Arah Hubungan

1733 Words
“Uhuk! Uhuk! Hoekkkk!” “Becc, kan udah saya bilangin dingin. Kenapa pake baju kayak gitu?” Rama langsung masuk ke kamar. “Ganti, pake baju yang lebih tertutup.” “Kan nanti tertutupi sama selimut, Mas. Biar bisa peluk kamu, hehehehe.” Langsung masuk ke dalam selimut dan tersenyum lebar pada Rama. “Mas gak mau tidur? Gak capek gitu abis perjalanan?” Melihat sekitar hanya ada tiga single sofa, sepertinya Kakek Ismail benar-benar memastikan Rama Bersama terus dengan Rebecca. “Gak ada tempat lain loh, Mas. Kamu bisanya tidur di atas ranjang aja. Sini tidur.” “Jangan aneh-aneh, Becca.” “Aneh gimana? Segala hal wajar untuk suami istri.” Langsung mendekat pada Rama yang berbaring, pria itu menghela napasnya dalam. “Kan aku batuk-batuk, jadi harus peluk Mas biar gak dingin.” “Saya gak nyaman kalau kayak gini.” “Kan empuk, masa gak nyaman.” “Becca jangan gesek-gesek!” Rama sedikit menaikan nada bicara karena lengannya merasakan jelas kulit daada Rebecca yang hanya terhalangi kain satin. “Kalau mau tidur ya tidur aja.” “Duhh lehernya merah tuh. Kalau mau nidurin aku bilang aja ya, jangan tiba-tiba buka kaki aku pas lagi tidur. Biar nikmatnya berdua.” “Harusnya saya gak kasih dulu tanah biar kamu gak melewati batas.” “Tuh tau, hahahaha. Tapi ya gimana, hati Mas sendiri terketuk buat kasih jatah tanah kan. Itu pasti cara Allah buat kasih aku kesempatan deketin kamu.” Mata Rebecca mulai terpejam, dia tidur dengan mudahnya. Itu membuat Rama bisa sedikit memberikan jarak diantara mereka. Alangkah kagetnya Rama Ketika gaunnya terangkat dan memperlihatkan cellana dallam jenis G-striing. Rama segera menutupnya dengan selimut dan bergeser. Meraih ponsel tanpa melihat dulu hingga membuatnya salah mengambil, itu ponsel milik Rebecca. Terlanjur ada di tangannya, Rama melihat foto pernikahan menjadi wallpaper layar, dan ponsel tersebut tidak memiliki pengaman. Rasa penasaran Rama hinggap, apakah Rebecca sudah terlepas dari pergaulan bebasnya? Kajian Wanita Muslimah, Ikatan Remaja Mesjid, Info Kajian, Group Istri Sholehah, Group Keluarga Besar pesantren. Kemudian beberapa pesan dari teman perempuannya yang isi pesannya menanyakan bagaimana cara menyenangkan suami. Rama refleks menoleh pada Rebecca yang kini tidur dengan mulut terbuka. Dia menghela napas, satu-satunya yang bisa Rama berikan adalah membayarkan kebutuhan Rebecca yang diketahuinya dari pesan. “Harusnya kamu bilang, saya gak semiskin itu,” ucap Rama sedikit tidak terima dan Kembali berbaring. Tidur baru terasa sebentar, Rebecca sudah mengguncang tubuhnya memintanya untuk segera sholat. “Mas, ayok ih subuh dulu. Abi situ boleh tidur lagi. Cepetan.” Dengan mata mengantuk, Rama bangun dari tidurnya. Melaksanakan kewajibannya kemudian Kembali tidur. “Ih, Mas. Gak mau tiduran di aku gitu? Biar romantis?” Tapi Rebecca sudah terlanjur ditinggal oleh Rama, dia jadi sendirian dan memainkan ponsel saja. Ada pemberitahuan dari temannya kalau beberapa tagihannya sudah dibayarkan. “Hmmm… Mas Rama bisa aja ihh, ini pasti tanda kamu udah peduli dan sayang sama aku. Makasih banyak.” Langsung tidur di atas tubuh Rama. Pria itu terbangun karena rasa sesak. Hendak menggulingkan tubuh Rebecca, tapi dilihatnya perempuan itu sudah terlelap jadi dia biarkan saja. Rama juga terlalu mengantuk. *** Dengan mulutnya yang sudah membusa, Rebecca tidak berhenti bicara jadwal bermain mereka hari ini. “Aduh, kok Mas gak bilang sih kalau mulut aku ada busanya.” “Mana bisa saya nyela kamu disaat terus ngobrol.” “Aku exited tau, Mas! Masa iya enggak gitu. Ini pertama kalinya aku ke Jepang loh.” Ada tiga destinasi setiap harinya yang ingin Rebecca lakukan. Salah satu hari dipilih oleh Kakek Ismail, katanya dia sendiri yang akan mengirimkan supir untuk membawa pasangan itu ke tempat pilihannya. Itu akan terjadi di hari terakhir sekalian pindah ke villa di pedesaan. “Ke kuil, ke taman terus makan malam. Oke gak, Mas? Besok Mas bisa pilih mau kemana.” “Terserah kamu aja. Saya ikut.” “Exited dikit kenapa, Mas. Kan bulan madu kita ini.” “Hmm…” lebih focus pada makanan di hadapannya. “Ada hari yang gak bisa pergi ke tiga destinasi, saya harus bantu Melani.” “Kapan? Aku ikut pokoknya ya, Mas. Jangan ditinggal sendiri.” “Lihat situasi nanti.” Rebecca kecewa, tapi rasa Sukanya pada Rama lebih besar. Jadi dia menempel lagi pada sang suami saat perjalanan menuju kuil Meiji. Rebecca mengenakan jilbab dengan anggun, mengagumi keindahan arsitektur kuil dan merasakan kedamaian spiritual di tengah hiruk pikuk kota besar. Dia melangkah dengan hati penuh cinta kepada Rama, suaminya yang selalu tampak tenang dan datar dalam tanggapannya. Saat matahari menjelang tenggelam, pasangan itu melanjutkan perjalanan mereka ke Taman Ueno. Di sana, mereka menemukan oasis hijau yang menakjubkan di tengah kesibukan kota. Rebecca memandang bunga-bunga yang mekar dengan rasa kagum, sementara Rama dengan sederhana menikmati keindahan alam yang menenangkan. Meskipun Rama seringkali merespons dengan datar, Rebecca merasa bahagia karena bisa berada di samping suaminya. Apalagi Ketika Rama tidak menolak saat Rebecca menggenggam tangannya, mereka berjalan bersama dengan Rebecca tidak berhenti menjelaskan rencana mereka selanjutnya. “Pokoknya mau makan malam di rooftop hotel, sembari istirahat buat besok ke Disneyland. Oke?” Meskipun Rama terkesan mengabaikan, dia mengikuti semua keinginan Rebecca. “Melani titip dibeliin Taiyaki di taman ini. Katanya enak.” “Oh, nanti mampir dulu kesana?” Rama mengangguk. “Ayok kita coba makan itu juga,” ajak Rama merasakan sendiri bagaimana enaknya kue berbentuk ikan itu. Rama memesan dua bungkus lagi. “Banyak amat buat Mbak Meila, Mas?” “Satu lagi buat kamu.” Rasa cemburu Rebecca langsung lenyap dan tersentuh. “Ihhhh Mas Romantis bangett dehhh…. Makin sayang sama kamu, Love you.” Bahkan mencium pipi Rama dengan berani. “Jangan gitu,” bisik Rama. “Emangnya kenapa? Kan sama suami sendiri.” Mood Rebecca benar-benar bagus. Sampai tiba di apartemen Melani, mereka mengantarkan sampai ke depan pintu. Melani sendiri yang membukanya, dia ternyata masih pakai kursi roda. “Eh, makasih banyak udah dianterin kesini ya.” “Kamu sendirian?” Tanya Rama. “Assalamualaikum.” Rebecca menyela, dia tidak pernah suka dengan interaksi mereka. “Mbaknya keburu ngomong, jadi aku gak ada kesempatan buat salam.” “Waalaikumsalam. Maaf ya, hehehe. Ayok masuk dulu, aku sendirian kok.” “Pelayan kamu dimana?” “Anaknya kecelakaan jadi dia harus pulang.” “Kaki kamu?” “Udah mendingan. Besok kayaknya kuat dipake jalan, sekarang masih kerasa ngilu kalau dipake berdiri.” Melani mendorong sendiri kursi rodanya ke dapur, dia tengah memasak ternyata. “Bawa makanan buatan aku ya? Mau gak?” “Gak usah. Kenapa kamu gak pesen makanan aja?” Rebecca melihat kekhawatiran Rama saat menatap Melani. Membuat perempuan bercadar itu menghela napasnya. “Mbak, sini aku bantu masak aja.” Melangkah ke dapur. “Eh? Seriusan? Makasih banyak, Becca.” *** “Biar aku aja, Mbak. Nanti tangannya malah kena.” Rebecca hanya melanjutkan bagian Melani. “Ram, aku mau ngomong bentar sama kamu.” Seketika Rebecca menoleh. “Ngomongnya disini aja.” Rama yang berucap. “Iya, ngomongnya disini aja. Sekarang aku udah paham kok, kemaren masih kaget kamu nikah. Sekarang aku hargain Rebecca,” ucapnya sambil tersenyum pada Rebecca. Untunglah pembicaraannya juga terkait pemindahan Melani ke Indonesia, katanya Ibunya sakit dan dia sudah tidak betah berada di Jepang. Rebecca segera menyelesaikan masakannya dan menyimpan di meja. “Silahkan makan, Mbak. Ayok pulang, Mas.” “Gak makan disini aja? Aku masak nasi banyak nih,” ucap Melani. Tidak ada jawaban dari Rebecca, dia menatap sang suami. “Saya ikut kamu aja.” “Disini aja, biar kalian bisa lebih deket juga dengan aku sebagai perantara.” Wajah Rebecca terlihat tidak suka, itu membuat Rama peka. “Gak usah, kita ada agenda lain.” “Ohh mau bungkus makanannya?” “Gak perlu.” Tangannya terulur pada Rebecca. “Ayok.” Senyumannya langsung mengembang dan menerima uluran tangan itu. Rama bahkan merangkul bahu sang istri mengabaikan Rebecca yang mulai meleleh mengeluarkan banyak pujian. Mereka makan malam di atap hotel, hingga bisa melihat keindahan Tokyo di malam hari. Tatapan Rebecca terpaku pada jalanan yang ramai. Ingin sekali dia kesana. “Mau kesana?” tanya Rama menyadari. “Ihh makasih banget udah pengertian wahai suamiku sayang. Tapi kayaknya aku gak bisa, mending bobo manis aja yuk, Mas. Kan besok ma uke Disney land. Ayokkk….,” rengek Rebecca. Kali ini Rebecca Kembali berusaha menarik perhatian Rama dengan memakai pakaian seksi, yang berhasil membuatnya batuk-batuk. Padahal Rebecca juga membawa pakaian yang pendek untuk Rama, tapi dia tahan dengan suhu di Jepang. “Mas, mau peluk,” ucapnya pada Rama yang duduk bersandar di kepala ranjang sambil memeriksa ipadnya. “Ya? Peluk ya?” kalau Rama sedang bekerja, Rebecca jadi hati-hati kalau hendak melakukan hal aneh, takut konsentrasi sang suami pecah. “Saya lagi kerja. Pakai selimutnya, tidur duluan.” “Gak bisa tidur kalau gak dipeluk. Dingin juga.” “Ganti bajunya sana.” “Enggak ah, nungguin Mas selesai kerja aja.” Berbaring miring menatap ketampanan Rama. Sesekali dia batuk-batuk efek dari dingin, dan nyatanya itu mengganggu Rama. “Udah beres, Mas?” “Sini, kamu harus tidur.” “Aaaa! Mas Rama mau peluk aku!” teriaknya masuk ke dalam dekapan sang suami. Rebecca Bahagia bukan main, tahu kalau pada akhirnya Rama akan luluh juga. “Love you, mas.” Meskipun tahu pada akhirnya Rama tidak akan menjawab. “Tenang, bakalan Becca ajarin apa itu cinta. Selamat bobo, jangan lupa baca doa.” Perkembangan hubungan mereka mulai ke arah bagus di mata Rebecca, keesokan harinya saja Rama langsung bangun Ketika Rebecca membangunkannya antusias. “Ayok ke Disney land. Mau kesana!” “Makan dulu.” “Gak keburu, sarapan di jalan aja yuk.” “Disini aja, saya udah minta mereka anterin ke kamar. Nanti perut kamu sakit.” “Ihhh pengertian banget dehhh….” Saking antusiasnya Rebecca, dia meminta Rama membawa mobil lebih dulu ke parkiran sementara dirinya akan menunggu di loby. Sekarang Rebecca masih membenarkan make up matanya supaya bisa masuk ke vibes Princess. Memakai gaun biru untuk menyamai Cinderella. Dengan kaki yang terus terayun-ayun, Rebecca menunggu di lobby sambil duduk di sofa. Sang pelayan membawakan Rebecca minuman sambil menunggu. “Gak akan lama kok, suami saya akan segera datang,” ucapnya dalam Bahasa Inggris. Namun sayangnya, Rama tidak kunjung datang. Rebecca khawatir sesuatu terjadi pada sang suami. Dia menelpon Rama. “Mas? Kamu gak papa?” “Becca, saya ke kantor kedutaan dulu. Ada masalah disana.” “Hah? Ke tempat kerjanya Mbak Melani?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD