Waspada

1264 Words
“Kapan kalian nikah?” suara lembutnya lebih dulu berucap Ketika mereka duduk. Rebecca sadar kalau dirinya dan sang suami sudah menjadi titik perhatian perempuan ini. “Awal bulan kemarin, Mbak. Kami kesini juga mau bulan madu niatnya, hehehehe.” Karena disana hanya bertiga, maka Rebecca membuka penghalang di wajahnya. Sekalian dia ingin memperlihatkan kecantikannya pada Wanita Bernama Melani ini. “Bulan madu?” “Kakek yang kasih hadiah ini buat kami,” jawab Rama dengan santai. “Sambil makan aja, Becca tadi banyak mabuk jadi masih lemes.” “Ihhh makasih banyak udah inget sama aku loh, Mas. Love you pokoknya.” Menyandar di tangan Rama. Melani terkekeh. “Selamat ya, semoga pernikahannya langgeng. Kalian serasi banget.” Rebecca masih meraba apakah dia musuh atau teman, sambil tetap memeluk Rama. Pria itu tidak mendorong ataupun menjauh, membuat Rebecca semakin berani untuk mendekatkan duduknya. “Mas Rama tiba-tiba bilang mau ada urusan, jadi sekalian makan malam aja diluar.” “Ahhh iya, aku kerja di kantor kedutaan di Tokyo. Dan ada yang perlu aku omongin sama Rama.” “Silahkan ngobrol disini aja sambil santai, Mbak.” “Hehehe, maaf sebelumnya tapi saya gak bisa ada kamu. Terlepas kamu istrinya, ini pembicaraan pribadi,” ucap Melani dengan bola mata berkaca-kaca berharap Rebecca mengerti. “Kamu sahabatan, kamu gak perlu khawatir. Ini Cuma…. Pembicaraan sensitive yang seringkali membuat aku gak nyaman.” Sebelum perempuan cantik itu menimpali, Rama lebih dulu berucap, “Gak papa, Mel. Dia bukan orang asing dan bisa dipercaya. Jadi apa yang bisa aku bantu?” “Tapi ini masalah pribadi aku banget, Ram. Kamu kenal aku ‘kan? Gak bisa banget ya?” Rama menatap lama Melani, membuat Rebecca mengerutkan kening. “Gak bisa, Mbak. Mas Rama udah berkeluarga, nanti malah jadi fitnah yang enggak-enggak. Aku bisa dipercaya kok.” “Lebih cepat lebih baik. Obrolin aja disini,” ucap Rama mulai memakan makanannya. “Kamu juga makan.” Pada Rebecca yang malah bersandar padanya. Terdengar helaan napas berat dari Melani, akhirnya dia mengatakan apa yang bisa Rama bantu. Ada masalah dengan rekan kerja prianya, dan Melani ingin pindah ke Indonesia lagi. Dia berharap Rama bisa membantunya selama di Tokyo. “Bisa kan, Ram?” “Aku usahain.” “Tapi kita disini mau bulan madu loh, Mas. Masa Masnya sibuk sama kerjaan?” “Saya usahain bagi waktu dan gak ganggu list keinginan kamu. Oke?” berusaha menenangkan Rebecca. “Aku juga tahu diri kok, Becca. Gak akan ganggu Rama kalau lagi sama kamu, hanya sekalian sajja barangkali dia bisa bantu aku dari lubang kebingungan ini.” Rebecca tidak menjawab. “Mas mau kemana?” “Saya mau ke kamar mandi dulu,” ucapnya keluar dari ruangan tersebut. Ketegangan semakin tercipta antara Melani dan Rebecca. “Kalian pasti dijodohin ya? Rama masih ngobrol formal soalnya.” Melani bicara dengan suara lembut dan senyuman manis. “Namanya juga baru nikah, Mbak. Dan emang benar kami dijodohkan. Tapi Mbak jangan khawatir, lama-lama kami bakalan lebih leluasa satu sama lain. Apalagi tidur seranjang berdua, mana mungkin tetep kaku.” “Semoga kalian cepat memahami satu sama lain ya... makan yang banyak biar kamu nyaman istirahat nanti.” “Mbak suka ya sama suami saya?” Rebecca tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, kecurigaannya sudah di ubun-ubun. “Usia kamu berapa? 19 ya sampe langsung nanya gitu, gak sopan loh.” Masih dengan nada suara layaknya guru TK mengjari anak yang salah. “Muka aku emang keliatan 19 tahun sih, makasih buat itu. Aku mau ngingetin Mbak kalau Mas Rama udah punya aku. Kasihan kalau rasa cintanya sia-sia, kan banyak cowok.” “Kamu bener-bener gak sopan.” Melani tetap tertawa hambar sambil menyuap makanan. “Dan gak ngerti situasinya.” “Maksud?” “Gak pernah sekalipun aku ngejar-ngejar suami kamu. Kami ini sahabatan, aku kaget karena dia udah nikah tanpa kasih tahu. Jadi jangan khawatir, tenang aja dan tetap berdoa okey?” Rama Kembali dan membuat pembahasan itu tiba-tiba saja terhenti begitu saja. Sisa waktunya membahas terkait permasalahan Melani sampai Rama menjelaskan bagaimana dia bisa membantu tanpa membuat jadwal bermain Rebecca terganggu. Ketiganya berjalan Bersama menuju parkiran. “Makasih banyak ya, Ram. Kamu emang sahabat terbaik aku sejak dulu.” “Sama-sama, focus aja sama tugas wajib kamu.” “I Will. Terus buat Becca, jangan khawatir ya. Rama itu sahabat terbaik aku, tadi kaget aja dia tiba-tiba nikah tapi gak bilang apapun sama aku. Atau aku bukan lagi sahabat terbaik kamu, Ram?” “Acaranya emang keluarga aja.” “Lain kali kami bikin pesta yang ngundang temen-temen aja. Doain aja ya, Mbak,” ucap Rebecca yang sedang bergelayut manja pada Rama. Mereka sudah sampai di mobil mereka, sementara punya Melani terus berjalan lagi. “Rama banyak duitnya pasti bisa bikin pesta itu dan aku bakalan datang sebagai sahabat terbaiknya.” Melani berjalan mundur supaya tetap bisa melihat pasangan itu saat bicara. Sampai tidak memperlihatkan langkahnya hingga salah satu kakinya masuk ke penutup selokan kemudian dia jatuh ke belakang. “Aaaaaa!” jeritnya merasa sakit Ketika kaki terkilir. **** Untungnya, ada klinik terdekat disana. Melani baik-baik saja tapi kakinya terkilir dan agak sakit Ketika digunakan. Itu membuat Rama harus mengantarkannya. “Saya anterin dia karena kakinya sakit, dia gak bisa nyetir.” “Kan ada taksi juga, Mas. Kenapa harus kamu yang anterin?” “Gak enak, Becca. Dia sahabat saya, udah lama kami gak ketemu.” “Harusnya meskipun sahabat gak harus sejauh ini.” Rebecca menyilangkan tangan di daadanya. Tapi dia takut juga kalau Rama menjadi menjauh darinya karena tidak suka dengan keputusannya ini. “Yaudah boleh, tapi aku ikut.” “Ya masa kamu ditinggal.” Rama menggelengkan kepalanya heran. Setelah Melani keluar dengan kursi roda yang didorong perawat, Rama mendekat. “Aku anterin kamu. Nanti mobil minta temen yang lain buat bawa.” “Oke. Makasih banyak. Maaf udah ganggu kebersamaan kalian ya.” Menatap Rebecca minta pengertian. Melihatnya seperti itu membuat Rebecca kasihan juga. “Gak papa, Mbak. Toh ini kecelakaan.” Walaupun Melani duduk dibelakang, tapi dia yang lebih banyak bicara dengan Rama. Menjelaskan tentang Tokyo pada Rama. “Kamu dulu bilangnya mau tinggal disini, ehhh malah gak sempet explore Jepang.” Kemudian tertawa Bersama, itu membuat Rebecca merasa tidak nyaman. Apalagi Rama sampai membantunya naik kursi roda dan mendorongnya sampai ke dalam apartemen. Membuat Rebecca tahu dimana apartemen Wanita itu. “Makasih ya kalian berdua, sekarang udah ada Bibi pelayan jadi gak usah khawatir.” “Iya jangan bikin orang khawatir ya, Mbak,” ucap Rebecca memberi isyarat. “Tunggu jangan pulang dulu.” Melani memanggil pelayan untuk membawakan beberapa makanan dan diberikan pada Rebecca. “Ini enak banget buat bergadang, pasti kamu bakalan suka sama Tokyo malem-malem. Kalau aku udah sembuh, akua jak kamu keliling.” “Makasih banyak, Mbak.” Rebecca masih belum bisa menganggap Wanita ini teman. Dia baru menghela napas lega saat sang suami membawanya pulang Kembali ke hotel. Kali ini mereka satu kamar, membuat Rebecca mulai memikirkan hal-hal nakal. Setelah mandi, dia membuka koper dari Kakek Ismail dan kaget karena isinya baju dinas malam semua. “Wahhh… Mas Rama lagi di balkon, pasti suka liatnya.” Kakek Ismail sengaja memesan kamar dengan satu ruangan yang luas. Jadi apapun yang mereka lakukan bisa melihat satu sama lain. Termasuk Rebecca yang sekarang telanjjang bulat dan memakai baju. Rama yang sedang menelpon itu sampai diam sejenak. Rebecca merasa diperhatikan, jadi dia membuat Gerakan slowmotion saat memakai baju. Hingga… “Uhuk! Uhuk!” angin dingin masuk lewat jendela. “Ganti bajunya, itu terlalu tipis nanti kedinginan.” “Enggak khokkk! Uhuk! Uhuk!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD