintu untuk Tatiana. Tatiana hanya mengangguk, lalu melangkah keluar dan bergegas menuju ke lobby. Ternyata benar, ayahnya sudah menunggu di lobby. Tidak ada kata- kata yang terucap dari bibir Tatiana. Ia tidak mau menyampaikan apa yang Hans sampaikan. Biarkan saja , Hans dan ayahnya bernegosiasi. Toh, dirinya tidak ubahnya seperti barang dagangan. Siapa yang berani membeli dengan harga paling mahal, dialah yang bisa memiliki. Sesampai di rumah, Tatiana langsung menuju ke kamarnya. Ia betul-betul merasa gamang. Masa depan yang seperti apa yang akan menunggunya nanti. Tatiana merasa hidup ini begitu tidak adil baginya. Seandainya saja ayahnya dulu tidak mengalami kebangkrutan. Pastilah saat ini ia tengah bersenang-senang menikmati indahnya masa muda. Indahnya bermain dan bercengkrama bersama kawan-kawan nya. Tatiana mulai menitikkan air mata. Ia merasa sesak, ada luka di d**a, tidak berdarah, namun terasa begitu perih menyayat- nyayat. Tatiana terisak pilu, sampai akhirnya ia pun tertidur. * Tatiana terbangun saat pipinya di tepuk dengan lembut. Ia membuka matanya perlahan,ternyata Paramitha tengah menatapnya sambil membelai rambutnya. "Bangun, ayahmu ingin bicara, ia menunggumu di meja makan." "Ada apa, bu?" "Entahlah.....tadi, ayahmu menerima telepon lalu, entahlah ia langsung meminta Ibu untuk memanggil mu. Tapi, sebelumnya boleh ibu tau sesuatu?" Tatiana bangkit dari tidurnya dan ia pun duduk sambil menatap manik- manik milik Ibunya yang terasa begitu teduh mendamaikan. "Ada apa,bu?" "Adakah yang kalian, kamu dan ayahmu sembunyikan dari ibu, Tatiana?" "Maksud ibu?" "Selama berbulan-bulan, ibu mungkin tidak bisa bicara. Ibu hanya bisa melihat. Namun, ibu merasa ada kejanggalan. Ayahmu tiba- tiba saja bisa mendapatkan uang dengan mudah, padahal sebelumnya untuk menyelamatkan perusahaan saja ia tidak mampu. Tapi, mendadak ayahmu bisa membeli mobil, membayar biaya pengobatan ibu. Bahkan operasi ibu. Itu semua bukan sedikit ,Tatia. Dan bahkan, beberapa hari yang lalu, ibu sempat melihat saldo tabungan ayahmu. Jumlahnya bukan sedikit. Hampir 500jt. Uang sebanyak itu, bisa digunakan untuk modal awal usaha kembali, Tatia." "Apa ibu sudah bertanya pada ayah?" "Ya, tentu saja. Ayahmu hanya mengatakan ada seorang sahabatnya yang memberinya pinjaman. Tapi, perasaan ibu mengatakan bahwa ayahmu sedang menyembunyikan sesuatu. Dan kamu tau itu!" Kecam Paramitha. Tatiana menelan salivanya lalu menggeleng perlahan. "Tidak bu, Tatia sama sekali tidak tau, darimana sumber uang yang ayah miliki. Tatia memang beberapa kali di ajak ayah untuk.menemui koleganya yang dulu. Karena ayah ingin mulai berbisnis lagi." "Kau tidak bohong?" "Tidak bu, Tatiana tidak berbohong. Percayalah....." "Baiklah, untuk sementara ibu berusaha untuk percaya padamu. Ya sudah, cuci dulu mukamu sana, lalu temui ayahmu. Ibu duluan ya." Tatiana menatap punggung ibunya dengan tatapan nanar . Ah, seandainya saja Ibu tau apa yang sudah ayah lakukan? Apakah ibu akan tetap membela dan mencintainya? Atau apakah ibu akan membelaku dan memperjuangkan aku? Atau sebaliknya akan mendukung apa yang ayah lakukan. Tatiana mulai merasakan dadanya yang sesak. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan nya kembali. Lalu Tatiana pun melangkah keluar kamarnya untuk menemui sang ayah. Ternyata di ruang makan ,sudah berkumpul seluruh anggota keluarga nya. Ayah dan Ibunya juga adik-adiknya. Perlahan Tatiana pun mendekat lalu duduk di samping ibunya. "Sebenarnya ada apa ini,yah? Kenapa ayah mengumpulkan semuanya? Bukannya tadi hanya Tatiana saja?" Darmawan tersenyum pada Paramitha , lalu mengusap lembut bahu istrinya itu. "Tatia, sekarang kamu sudah kelas 3 bukan? Sebentar lagi kelulusan, betul?" "Betul ayah..." Jawab Tatiana lirih tanpa menatap ayahnya. "Kamu kenal Hans relasi ayah kan? Tolong tatap ayah saat ayah bicara !" Tatiana perlahan mengangkat wajahnya dan memandang wajah ayahnya. Ayahnya menyebut nama Hans, pastilah berhubungan dengan permintaan Hans kemarin. Rupanya ia tidak main-main. Tapi, entah mengapa perasaanku tidak enak dengan ini semua, batin Tatiana. Namun, ia tidak mengatakan apapun. Ia hanya mengangguk dan pura- pura tidak mengetahui apapun.. "Hans tadi menelpon ayah. Dia meminta Tatiana untuk menjadi istri keduanya, bu. Tapi,dia menawarkan bantuan modal untuk ayah membangun kembali usaha kita. Istri pertama Hans sudah menyetujui jika Hans menikahi Tatiana." Raut wajah Paramitha terlihat syok. "Ayah menukar putri kita dengan iming-iming uang? Ayah, Tatia baru akan lulus SMU, dia masih harus kuliah. Menata masa depannya. Sampai hati, ayah menukar putri kita. Apalagi dia relasi ayah , pasti usianya berbeda jauh dengan Tatia. Istri kedua pula? Apa ayah sudah gila?!" Tatiana mulai menitikkan air mata. Ia merasa terharu, ternyata sang ibu masih peduli dan membelanya. "Bu, Hans tidak terlalu tua. Ia baru saja berusia 40 taun. Dulu beberapa kali perusahan ayah bekerja sama dengan perusahaannya." "Tetap saja ayah, 40 taun?jauh sekali dengan usia Tatia. Bahkan hanya selisih beberapa tahun dengan kita. Itu sama saja ayah menjual putri kita." "Bu, pikirkan lagi baik- baik. Hans akan tetap mengizinkan Tatiana untuk melanjutkan kuliahnya. Kondisi kita pun akan kembali seperti dulu. Kita akan kembali menikmati kejayaan kita. Oktavius dan Cecilia juga bisa melanjutkan sekolah dengan tenang. Tatia juga begitu." "Baiklah, kalau ayah memaksa. Lebih baik kita tanyakan saja pada Tatia. Dia yang akan menjalani rumah tangganya nanti. Bagaimana, Tatia? Jawablah, Ibu akan mendukung semua keputusanmu. Jika memang kamu tidak mau, Ibu dan Ayah tidak akan memaksa." Tatiana menatap Ayah dan Ibunya bergantian. Lalu menatap kedua adik-adiknya. Cecilia terlihat acuh tak acuh. Namun, ada raut ketidaksukaan di wajah Oktavius. Tatiana tau, adik lelakinya ini memang selalu membela jika Darmawan memaki atau memarahinya dulu. Tatiana menatap Darmawan, ada sorot mata penuh ancaman. Tatia tau betul , jika Tatia menolak. Maka Darmawan akan menemukan cara untuk membuatnya menerima. Tatiana sesungguhnya sudah lelah. "Baiklah, Tatiana bersedia jika memang itu yang terbaik untuk keluarga ini. Terserah ayah saja," jawabnya. "Tapi, Tatia...." "Sudahlah, bu. Anaknya saja tidak masalah. Tatia memang anak baik. Ia tidak egois. Terimakasih sudah mau menerima lamaran Hans. Nanti setelah kelulusan sekolahmu, dia akan datang untuk melamarmu secara resmi. Kalian akan menikah resmi. Bukan menikah siri." "Baiklah ayah, terserah bagaimana baiknya saja," ujar Tatiana. Seulas senyum langsung tercipta di wajah Darmawan. Ia merasa bahagia. Ya, bagaimana tidak, jika kejayaannya akan kembali lagi. Toh, Tatia juga tidak akan hidup kekurangan. Darmawan tidak tau. Bahwa ada harga mahal yang harus ia bayar untuk mengembalikan kejayaan nya. Dan itu akan di bayar oleh Tatiana dengan pengorbanan tiada batas. Tak seorang pun sadar, bahwa menerima lamaran Hans adalah awal dari kehancuran hidup Tatiana yang sesungguhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD