Chapter 14

1397 Words
“Ellis, di mana kau membeli sepatu cantik ini? Bisa antar aku ke sana besok sore? Aku ingin membelinya juga,” kata seorang gadis kecil berambut cokelat di ikat tinggi. “Aku akan mengantarmu besok.” “Terima kasih Ellis,” senyumnya begitu senang. “Aku tidak sabar ingin segera melihat kakakmu memanah Ellis, dia pasti keren seperti biasa,” gadis kecil berambut pirang mengalihkan topic pembicaraan. “Dia pasti akan memenangkan pertandingan seperti tahun-tahun sebelumnya.” Ellis bersedekap dengan senyuman manisnya merasa bangga dengan kepandaian Petri yang sempurna tanpa celah. Begitu banyak gadis yang mengaguminya dan berusaha untuk bisa dekat dengan Petri, mereka tahu bahwa Ellis adalah adik kesayangan Petri, karena itu mereka selalu berusaha mengakrabkan diri dengan Ellis dan mencoba menjadi sosok yang terbaik di hadapannya. Ellis tidak menyukai mereka, namun kehadiran mereka cukup membuat Ellis merasa puas karena memiliki banyak orang yang bisa dia suruh-suruh ketika tidak mau melakukan sesuatu. Para gadis itu bisa Ellis manfaatkan untuk melakukan sesuatu ketika Ellis tidak bisa melakukannya, salah satunya merundung beberapa anak yang lebih cantik dan populer darinya. Ellis ingin menjadi nomer satu, dia tidak ingin di kalahkan siapapun. Suara ketukan di pintu kelas membuat sekelompok gadis kecil itu menengok bersamaan, mereka tampak terkejut karena yang berkunjung adalah Petri. “Ellis keluarlah,” titah Petri dengan ekspresi dingin tidak mempedulikan ekspresi kagum gadis-gadis kecil di sisi Ellis. Ellis segera beranjak dan berlari menghampiri Petri yang kini berdiri di depan kelasnya terlihat marah. Petri membawa Ellis ke depan taman d dekat kelas agar tidak ada yang mendengarkan percakapan mereka. “Kakak, ada apa?” Tanya Ellis memperhatikan kemarahan Petri. “Kau mengenal Ferez?” tanya Petri langsung ke intinya. “Anak baru itu?” “Ya.” Ellis menggeleng, dia hanya mengenal Ferez dari mulut ke mulut dan beberapa kali Ellis melihat Ferez, namun dia melihatnya dari kejauhan. Meski Ellis mengaguminya, namun dia tidak pernah sekalipun berani menyapa lebih dulu dan menghampirinya karena Ferez terlihat sangat dingin dan juga menjaga jarak dari siapapun. “Apa kau tidak berbohong padaku?” tanya Petri tidak percaya. “Barusan dia menantangku untuk bertanding memanah, dan dia bilang jika dia menang, dia ingin bertemu denganmu sesuka hatinya.” “Be, benarkah?” Ellis terbata. “Ellis dengarkan aku” Petri meraih tangan Ellis dan menggenggamnya dengan kuat. “Aku tidak takut bertanding dengan dia, aku hanya tidak rela adikku berteman dengan anak aneh dan sombong seperti dia, aku takut dia membawa pengaruh buruk untukmu. Karena itu, jangan dekat-dekat dengan dia.” “Kakak, jika khawatir padaku tinggal menangkan kompetisinya. Ini akan berakhir.” Petri mengangguk membenarkan, “Kau bebas berteman dengan siapapun Ellis, tapi jangan Ferez. Aku tidak menyukainya.” “Baiklah Kakak” Ellis tersenyum dengan anggukan mengertinya. “Aku harus segera kembali dan bersiap-siap.” Ellis mengangguk, membiarkan Petri kembali pergi. “Apa Ferez menyukaiku?” bisik Ellis bertanya, bibir mungil Ellis langsung menyunggingkan sebuah senyuman. Ellis menutup pipinya yang kini terasa memanas, Ellis tersipu, dia merasa takjub karena untuk pertama kalinya ada seseorang yang begitu berani langsung menemui Petri dan menantangnya sebelum menemuinya. *** Suara riuh penuh antusias terdengar di penjuru tempat, Ferez menempelkan nomer urutnya yang kini sudah mendaftar untuk ikut memanah. Ferez ikut lomba ini hanya sekadar untuk bermain-main saja dengan Petri dan tidak mau susah-susah jika nanti ingin menemui Leary. Ferez melakukan ini karena dia tahu Petri tidak menyukainya, jika nanti Ferez akan pergi menemui Leary, Petri pasti akan melarangnya. Karena itulah, Ferez mengambil jalan sederhana ini untuk mempermudah hidupnya. Ferez segera memasuki lapangan, kepalanya menengadah seketika dan melihat ke sekitar, Ferez berharap jika ayahnya tidak datang. Sangat memalukan untuk Ferez jika ayahnya datang dan melihat, ini untuk pertama kalinya Ferez ikut kompetisi memanah. Bola mata Ferez berhenti bergerak, bibirnya mencebik kesal melihat Chaning melambaikan tangannya sambil memegang sebuah teropong. Chaning duduk di barisan tengah di temani oleh sang kepala sekolah. Ferez berdecih kesal, dia segera duduk dan menunggu namanya di panggil untuk berkompetisi dengan anak-anak lainnya. Suara teriakan pemandu sorak terdengar, anak-anak perempuan terdengar memanggil nama Petri dengan histeris. “Kekanak-kanakan,” komentar Ferez dengan senyuman merendahkan. Satu persatu para pemain tampil dan mencetak angka, begitu pula dengan Ferez yangs memanah dengan setengah hati, dia harus bermain-main sejenak yang penting masuk babak final dan berkompetisi dengan Petri. Semua orang tampaknya sangat kagum dengan kemampuan Petri yang mencetak angka bangus meski papan terus di jauhkan. “Ya Tuhan, sudah aku duga, kakakmu pasti masuk final dan menang lagi seperti tahun sebelumnya,” ungkap teman Ellis yang kini duduk di sampingnya. “Aku tidak menyangka, anak baru yang tampan itu juga masuk final.” Tangan mungil Ellis menggenggam erat sapu tangannya, dia tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari Ferez yang sejak masuk ke dalam lapangan terlihat begitu santai dan tidak terintimidasi. Ellis tidak dapat menyembunyikan senyuman malunya melihat Ferez dan Petri akhirnya di pertemukan di babak final dan mereka akan bertarung. Ellis merasa berdebar dan begitu senang ternyata Ferez sangat bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Di babak final, Petri berdiri berdampingan dengan Ferez, kini papan panah semakin di jauhkan dengan jarak 70 m. Kilatan di mata Petri begitu tajam menyiratkan permusuhan dan persaingan yang ketat, Petri tidak akan membiarkan Ferez menang apalagi kini Darrel sedang menontonnya. Ferez berdiri dalam ketengangan, anak itu tersenyum meremehkan tidak merasakan tekanan apapun, dia lebih merasa tertekan berlatih latihan tarung bebas dengan atlit professional dari pada memanah dan di tonton banyak orang. Kompetisi akhirnya di buka kembali, orang-orang sangat berantusias melihat kompetisi di antara Petri dan Ferez. Kali ini Ferez yang memulai memanah, dengan posisi sempurna dia mulai mengambil busur dan mengangkat panah. Ferez mulai mengeker, menempatkan fokusnya lebih tajam. Ferez melepaskan anak panahnya begitu dia sudah mendapatkan posisinya. Dua orang yang menilai segera pergi ke papan dan memberitahu nilainya Sembilan. Petri tersenyum sambil mempersiapkan diri, kesombongan Ferez akan dia injak sekarang. Petri mengangkat panahnya dan mulai membidik. Begitu anak panah sudah menancap di papan, dua yang menilai kembali melihat dan memberitahu jika skornya sepuluh. Sorak penonton terdengar keras mengapresiasi Petri. Sekilas Petri melihat Ferez, Petri berharap jika Ferez akan sedikit terintimidasi dan menyadari kedudukannya, namun nyatanya Ferez tidak seperti itu. Ferez masih memasang ekspresi datar, dia begitu tenang bahkan mencetak skor sepuluh. Petri yang semula tenang mulai gelisah, dia melihat ke arah Ellis yang kini menonton. Ellis bertepuk tangan terlihat begitu senang Ferez kini mencetak angka sepuluh. Petri membuang napasnya dengan kasar, kini giliran dia yang kembali memanah, sayangnya kali ini dia mencetak angka tujuh. Begitu jauh dari apa yang dia harapkan. Kegelisahan kian Petri rasakan saat Ferez kembali mencetak angka Sembilan. Petri mencoba mempertahankan angkanya dan kembali mendapatkan angka sepuluh. Petri tidak akan membiarkan Ferez menang dan menolok-oloknya. Ferez mengangkat panah untuk yang ke empat kalinya, kali ini dia terlihat lebih serius untuk mempersingkat permainannya. Ferez kembali mengeker, melepaskan anak panah di tangannya. Tepuk tangan mulai terdengar untuknya karena Ferez mendapatkan nilai skor sepuluh. Petri membuang napasnya dengan kasar, anak itu mulai kehilangan konsentrasinya, rasa gugup gelisah mulai dia rasakan saat mengangkat panah, Petri melepaskan anak panah. Dua orang penilai itu kembali ke papan dan memberitahu skornya Petri adalah delapan. Kini pemenang lomba memanah akhirnya keluar, yaitu Ferez. Banyak orang yang terlihat terkejut dan tidak percaya karena setelah beberapa tahun Petri memenangkan kompetisi, kini ada anak baru yang mengalahkannya. Petri terlihat sangat kecewa, dia juga terlihat merasa bersalah karena Darrel jauh-jauh hingga meluangkan waktunya untuk menyaksikan Petri memanah, namun Petri tidak dapat menghadiahkannya kemenangan. “Kau harus menepati ucapanmu,” suara tenang Ferez terdengar membuat Petri langsung mengangkat wajahnya dan mereka berdiri saling berhadapan. Petri terlihat sangat marah, harga dirinya begitu terinjak karena di kalahkan oleh Ferez. Petri menyesal karena dia sempat meragukan kemampuan Ferez. “Kau memanah hanya untuk bisa mendekati adikku?” tanya Petri dengan tajam. Ferez langsung bersedekap, “Ya, karena adikmu lumayan menyenangkan, aku tidak keberatan meluangkan waktu membosankan seperti ini di sini untuknya,” jawab Ferez dengan angkuh namun jujur sepenuhnya. Ferez langsung pergi meninggalkan Petri seorang diri, Ferez tidak mempedulikan reaksi para penonton dan juga orang-orang di sekitarnya, yang penting tujuannya sudah tercapai, yaitu menemui Leary dengan leluasa. “Ellis, jangan kecewa, Petri sangat luar biasa. Hanya lawannya saja yang lebih kuat,” hibur teman Ellis seraya mengusap punggung anak tu. Setelah pengumuman pemenang memanah di umumkan dan nama Ferez di sebutkan, Ellis tidak banyak bereaksi. Alih-alih sedih Petri tidak menang untuk pertama kalinya, Ellis merasa gugup karena dia tidak tahu harus bersikap jika nanti Ferez menemuinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD